Apa Itu Brainrot dan Kenali Dampaknya pada Kesehatan Mental Kita
Brain rot menggunakan istilah yang sedang populer di tahun ini. Kenali arti dan dampaknya.
Setiap tahun, Oxford University Press memilih satu kata atau frasa yang mencerminkan diskursus sosial terkini sebagai "Word of the Year." Untuk tahun 2024, kata yang terpilih adalah brain rot. Sebuah istilah yang mencerminkan kekhawatiran terhadap konsumsi berlebihan konten berkualitas rendah, terutama di dunia digital yang semakin mendominasi.
Menurut Oxford English Dictionary (OED), brain rot (atau sering disebut brainrot) diartikan sebagai, “kemerosotan kondisi mental atau intelektual seseorang akibat konsumsi berlebihan terhadap materi yang dianggap remeh atau tidak menantang, khususnya konten daring.” Sebagai contoh, maraton video teori konspirasi tidak hanya dapat menyebabkan seseorang mengalami brain rot, tetapi konten itu sendiri sering kali juga dilabeli dengan istilah ini.
-
Apa dampak gaya hidup tidak sehat terhadap otak? Gaya hidup yang tidak sehat, seperti konsumsi rokok dan vape, serta kebiasaan begadang, dapat secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya demensia.
-
Apa itu mental health? Mental health adalah kondisi kesehatan yang mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Hal ini mencakup bagaimana seseorang merasakan, berpikir, dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
-
Apa itu mati batang otak? Mati batang otak adalah kondisi ketika batang otak, bagian bawah otak yang mengatur fungsi vital tubuh seperti pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah, berhenti berfungsi secara permanen.
-
Apa dampak kesehatan mental yang buruk terhadap tubuh? Gangguan kesehatan mental yang tidak diobati atau dikelola dengan baik dapat meningkatkan risiko penyakit fisik yang membahayakan diri seseorang seperti penyakit jantung, diabetes, obesitas, dan gangguan tidur atau insomnia.
-
Apa penyakit keterbelakangan mental itu? Keterbelakangan mental merupakan suatu kondisi medis yang memengaruhi fungsi intelektual dan keterampilan adaptif seseorang.
-
Apa itu tumor otak? Tumor merupakan bentuk pertumbuhan dari sel abnormal yang terjadi karena gen pengatur pertumbuhan sel tidak berfungsi secara normal. Sedangkan, tumor otak adalah tumor yang tumbuh dan berkembang di dalam jaringan otak.
Kenaikan penggunaan istilah ini tidak main-main. Data menunjukkan peningkatan penggunaannya sebesar 230 persen dari 2023 ke 2024, menjadikannya salah satu istilah yang paling relevan di tahun ini. Casper Grathwohl, Presiden Oxford Languages, menyatakan, “‘Brain rot’ berbicara tentang salah satu bahaya yang dirasakan dari kehidupan virtual kita dan bagaimana kita menggunakan waktu luang. Ini adalah bab berikutnya dalam percakapan budaya tentang kemanusiaan dan teknologi.”
Namun, apa sebenarnya dampak dari brain rot ini pada kesehatan mental kita? Dan seberapa serius kita harus menyikapi fenomena ini?
Fenomena Brainrot: Antara Kekhawatiran dan Fakta
Seiring meningkatnya ketergantungan kita pada perangkat digital, banyak pihak menganggap brain rot sebagai konfirmasi dari bahaya konsumsi digital yang berlebihan. Tanda-tanda brain rot sering kali mencakup peningkatan penggunaan slang internet dalam percakapan sehari-hari, serta kecenderungan kehilangan kontak dengan realitas di dunia nyata.
Bagi beberapa pihak, istilah ini tidak hanya menjadi candaan, tetapi juga dianggap sebagai permasalahan kesehatan mental yang serius. Newport Institute di Connecticut, misalnya, menyamakan brain rot dengan ketergantungan digital atau layar. Hal ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas bahwa paparan konten daring berkualitas rendah dapat memengaruhi kondisi emosional, fokus, bahkan fungsi kognitif seseorang.
Namun, beberapa ahli skeptis terhadap klaim ini. Dr. Poppy Watson dari University of New South Wales (UNSW), misalnya, menyatakan bahwa hubungan antara konsumsi konten daring dan penurunan fungsi kognitif sejauh ini bersifat korelatif, bukan sebab-akibat. “Penelitian belum menunjukkan adanya hubungan kausal antara penggunaan perangkat digital secara berlebihan dan penurunan kemampuan kognitif,” ujarnya.
Sebaliknya, faktor-faktor seperti status sosial ekonomi, akses pendidikan, dan pola makan dianggap lebih signifikan dalam memengaruhi kesehatan otak. Fenomena ini juga diperkuat dengan data bahwa skor IQ rata-rata justru meningkat selama abad ke-20 hingga awal abad ke-21, sebuah tren yang dikenal sebagai Flynn Effect.
Dampak pada Kesehatan Mental: Mitos atau Kenyataan?
Selain kognisi, aspek lain yang sering disorot dalam perdebatan tentang brain rot adalah kesehatan mental. Sebuah studi besar yang dilakukan oleh Dr. Sophie Li dari Black Dog Institute mencoba mengeksplorasi hubungan antara penggunaan perangkat digital dengan kesehatan mental, khususnya pada remaja.
Hasil awal studi tersebut menunjukkan bahwa meskipun ada korelasi antara waktu layar yang lebih panjang dengan skor kesehatan mental yang lebih rendah, hubungan sebab-akibatnya tidaklah jelas. “Ketika kami mengamati dampaknya dalam jangka panjang, hubungan itu menjadi hampir tidak signifikan,” jelas Dr. Li.
Namun demikian, kekhawatiran orang tua terhadap dampak teknologi digital tetap valid. Bagi mereka yang tumbuh di era tanpa internet, dunia di mana remaja selalu terpaku pada layar bisa terasa asing dan mengkhawatirkan.
Brainrot dan Ketakutan terhadap Teknologi
Kekhawatiran terhadap brain rot bukanlah fenomena baru. Sepanjang sejarah, setiap kemajuan teknologi sering kali disambut dengan rasa takut. Filsuf Yunani kuno, Socrates, pernah mencela tulisan karena dianggap dapat melemahkan ingatan. Demikian pula, kemunculan mesin cetak, radio, dan televisi semuanya pernah dianggap sebagai ancaman bagi interaksi sosial.
Namun, teknologi tersebut akhirnya menemukan tempatnya dalam kehidupan masyarakat, sering kali memperkaya daripada menggantikan sistem yang ada. Dengan demikian, dapatkah brain rot menjadi salah satu manifestasi dari ketakutan terhadap perubahan teknologi?
Dr. Watson berpendapat bahwa brain rot adalah fenomena unik karena sifat algoritma digital yang sangat terkurasi. “Konten daring dirancang untuk menjaga perhatian pengguna, sehingga kita tidak mendapatkan informasi yang sama. Algoritma memilih apa yang kita lihat, menciptakan pengalaman digital yang sangat personal dan terfragmentasi,” ujarnya.
Meskipun bukti ilmiah tentang brain rot masih terbatas, para ahli sepakat bahwa penting untuk mengatur penggunaan perangkat digital. Dr. Li menyarankan beberapa langkah untuk menciptakan ruang digital yang lebih sehat, seperti menetapkan batasan waktu layar, mempromosikan aktivitas offline, dan mendidik anak-anak tentang risiko serta tanggung jawab digital.