AMIN Kritik Lonjakan Anggaran Alutsista, Food Estate dan Pembangunan IKN
Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) mengkritik kenaikan anggaran pengadaan alutsista Kementerian Pertahanan.
Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) mengkritik kenaikan anggaran pengadaan alutsista Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
AMIN Kritik Lonjakan Anggaran Alutsista, Food Estate dan Pembangunan IKN
Diketahui, anggaran pengadaan alutsista untuk periode 2020-2024 dari pinjaman luar negeri bertambah dari US$20,75 miliar menjadi US$25 miliar.
Co-Captain Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengaku terkejut atas persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kenaikan anggaran pengadaan alutsista yang cukup drastis.
Apalagi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) disebutnya tidak membuka transaparan kenaikan anggaran itu digunakan untuk membeli apa saja.
"Seyogianya anggaran atau kenaikan anggaran yang skalanya sebegitu besar itu bisa diterangkan kepada publik dengan lebih transparan, bukan hanya dengan pernyataan umum yang normatif bahwa ada dinamika geopolitik, dinamika keamanan," kata Tom Lembong kepada wartawan di Medan dikutip Senin (4/12).
"Tolong sampaikan ke Ibu Menkeu, ada pertanyaan dari Tom Lembong apakah Sri Mulyani bersedia memberikan keterangan lebih lanjut, lebih rinci, lebih detail, transparan terkait kenaikan anggaran drastis yang disahkan hanya dengan sekali rapat dengan empat individu," sambungnya.
Kenaikan anggaran untuk pengadaan alutsista ini disayangkan terjadi karena saat negara sedang mengalami banyak kebutuhan, salah satunya terkait harga bahan pokok.
"Apakah urgensinya benar-benar sedemikian tinggi bahwa harus ada kenaikan sejumlah itu sebesar 5 miliar dolar di saat rakyat lagi susah?" ujarnya.
Kritisi Food Estate
Bukan hanya mengomentari kenaikan anggaran pengadaan alutsista di Kemhan, pihak AMIN pun juga turut menyinggung food estate.
Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menyatakan, food estate wujudnya adalah pengembangan industri pertanian berbasis kawasan, yang pada praktiknya justru dikuasai korporasi.
Hal itu, menurut Anies, akan membuat food estate sangat terikat dan dikuasai oleh pemilik modal. Karena itu dia mendorong pertanian kontrak yang merupakan bentuk kerja sama antara pemilik modal dan petani.
Dengan adanya kontrak dari pemerintah, petani bisa tetap menjual hasil produksi kepada konsumen dengan harga yang relatif baik dan memiliki kepastian pembelian produk.
Oleh karenanya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini lebih memilih program contract farming ketimbang food estate.
"Jadi yang disebut sebagai petani kontrak itu di mana mereka tetap berusaha di wilayah mereka dan pemerintah justru melakukan intensifikasi atas aktivitas pertanian," kata Anies di Pangalengan, Bandung, Jawa Barat, Selasa (29/11).
Menurut Anies, program food estate justru membuat dana tidak diterima rakyat yang bekerja untuk produksi pertanian. Sebaliknya, contract farming atau pertanian kontrak lebih menghargai para petani.
"Kalau kita melakukan food estate, maka dana kita itu diberikan ke tempat yang baru ke tempat yang dikelola oleh koorporasi," ujarnya.
"Padahal, dana yang sama itu kalau yang di berikan untuk contract framing maka yang menerima rakyat yang selama ini bekerja senyatanya berproduksi. Jadi itulah kenapa kita memilih melakukan contract framing," lanjut dia.
Anies menyatakan, kontrak pertanian bisa memberikan kepastian pasar bagi para petani lewat kerja sama kemitraan dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMN, maupun milik swasta.
Singgung soal IKN
Tak hanya soal food estate, Anies juga turut mengkritik keras atau menyoal proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Kritik ini disampaikan di depan puluhan ribu warga Muhammadiyah saat acara Dialog Terbuka Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (22/11).
Calon presiden nomor urut 1 itu menegaskan, membangun IKN nantinya hanya akan menimbulkan ketimpangan yang baru di Indonesia.
"Membangun kota di tengah hutan ini hanya akan menimbulkan ketimpangan di kota tersebut. Jadi, tujuan dengan langkah yang dikerjakan enggak nyambung. Ini problem, ini harus dikaji secara serius," ujar Anies disambut riuh tepuk tangan mahasiswa, pelajar dan hadirin.
Sebab, lanjut Anies, saat tujuan membangun ibu kota baru dengan alasan pemerataan, maka sebenarnya tidak akan menghasilkan pemerataan. Yang dihasilkan hanya sebuah kota yang baru dan timpang dengan daerah-daerah di sekitarnya.
Menurutnya, saat ingin melakukan pemerataan di Indonesia, harus dimulai dengan membangun kota kecil menjadi menengah dan kota menengah menjadi besar.
Apalagi, Anies menilai saat ini tujuan dari Indonesia adalah membangun Indonesia yang setara dan merata.
"Memang argumennya sama, tapi langkahnya bukan dengan membangun satu kota, tapi justru membesarkan semua kota yang ada di Indonesia,” tegasnya.
Asisten pelatih Timnas pasangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Jazilul Fawaid menyebut, pernyataan Anies bukan tanpa alasan. Dia mencontohkan, saat ini masih banyak warga miskin di Indonesia, tetapi pemerintah malah bangun IKN yang megah.
"Kita ini masyarakat Indonesia secara besar ini kan hidupnya masih banyak yang miskin, masa iya sih kita buat istana begitu yang besar seperti itu, itu moral ya bukan soal UU," ujarnya ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, Minggu (26/11).
"Etis enggak secara moral, kalau kita masyarakatnya masih banyak yang miskin tapi kita bangun istana, kan enggak," ucap Jazilul Fawaid.
Menurutnya, terbuka peluang revisi UU IKN di DPR. Jazilul menargetkan Anies-Muhaimin menang pilpres agar bisa mengambil keputusan terbaik terkait IKN.
"Kan tentu IKN itu dibahas di UU kan, sikapnya sudah ada di DPR waktu itu, masing-masing partai. Kalau UU kan biasa, bisa direvisi, bisa diperbaiki," ujarnya.
"Ya makanya kita menangkan dulu supaya keputusannya bisa diambil yang terbaik," pungkas Waketum PKB ini.