Memahami perilaku partai dalam pembahasan RUU Pemilu
Merdeka.com - DPR gagal mengesahkan RUU Pemilu. Sidang paripurna yang berlangsung hingga tengah malam, Rabu (11/4) kemarin belum menghasilkan kesepakatan. FPG dan FPDIP walkout meninggalkan lobi. Hari ini sidang dilanjutkan. Kemungkinan dilakukan voting.
Perbedaan pandangan di antara partai-partai sesungguhnya sudah lama diketahui. Masing-masing partai bersikukuh dengan pendapatnya terhadap empat isu krusial: ambang batas perwakilan atau parliamentary threshold, alokasi kursi di daerah pemilihan, sistem pemilu dan formula penghitungan kursi.
Perbedaan pandangan mereka sesungguhnya sulit dipahami, karena ini menyangkut pengaturan instrumen teknis sistem pemilu. Argumentasi mereka tak hanya membosankan, tapi juga membingungkan. Jangankan orang awam, banyak politisi yang juga tak paham.
-
Kenapa banyak orang benci politik? Salah satu alasan orang membenci politik adalah bukan kebenaran menjadi tujuan politisi, tapi pemilihan dan kekuasaan.
-
Kenapa ambiguitas bisa membuat pembaca bingung? Pernyataan ambigu mampu membuat pembaca menjadi bingung.
-
Apa yang diabaikan di dunia politik? Penelitian mereka memperlihatkan sikap bermusuhan terhadap kelompok oposisi atau mereka yang pandangan politiknya berbeda menjadi faktor pendorong untuk mengabaikan moral ketika orang berada di ranah politik.
-
Kenapa banyak orang takut berdebat? Maka dari itu, beberapa orang enggan untuk mempelajari dan mahir dalam debat karena dirasa sulit. Dalam berdebat juga butuh keberanian yang besar.
-
Kenapa orang yang tidak pintar sering mengkritik pendapat yang berbeda? Orang yang tidak sepintar yang mereka kira sering kali akan mengkritik pandangan yang berbeda dan berusaha membuktikan bahwa mereka sangat berpengetahuan dengan membagikan pengalaman luas mereka.
-
Mengapa ambigu bisa membingungkan? Ketika ada pernyataan yang ambigu, tentu bisa membuat pembaca bingung.
Alih-alih menjelaskan perilaku partai politik, beberapa pengamat politik juga ikut muter-muter dalam menjelaskan duduk perkara perdebatan ini. Sejumlah pengamat gagap. Teks book yang mereka baca, gagal menerawang perilaku mereka. Akhirnya, mereka kembali ke penilaian moral: seharusnya ini, seharusnya itu!
Inti semua perbedaan itu sesungguhnya adalah kepentingan masing-masing partai. Partai besar ingin tambah besar, partai menengah ingin bertahan, partai kecil tidak mau mati. Jadi ini soal hidup mati mereka, karena eksistensi partai memang tergantung hasil pemilu.
Meskipun demikian beberapa teks book pemilu gagal untuk menerawang perilaku mereka dalam pembahasan RUU pemilu kali ini. Misalnya, dalam ilmu pemilu berlaku rumus seperti ini: partai besar dirugikan jika menggunakan formula kuota murni dalam menghitung perolehan kursi. Pertanyaannya, mengapa PD menyetujui kuota murni?
Sebagain orang menduga, ini adalah bentuk solidaritas PD dalam menjaga koalisi, karena mitra koalisi PD, yakni PAN, PPP dan PKB menginginkan formula kuota murni. Lagi pula selama ini tiga partai itu yang selalu loyal sama PD, dibandingkan PKS dan PG. Makanya, PD mendukung mereka dalam pemilihan kuota murni.
Benarkah demikian? Kita akan terkecoh jika mempercayainya. Sebab jika ditelisik atas hasil Pemilu 2009, jika PD mendapatkan kursi tiga kursi dari suatu daerah pemilihan, maka kursi ketiga itu didapat dari keberuntungan akibat penggunaan formula kuota. Jadi, pada Pemilu 2009 PD memang diuntungkan oleh formula kuota. Makanya dia mempertahankannya.
Itu salah satu contoh. Sambil menunggu jalannya sidang paripurna, yang kemungkinan akan dilakukan voting, tulisan berikutnya akan menjelaskan beberapa hal, yang semoga saja kita bisa lebih memahami perilaku mereka dalam pembahasan RUU Pemilu. (mdk/ren)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Khoirunnisa, keberadaan pendukung dengan jumlah yang banyak justru membuat suasana di lokasi debat menjadi riuh.
Baca Selengkapnya"Sepertinya para penyelenggara Pemilu lebih menitikberatkan pada pemilihan presiden," kata SBY.
Baca SelengkapnyaWaketum Partai Gerindra Habiburokhman mengklaim bahwa hampir 95 persen politisi sudah move on dari Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Masinton menanggapi pembahasan RUU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang berlangsung kilat.
Baca SelengkapnyaNusron mengatakan ada cawapres yang justru tidak paham dan malah menyebut pertanyaan ecek-ecek.
Baca SelengkapnyaDPR menampung usulan pembentukan undang-undang (UU) sapu jagat atau Omnibus Law Politik.
Baca SelengkapnyaPenting untuk menjaga toleransi dan kerukunan selama pemilu.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi berbicara soal politik saat berpidato di Sidang Tahunan MPR/DPR 2023.
Baca SelengkapnyaOrang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) serba kesulitan dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024 tahun ini.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi merespons serangan negatif selama ini yang ditujukan kepadanya.
Baca Selengkapnya