Pengamat Politik: Bung Karno Buat Sistem Republik, Agar Anak Presiden Tak Dapat Previlige
Arah perjalanan politik Indonesia telah mengingkari kesepakatan para pendiri republik
Arah perjalanan politik Indonesia telah mengingkari kesepakatan para pendiri republik
Pengamat Politik: Bung Karno Buat Sistem Republik, Agar Anak Presiden Tak Dapat Previlige
Pengamat Politik dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman Ph.D mengatakan, Bung Karno bersama Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Tan Malaka menegaskan sistem politik republik sebagai corak utama Indonesia Merdeka.
Airlangga memperdalam, seperti yang ditegaskan oleh Bung Karno dalam Pidato Lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945 menguraikan, dengan corak sistem republik, maka tidak memungkinkan seseorang yang menjadi Presiden kemudian otomatis diteruskan oleh anaknya menjadi kepala negara.
Menurut Airlangga, sehubungan dengan kondisi sekarang, maka arah perjalanan politik Indonesia telah mengingkari kesepakatan para pendiri republik (The Founders of Republic).Dimana keluarga khususnya anak dari presiden mendapatkan previlege (keistemewaan) melalui keputusan MK untuk memperoleh kesempatan menjadi wakil presiden.
“Arah politik yang memperlihatkan menguatnya previlege dari keluarga pemimpin, bertentangan dengan napas Pancasila seperti dikumandangkan oleh Bung Karno dalam Lahirnya Pancasila,” ujar Airlangga yang juga merupakan alumnus Ph.D dari Murdoch University Australia.
Hal ini diungkap Airlangga saat hadir di acara acara bedah buku Merahnya Ajaran Bung Karno yang diselenggarakan oleh Universitas Trunojoyo Madura.
Kata Airlangga, Bung Karno menyatakan Republik Indonesia yang akan dibangun jangan sampai mengagungkan satu orang, memberi kekuasaan pada satu golongan kaya maupun aristokrat.
Namun Indonesia dimana negara ini adalah milik semua, semua untuk semua.
“Sementara keistimewaan maupun pemanfaatan hukum bagi kepentingan kekuasaan yang tengah terjadi adalah pengingkaran terhadap prinsip republik sebagai esensi dari Pancasila,” ujar Airlangga.
Airlangga menambahkan, fenomena penciptaan politik dinasti melalui pemanfaatan institusi hukum ini juga memperlihatkan terjadinya krisis terhadap republik.
“Dimana kekuasaan tak terbatas akan menjadi ancaman bagi fase mutakhir dari pembajakan atas demokrasi,” ujar Airlangga.