Partai Gelora Tak Ragu Dukung Gibran Jadi Cawapres Prabowo
Anis Matta berpandangan tidak boleh ada diskriminasi usia untuk menjadi pemimpin.
Anis Matta berpandangan tidak boleh ada diskriminasi usia untuk menjadi pemimpin.
Partai Gelora Tak Ragu Dukung Gibran Jadi Cawapres Prabowo
Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mendukung Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024. Partai Gelora tidak ragu mendukung Gibran, ia yakin pasangan Prabowo-Gibran akan memenangi kontestasi Pilpres 2024.
Penegasan ini disampaikan Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Anis Matta melalui keterangan pers resminya, Jumat (20/10/2023) merespon sejumlah pihak yang masi ragu terjadap sosok putra sulung Presiden Joko Widodo atsu Jokowi.
"Partai Gelora mendukung Mas Gibran sebagai calon wakil presiden Pak Prabowo. Cawapres Gelora Gibran," tegasnya.
Terkait dukungan tersebut, Anis Matta menyebut tiga alasan yang mendasari kenapa Partai Gelora mendukung Gibran sebagai cawapres Prabowo. Pertama Gibran melanjutkan rekonsiliasi antara Prabowo dengan Presiden Jokowi.
Alasan kedua, Gibran akan menambah kekuatan elektoral Prabowo di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan alasan ketiga adalah perpaduan generasi, dimana Prabowo adalah calon presiden (capres) tertua, sementara Gibran cawapres termuda.
"Saya kira tiga alasan ini menemukan relevansinya, apalagi kalau bicara rekonsiliasi dan pembelahan yang tajam, yang potensinya juga akan terjadi di Pilpres 2024. Jadi ketika orang berpikir ragu-ragu, kita justru yakin," katanya.
Diketahui, sebagai capres dukungan Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo telah mengantongi empat nama cawapres dari empat wilayah, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Luar Jawa.
Pemilihan satu nama cawapres diserahkan kepada Prabowo dan akan dibahas para pimpinan partai KIM. Rencananya, cawapres Prabowo semula akan diumumkan pada awal pekan ini. Namun, hal itu tertunda, karena salah satu parpol KIM, yakni Ketua Umum PAN Zulkili Hasan sedang mengikuti kunjungan Presiden Jokowi ke China dan Arab Saudi. Pengumuman cawapres Prabowo menunggu semua pimpinan KIM hadir.
Lebih lanjut, Anis Matta menilai mendorong Gibran sebagai cawapres Prabowo, bukan berarti melanggengkan politik dinasti. Di dalam alam demokrasi, tidak dikenal politik dinasti, karena semua dikembalikan kepada rakyat.
Ia lantas mencontohkan sepak terjang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Puan Maharani dalam politik, yang dianggap sebagai kelanjutan dinasti politik Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden RI-5 Megawati Soekarnoputri.
Artinya, di dalam sistem demokrasi Pemilu, tidak ada politik dinasti, semuanya setara dan bergantung kepada rakyat, apakah figur yang bersangkutan diterima atau tidak.
"Coba apa kurangnya Puan, dia anak Megawati. Puan juga sudah kampanye mau jadi capres ke sana kemari, sampai membentuk Dewan Kolonel, tetap nggak dipilih sama PDIP, karena memang pertimbangannya adalah elektabilitas," katanya. Anis Matta berpandangan tidak boleh ada diskriminasi usia untuk menjadi pemimpin, dengan menghilangkan hak anak muda. Padahal suara anak muda diperebutkan dalam setiap pemilihan atau election.
"Jadi ketika orang sudah menjadi voters di usia muda, maka pada saat yang sama tidak boleh dihilangkan haknya untuk menjadi pemimpin," tegasnya.
Kiprah para pemimpin muda, kata Anis Matta, juga banyak dikenal dalam sejarah Islam dan berhasil seperti Umar bin Abdul Azis, Khalifah Dinasti Umayyah dan Muhammad al-Fatih (Mehmed II), Sultan Ustmaniyah, Turki. "Dalam sejarah Islam pun, pemimpin yang muda-muda banyak, ada Umar bin Abdul Azis itu umurnya 35 tahun waktu jadi khalifah. Jadi kalau jadi presiden atau wakil presiden bolehlah dibawa 40 tahun, tapi kalau jadi nabi harus diatas 40," tandasnya.
Menurut Anis Matta, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas usia capres-cawapres 40 tahun atau yang menduduki jabatan yang dipilih dari Pemilu/Pilkada pada Senin (16/10/2023), bisa saja dikaitkan dengan isu keluarga Presiden Jokowi agar putra sulungnya bisa maju sebagai cawapres.
"Keputusan MK ini memang gampang dihubungkan dengan isu keluarga, tapi kita mesti melihat hal ini, bukan hanya berlaku di 2024, tetapi juga di 2029 dan seterusnya. Kita harus memandang ini dari sisi keadilan," katanya.