Oce Madril: MK Melanggar UUD 1945 Jika Ubah Aturan Batas Usia Capres dan Cawapres
Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan gugatan aturan batas usia capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023 mendatang.
MK bakal memutuskan gugatan aturan batas usia capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023
Oce Madril: MK Melanggar UUD 1945 Jika Ubah Aturan Batas Usia Capres dan Cawapres
Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan gugatan aturan batas usia capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023 mendatang.
Dalam UU Pemilu, diatur batas usia capres dan cawapres 40 tahun. Namun sejumlah penggugat meminta aturan batas usia tersebut diubah menjadi 35 tahun saja.
Aturan tersebut akan diputus seiring dorongan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Sebab, usia Gibran baru 35 tahun sehingga tak memenuhi syarat untuk ikut Pilpres 2024.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN), Oce Madril, mengingatkan putusan MK terdahulu, telah menegaskan bahwa isu konstitusionalitas persyaratan usia minimum bagi seseorang untuk mencalonkan diri sebagai pejabat publik, merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy).
Artinya, kata Oce, penentuan mengenai persyaratan usia minimum bagi pejabat publik merupakan kewenangan sepenuhnya dari pembentuk undang-undang (DPR-Pemerintah), bukan kewenangan MK.
"UUD 1945 tidak mengatur soal angka-angka atau syarat usia sebuah jabatan publik. Berbagai jenis jabatan publik di pemerintahan, persyaratan usianya diatur dalam undang-undang. Khususnya berkaitan dengan Pemilihan Presiden, UUD 1945 telah mengatur dalam Pasal 6 ayat (2) bahwa syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang,"
Pakar Hukum dari UGM, Oce Madril
Diketahui, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, telah mengatur persyaratan Capres/Cawapres.Dalam ketentuan Pasal 169 ditentukan bahwa salah satu syarat Capres/Cawapres adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
Sehingga telah jelas, kata Oce, syarat usia yang ditentukan oleh UU Pemilu sebagai peraturan delegasi dari Pasal 6 UUD 1945.
Kata Oce, apabila MK mengubah syarat usia minimal Capres/Cawapres atau menambahkan syarat baru, seperti ‘berpengalaman sebagai penyelenggara negara atau kepala daerah’ seperti isi gugatan pemohon, hal tersebut melanggar prinsip open legal policy yang ditegaskan dalam berbagai putusan MK.
“Bahkan lebih jauh, hal tersebut dapat dikatakan melanggar Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang telah memerintahkan agar syarat Capres/Cawapres diatur dalam UU Pemilu,” tegas Oce Madril.
Lebih dalam Oce menjelaskan, bahwa terdapat putusan MK terbaru yang patut dipertimbangkan dalam melihat perkara ini, yaitu putusan MK No. 112/PUU-XX/2022.
Putusan itu berkaitan dengan syarat usia minimal 50 tahun untuk dapat mencalonkan diri sebagai Pimpinan KPK.
Dalam putusan tersebut, MK tidak mengubah syarat usia minimal.
Tetapi menambahkan syarat bahwa seseorang yang pernah atau sedang menjabat sebagai pimpinan KPK, maka dapat mencalonkan kembali untuk menjadi Pimpinan KPK pada periode kedua.
“Meskipun umurnya kurang dari 50 tahun,” ujar Oce.
Oce melanjutkan, dari putusan tersebut dapat ditarik kesimpulan, MK tidak mengubah usia minimal untuk menjadi pimpinan KPK yang telah ditentukan dalam UU KPK.
Bahwa MK memang menambahkan syarat baru, tetapi syarat tersebut sangat terbatas hanya berlaku bagi pimpinan KPK yang sedang menjabat apabila ingin mencalonkan kembali menjadi pimpinan KPK di periode kedua.
“Syarat baru tersebut tidak berlaku bagi umum, jadi sangat spesifik,” ungkap Oce.
Dengan demikian, kata Oce lagi, dapat dikatakan bahwa hingga saat ini sebenarnya MK masih konsisten dengan pendiriannya mengenai syarat usia merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang ditentukan oleh undang-undang, bukan oleh putusan MK.Sehingga, kata Oce, apabila nantinya MK mengubah pendiriannya dalam putusan berkaitan dengan usia minimal Capres/Cawapres, maka MK dapat dianggap larut dalam dinamika politik pilpres yang akhir-akhir ini disaksikan oleh publik secara luas.
“Inkonsistensi sikap MK ini dapat menurunkan kredibilitas MK sebagai the guardian of constitution,” tutup Oce.