Pro Kontra Lonjakan Suara PSI Sudah 3% Lebih, Masuk Akal atau Tidak?
Sebelumnya, partai yang diketuai oleh Kaesang Pangarep itu hanya memperoleh 2.001.493 suara atau 2,68 persen pada 26 Februari lalu
Sebelumnya, partai yang diketuai oleh Kaesang Pangarep itu hanya memperoleh 2.001.493 suara atau 2,68 persen pada 26 Februari lalu
Pro Kontra Lonjakan Suara PSI Sudah 3% Lebih, Masuk Akal atau Tidak?
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengalami lonjakan suara drastis di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kali ini dengan mengantongi 2.404.282 suara atau 3,13 persen dari total 65,85% suara masuk pada Senin (4/3) pukul 2 Siang.
Sebelumnya, partai yang diketuai oleh Kaesang Pangarep itu hanya memperoleh 2.001.493 suara atau 2,68 persen pada 26 Februari lalu.
Diketahui kejanggalan suara PSI dimulai pada tangga 1 Maret 2024 saat suara partai berlogo bunga mawar itu mencapai 3,02% dan meningkat hingga menyentuh 3,03% pada hari yang sama pukul 10.00.
Kenaikan suara sebesar 0,45% dalam rentang waktu 6 hari itu menuai pro dan kontra dari banyak pihak.
Diduga bahwa penggelembungan suara tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan angka perolehan suara PSI yang tercatat di Sirekap dengan formulir model C1 yang ada di situs resmi KPU pada beberapa daerah.
Salah satunya di Kota Cilegon, tepatnya Kabupaten Bulakan TPS 2 dimana tercatat PSI memperoleh 50 suara di Sirekap namun 0 suara pada formulir C.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy menduga bahwa suara PSI berasal dari suara yang dianggap tidak sah yang kemudian dihitung dan dimasukkan sebagai suara PSI.
Atas dugaan tersebut Romy mendesak agar DPR menggunakan hak angketnya untuk menelusuri akar kecurangan Pemilu ini.
Romy menambahkan perolehan suara PSI yang melejit tergolong tidak masuk akal mengingat PSI merupakan partai baru tanpa infrastruktur yang mengakar dan calon legislatifnya tidak melakukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat.
Senada dengan Romy, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai melonjaknya suara tajam bagi partai PSI dalam rentang waktu yang singkat dan presentase suara yang masuk relatif sama.
"Bagi Koalisi Masyarakat Sipil yang sangat akrab dengan data riset serta terbiasa membaca tren dan dinamika data, lonjakan persentase suara PSI di saat data suara masuk di atas 60% itu tidak lazim dan tidak masuk akal," ujar Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, Minggu (3/3).
Koalisi Masyarakat Sipil juga mendorong DPR agar segera mengambil hak angket karena situasi terkait melonjaknya suara PSI dinilai sebagai kejahatan pemilu yang harus diusut lebih jauh.
Sedangkan Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, berdalih bahwa penambahan suara dalam proses rekapitulasi merupakan hal yang wajar, "Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," tambah Grace dalam keterangan pers, Sabtu (2/3).
Grace menyuruh masyarakat untuk menunggu hasil final langsung dari KPU dan berharap tidak ada pihak-pihak yang menggiring opini menyesatkan.
Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku tidak tahu-menahu mengenai lonjakan suara yang dimaksud. Lembaga tersebut menegaskan bahwa hasil yang tertera pada Sirekap tidak menentukan hasil final pemilu, melainkan hasil rekapitulasi manual lah yang akan menunjukkan hasil akhir nantinya.
PSI sendiri dapat melenggang ke Senayan apabila dalam sisa waktu rekapitulasi ini partai tersebut mampu mendapatkan 0,87 persen suara tambahan sehingga mencapai suara 4 persen.
(Reporter magang: Alma Dhyan Kinansih)