Profil Nadiem Makarim yang Disentil oleh Wapres Gibran Soal Surat, Intip Faktanya!
Profil lengkap Nadiem Makarim, dari pendiri Gojek hingga menjadi Menteri Pendidikan yang disentil Wapres Gibran soal kebijakannya.
Nadiem Makarim, yang dikenal sebagai pengusaha sukses dan saat ini menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kembali menjadi sorotan publik setelah mendapat sentilan dari Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka.
Pernyataan Wapres Gibran mengenai kebijakan yang diterapkan Nadiem memicu perdebatan di kalangan masyarakat serta pejabat pemerintahan. Di balik kritik tersebut, Nadiem memiliki latar belakang pendidikan dan karier yang mengesankan, baik di sektor swasta maupun pemerintahan.
Nadiem dikenal sebagai pendiri Gojek, platform teknologi yang kini menjadi salah satu perusahaan rintisan terbesar di Asia Tenggara. Sebagai pemimpin di Kemendikbudristek, ia banyak melakukan terobosan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Meski mendapat banyak apresiasi, kebijakan-kebijakannya tak jarang memicu pro dan kontra, termasuk dari pejabat tinggi seperti Gibran.
Lantas, bagaimana perjalanan karier Nadiem Makarim hingga menjadi salah satu menteri yang sering menjadi pusat perhatian? Simak profil lengkapnya berikut ini yang dirangkum Merdeka.com dari berbagai sumber, Selasa (12/11).
Dari SD Al Izhar Jakarta hingga Harvard Business School
Nadiem Anwar Makarim lahir pada 4 Juli 1984. Ia berasal dari keluarga terpandang dengan latar belakang multikultural. Ayahnya, Nono Anwar Makarim, adalah seorang pengacara dan aktivis, sementara ibunya, Atika Algadri, adalah penulis lepas. Sejak kecil, Nadiem menempuh pendidikan di berbagai institusi bergengsi, mulai dari SD Al Izhar Jakarta hingga United World College di Singapura.
Setelah menyelesaikan SMA, Nadiem melanjutkan studi di Brown University, Amerika Serikat, dengan mengambil jurusan Hubungan Internasional. Gelar Master of Business Administration (MBA) diraihnya di Harvard Business School, yang membentuk dasar pemikirannya dalam dunia bisnis dan manajemen.
Merintis Karier sebagai Konsultan hingga Melabuhkan Hati di Gojek
Perjalanan karier Nadiem dimulai sebagai konsultan di McKinsey & Company pada tahun 2006. Selama tiga tahun bekerja di sana, ia mengasah kemampuan dalam analisis bisnis dan strategi manajemen. Pada 2011, Nadiem beralih ke dunia startup sebagai Co-Founder dan Managing Director Zalora Indonesia, sebuah platform e-commerce fashion yang menjadi pionir di Indonesia.
Namun, ambisi besar Nadiem membawanya untuk mendirikan Gojek pada tahun 2010. Berawal sebagai layanan panggilan ojek motor melalui telepon, Gojek berkembang pesat menjadi aplikasi super yang menyediakan lebih dari 20 layanan, mulai dari transportasi, makanan, hingga pembayaran digital melalui GoPay.
Puncak Karier di Gojek
Nadiem memimpin Gojek hingga perusahaan tersebut mendapatkan status dekakorn dengan valuasi mencapai US$10 miliar. Gojek menjadi salah satu startup terbesar di Asia Tenggara dan mendapatkan berbagai pendanaan dari investor global seperti KKR, Sequoia Capital, dan Warburg Pincus.
Keberhasilan ini menjadikan Nadiem sebagai salah satu tokoh bisnis terkemuka di Indonesia, yang bahkan masuk dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia. Pada 2016, ia menerima penghargaan The Straits Times Asian of the Year sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam inovasi teknologi.
Terobosan di Kemendikbudristek dan Lahirnya Merdeka Belajar
Pada Oktober 2019, Nadiem dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Di bawah kepemimpinannya, Nadiem meluncurkan program "Merdeka Belajar" yang berfokus pada transformasi sistem pendidikan. Beberapa kebijakan besar yang diterapkan meliputi penggantian Ujian Nasional dengan Asesmen Nasional serta pengenalan Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel.
Inisiatif Nadiem juga mencakup peluncuran Kampus Merdeka, yang memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih jalur belajar di luar program studi utama. Program ini mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan, meskipun terdapat kritik terkait implementasinya.
Sentilan dari Wakil Presiden Gibran
Baru-baru ini, Wakil Presiden Gibran Rakabuming menyampaikan kritik terhadap beberapa kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh Nadiem. Gibran menilai program Merdeka Belajar belum sepenuhnya efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya di daerah-daerah tertinggal.
Pernyataan tersebut memicu diskusi di kalangan masyarakat dan akademisi, yang mempertanyakan apakah terobosan Nadiem sudah sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini.
Pengangkatan Guru Honorer Melalui PPPK
Salah satu kebijakan yang menonjol dari Nadiem adalah pengangkatan guru honorer melalui Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Program ini dirancang untuk memberikan status yang lebih jelas kepada guru honorer serta meningkatkan kesejahteraan mereka. Hingga 2024, sebanyak 774.999 guru telah diangkat sebagai ASN PPPK, yang meningkatkan jumlah ASN guru hingga 61%.
Langkah ini dianggap sebagai solusi untuk masalah ketidakpastian karier bagi guru honorer, meskipun masih ada kritik terkait proses seleksi yang dianggap tidak adil oleh beberapa pihak.
Masa Jabatan dan Tantangan Ke Depan
Masa jabatan Nadiem di Kemendikbudristek akan berakhir pada 2024. Selama kepemimpinannya, Nadiem telah melakukan berbagai perubahan signifikan di sektor pendidikan.
Meskipun mendapat banyak apresiasi, tantangan besar masih menantinya, terutama terkait dengan peningkatan kualitas pembelajaran di seluruh Indonesia.
Publik kini menantikan apakah program-program inovatif yang telah ia rintis akan berlanjut di masa mendatang atau justru akan mengalami revisi di bawah kepemimpinan yang baru.
Apa latar belakang pendidikan Nadiem Makarim?
Nadiem menempuh pendidikan di Brown University dan Harvard Business School.
Apa saja kebijakan utama yang diperkenalkan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan?
Program Merdeka Belajar, Kurikulum Merdeka, dan Kampus Merdeka adalah beberapa kebijakan utama yang diperkenalkan.
Mengapa Wapres Gibran mengkritik kebijakan Nadiem?
Gibran menilai kebijakan Nadiem belum sepenuhnya efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan, terutama di daerah tertinggal.