Benarkah Aplikasi Sirekap KPU Penuh Kejanggalan dan Manipulasi? Begini Analisis Pengamat Siber
Banyak pihak yang menyebut adanya dugaan manipulasi serta kejanggalan dalam aplikasi Sirekap
Banyak pihak yang menyebut adanya dugaan manipulasi serta kejanggalan dalam aplikasi Sirekap
Benarkah Aplikasi Sirekap KPU Penuh Kejanggalan dan Manipulasi? Begini Analisis Pengamat Siber
Sistem Informasi Rekapitulasi Pilkada atau biasa disebut Sirekap belakangan ini menjadi perbincangan yang hangat di tengah masyarakat.
Sebab, bergulir kabar dugaan manipulasi data hingga temuan kejanggalan dalam rekapitulasi Pemilu 2024 ini.
Sikap KPU yang cenderung kurang terbuka menanggapi isu tersebut semakin menimbulkan kecurigaan publik atas dugaan manipulasi yang terjadi.
Pakar Keamanan Siber Alfons Tanujaya menilai Sirekap merupakan penyempurnaan dari sistem sebelumnya yaitu situng. Dalam aplikasi Sirekap berhasil memangkas adanya campur tangan manusia dengan langsung menyambungkan data ke KPU pusat tanpa perlu perantara KPU tingkat Kota.
Soal kejanggalan hingga dugaan manipulasi Sirekap, Alfons mengatakan perlu pembuktian yang ilmiah untuk membuktikan kecurangan dan kejanggalan sistem Sirekap.
Alfons menjelaskan terdapat anti ddos dan akses lainnya dalam sistem keamanan Sirekap. Dimana jika terjadi serangan siber akan dilempar keluar negeri untuk menghadapi serangan siber yang ada.
Namun untuk pengamanan data, perlu dibuktikan secara jika memang terdapat data yang menunjukkan server data berada di luar negeri. Jika bukti kejanggalan hanya berupa huis, menurut Alfons Tanujaya hal itu belum menunjukkan bahwa server datanya ada di luar negeri.
Alfons menilai hal ini masih sesuai kaidah, karena KPU sudah menyatakan bahwa server pemrosesan berada di dalam negeri.
"Jika dikatakan server Sirekap datanya ada di luar negeri, harus ada pembuktian ilmiahnya, jadi gak cuman huis," ucap Alfons Tanujaya aat berbincang dengan merdeka.com (21/2).
Terkait dugaan manipulasi perolehan suara. Alfons Tanujaya menjelaskan bahwa sistem Sirekap menggunakan Optical Character Recommendation (OCR). Dimana eror dalam proses penghitungan masih dikatakan wajar jika jumlahnya masih dibawah margin.
"Terkait kesalahan penghitungan, kita perlu lihat bahwa Sirekap ini menggunakan Optical Character recommendation (OCR). OCR itu kan gak ada yang sempurna yah. Kalau ada kesalahan penghitungan kita katakan 1% lah. Dari total TPS adanya 800.000 lebih, 1% nya kan itu sekitar 8000 lebih ya. Berarti kesalahan yang bisa terjadi dari OCR ini sekitar 8000 kesalahan. Nah kita perlu melihat kesalahannya lebih atau kurang dari itu," jelasnya.
Alfons Tanujaya juga menekankan penting untuk memperhatikan kesalahan hasil penghitungan yang terjadi.
"Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah, kesalahannya bagaimana, wajar atau tidak. Kalau hanya salah satu paslon yang mengalami penggelembungan suara sementara paslon yang lain turun, itukan artinya direkayasa dong, kemungkinannya kan, dan itu patut dicurigai. Sementara jika semua paslon mengalami penggelembungan suara, jadi ya bisa dipatahkan gitu lho indikasi kecurangan dari Sirekap ini," kata Alfons.
Alfons Tanujaya juga menyampaikan bahwa perlu adanya perbaikan sistem Sirekap.
"Jumlah total dari suara harusnya secara otomatis lebih besar daripada jumlah setiap paslon. Jadi ada sistem Sirekap yang menampilkan jumlah salah satu paslon lebih besar dari jumlah total suara. Nah harusnya sistem Sirekap secara cerdas bisa mendeteksi. Kalau suara salah satu paslon lebih besar dari total ya jangan diteruskan, dipinggirkan dulu untuk diperiksa, sesudah lewat baru boleh diteruskan oleh Sirekap dan ditampilkan. Kira-kira seperti itu," kata Alfons.
Reporter Magang: Antik Widaya Gita Asmara