Golkar Nilai Usulan Mendagri soal Pilkada Asimetris Tidak Tepat
Merdeka.com - Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin menyoroti usul Pilkada Asimetris dari Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Dia menilai usulan itu tidak tepat untuk pilkada.
"Asimetris itu enggak tepat untuk Pilkada. Asimetris itu untuk otonomi daerah. Ini salah penempatan istilah. Kalau pilkada itu mau mandat tunggal atau mandat terpisah," kata Zulfikar dalam rapat Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu dan DKPP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11).
"Kalau mandat tunggal dilaksanakan oleh DPRD kalau mandat terpisah langsung oleh rakyat. Kita mendorong langsung itu tetap kita jaga kita lindungi, kekurangannya mari kita perbaiki," sambungnya.
-
Siapa yang dikritik Golkar soal maju Pilgub DKI? Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyindir, Anies Baswedan yang tengah mempertimbangkan maju kembali di Pemilihan Gubernur Jakarta.
-
Apa yang dikritik Golkar dari Anies soal Pilgub DKI? Dia mempertanyakan, apakah ada partai yang mau mengusung Anies di Pilgub Jakarta.
-
Apa itu Pilkada? Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung.
-
Siapa yang diusulkan untuk Pilkada? Dalam Pilkada 2005, calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan beberapa partai politik.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Zulfikar ingin pemilihan kepala daerah tetap dilakukan secara langsung. Kata dia, mengembalikan pilkada ke DPRD sama saja merampas hak rakyat.
"Karena itu (kembali pilkada lewat DPRD) bagi saya sama saja dengan merampas hak rakyat yang selama ini sudah di nikmati," ungkapnya.
Perbaiki Kekurangan Pilkada Langsung
Dia mengakui memang ada kekurangan dalam pelaksanaan pilkada langsung. Namun, kekurangan itulah yang harus diperbaiki.
"Bahwa ada kekurangan, ya kita perbaiki kekurangannya. Jangan sampai alasan-alasan mengembalikan pemilihan kepada DPR itu mendelegitimasi pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Karena saya lihat arahnya ke sana itu," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan evaluasi Pilkada langsung dengan sistem asimetris. Pilkada langsung dilihat dari indeks demokrasi di daerah yang hendak melakukan pemilu.
Tito mengatakan, kalau dalam evaluasi Pilkada itu ditemukan pemilihan langsung banyak negatifnya, sistem bisa diubah. Salah satunya sistem asimetris itu.
Sistem itu jika diterapkan maka ada dua sistem pemilihan kepala daerah yang akan dipakai. Sistem secara langsung akan digunakan untuk daerah dengan tingkat kedewasaan demokrasi tinggi. Artinya, daerah potensi praktik jual beli suara rendah. Misal di perkotaan.
Aspek budaya, administrasi dan lainnya tentu juga menjadi pertimbangan layak tidaknya daerah itu menggelar pilkada langsung.
Sementara, pemilihan tak langsung, menurut Tito bisa diterapkan di daerah yang tingkat kedewasaan demokrasi rendah. Artinya, daerah di mana kepala daerah terpilih karena memberikan uang atau barang kepada pemilih. Hal ini demi menghindari money politics, atau pilkada berbiaya besar.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dengan pilkada langsung, Demokrat menilai masyarakat bisa memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat
Baca Selengkapnya"Ini benar-benar memberikan kesimpulan yang sangat kuat, bahwa demokrasi mundur dan ini tidak boleh terjadi," kata Hamdan Zoelva.
Baca SelengkapnyaKetua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda sedang mencari solusi permasalahan pelanggaran netralitas ASN selama Pilkada lewat revisi UU ASN.
Baca SelengkapnyaGolkar sendiri telah menugaskan Ridwan Kamil untuk maju di Pilgub Jakarta 2024.
Baca SelengkapnyaAgung Laksono menyindir sejumlah pengurus Partai Golkar yang merangkap jabatan.
Baca SelengkapnyaMenurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.
Baca SelengkapnyaTito menyebut salah satu alasan percepatan pilkada lantaran menghindari kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR Fraksi Nasdem, Saan Mustofa meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) waspada adanya rezim di Pemilu maupun Pilkada.
Baca SelengkapnyaSejauh ini sudah bagus pemilihan kades tanpa parpol. Namun, bila ada keinginan pencalonannya melalui parpol, Gerindra akan mengkaji.
Baca SelengkapnyaMendagri Tito kemudian menyinggung ketidak harmonisan antara Gubernur dengan Wali Kota dan Bupati karena unsur politis
Baca SelengkapnyaDiksi pada undang-undang pemilu tiap calon yang dipilih secara demokratis, tak berarti harus dipilih langsung oleh rakyat.
Baca SelengkapnyaUU MD3 Masuk Prolegnas 2024, Revisi untuk Beri Jalan Golkar Ambil Jatah Ketua DPR?
Baca Selengkapnya