Mengantisipasi Penyebaran Hoaks yang Kian Masif Jelang Pilpres 2019
Merdeka.com - Menjelang Pemilihan Umum 2019 muncul berbagai berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian. Penyebarannya semakin cepat dan masif dengan menggunakan teknologi informasi.
Kementerian Sekretariat Negara menyebut penyebaran berita hoaks menjelang Pemilu merupakan satu fenomena yang timbul di tengah masyarakat. Ini berpotensi menciptakan disintegrasi dan memecah belah bangsa Indonesia.
Deputi V Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan kemunculan hoaks dan ujaran kebencian penting untuk diantisipasi. Langkah ini harus dilakukan agar masyarakat tidak terjebak dalam berita bohong yang berpotensi menjatuhkan kandidat-kandidat peserta pemilu legislatif maupun eksekutif.
-
Bagaimana berita hoaks dibuat? Beberapa bahkan menggunakan konten yang dibuat oleh AI atau kecerdasan buatan.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Kenapa berita tentang Prabowo di Pilpres 2024 disebar? 'Tingkat elektabilitas Prabowo Gibran kini begitu tinggi, pasangan ini diprediksi akan menang. Karena itu pembusukan politik mulai diembuskan untuk merusak kredibilitas Prabowo,' tegas Yusril.
-
Apa berita hoaks yang menyebar di Amerika Serikat? Situs-situs berita hoaks atau 'berita palsu' lebih banyak daripada surat kabar harian di seluruh Amerika Serikat.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Kenapa banyak berita hoaks di AS? Jumlah tersebut berbanding 1.213 surat kabar harian yang beroperasi di seluruh AS, demikian menurut laporan tahun 2023 dari Universitas Northwestern.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rosarita Niken Widyastuti memaparkan hasil selama tiga bulan terakhir (Sejak September 2018 hingga Desember 2018) menunjukkan konten hoaks di Indonesia paling banyak menyerang pemerintah, kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2019, serta para menteri.
Dia mengungkapkan sebanyak 63 informasi hoaks terkait dengan politik dan Pemilu 2019 disebarkan melalui media sosial dan pesan singkat berantai yang terenkripsi.
"Namun penyebaran hoaks lebih cepat, maka kami sebenarnya tidak bisa bekerja sendirian," kata Rosarita seperti dikutip dari Antara, Selasa (22/1).
Dia juga menjelaskan bahwa Kominfo telah berupaya menekan penyebaran hoaks yang banyak beredar melalui media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan cara terus melakukan verifikasi.
Oleh sebab itu, Kominfo melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti 98 komunitas siber dan beberapa kementerian serta lembaga terkait.
"Kominfo juga cukup rajin menegur platform-platform yang memiliki akun dengan konten informasi berita bohong, radikal, dan menyesatkan," tegasnya.
Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwanajuga meminta masyarakat dan para pendukung para calon kontestan politik bisa menahan diri agar tidak mudah terpengaruh dengan ujaran kebencian di dunia maya.
"Di tengah debat calon kandidat yang semakin memanas, sudah seharusnya masyarakat, para pendukung para kandidat secara rasional dapat menahan diri jika menemukan adanya ujaran kebencian," katanya dalam keterangan tertulis.
Menurutnya, jika ujaran kebencian ini terus dibiarkan berkembang dalam melakukan perdebatan politik tentunya akan menimbulkan perpecahan dan keberagaman di masyarakat. Dia pun meminta kepada pemerintah melalui aparat penegak hukum serta penyelenggara pemilihan umum untuk mengambil tindakan tegas kepada dua pihak yang sedang berkompetisi beserta para pendukungnya apabila masih saja menunjukkan debat yang mengandung unsur ujaran kebencian
"Jangan pernah pemerintah dan aparat penegak hukum mentolerir ujaran kebencian dalam debat karena risikonya sangat besar yaitu perpecahan di masyarakat," tandas anggota Kelompok Ahli BNPT bidang Hukum ini.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaDengan mengikuti tips ini, diharapkan masyarakat akan semakin waspada terhadap konten hoaks di media sosial yang berpotensi menyesatkan jelang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaPolisi memantau dan mendeteksi konten-konten hoaks yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaTim cek fakta independen antara lain Mafindo, Perludem hingga AFP Indonesia.
Baca SelengkapnyaTanpa hoaks politik, tanpa isu sara dan politik identitas merupakan salah kunci suksesnya Pilkada yang aman, damai dan sejuk.
Baca SelengkapnyaHoaks dapat memecah belah persatuan bangsa, mengganggu stabilitas politik.
Baca SelengkapnyaBawaslu Bali fokus memantau penyebaran isu-isu yang muncul di Pulau Dewata.
Baca SelengkapnyaDi era digital potensi kerusuhan di pemilu bisa dilakukan hanya menggunakan telepon genggam.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia mengakui bahwa temuan hoaks Mafindo jumlahnya lebih sedikit dari banyaknya hoaks yang tersebar.
Baca Selengkapnya