Bahaya Kebiasaan Doomscrolling, Bisa Memicu Brainrot dan Mengancam Kesehatan Mental
Membuka smartphone dan tenggelam di dalamnya atau doomscrolling bisa memiliki sejumlah dampak berikut ini:
Kebiasaan doomscrolling kini menjadi perhatian serius karena dampak buruknya terhadap kesehatan mental dan fisik. Istilah brain rot, yang dinobatkan sebagai Word of the Year oleh Oxford Dictionary, menggarisbawahi bagaimana konsumsi berlebihan terhadap konten daring yang trivial atau tidak menantang dapat merusak keadaan mental seseorang.
Dilansir dari Psychology Today, menurut definisi resmi Oxford, brain rot adalah “kemerosotan mental atau intelektual seseorang akibat konsumsi materi, terutama konten daring, yang dianggap remeh atau tidak menantang.”
-
Apa dampak doomscrolling pada kesehatan mental? Doomscrolling dapat menyebabkan dan memperburuk berbagai masalah kesehatan mental, antara lain: Kecemasan Berlebihan: Membaca berita negatif secara terus-menerus dapat memicu perasaan cemas yang berlebihan. Individu sering kali merasa tertekan dan ketakutan, yang membuat mereka sulit untuk beraktivitas sehari-hari dengan baik. Penelitian menunjukkan bahwa doomscrolling berhubungan positif dengan tingkat kecemasan dan distres psikologis.
-
Apa saja yang bisa diperburuk dengan doomscrolling? Doomscrolling bisa memperkuat pikiran dan perasaan negatif yang kita miliki. Doomscrolling bisa membuat kita merasa tidak berdaya, tidak berharga, atau tidak berharap. Doomscrolling juga bisa mengurangi rasa bahagia, puas, atau bersyukur yang kita rasakan.
-
Kenapa doomscrolling bisa meningkatkan stres? Doomscrolling bisa meningkatkan kadar hormon stres kortisol dan adrenalin di tubuh kita. Hormon stres ini bisa menyebabkan reaksi fight-or-flight, yang membuat kita merasa cemas, marah, atau terancam.
-
Apa itu doomscrolling? 'Doomscrolling mengacu pada kebiasaan kita menyelami lubang kelinci di internet, membaca, mencari, dan ‘menyelidiki’ masalah-masalah hari itu.'
-
Siapa yang rentan terhadap doomscrolling? Anak-anak juga sangat rentan terhadap dampak doomscrolling: Meningkatkan Kecemasan dan Depresi: Paparan berita negatif dapat meningkatkan kecemasan pada anak-anak, membuat mereka lebih rentan terhadap gangguan emosional di masa depan.
-
Kenapa orang melakukan doomscrolling? Perilaku ini sering muncul karena rasa ingin tahu yang alami untuk mengetahui informasi terbaru, terutama di masa krisis atau peristiwa besar seperti pandemi, kerusuhan politik, perubahan iklim, atau bencana alam.
Istilah ini, meskipun baru populer belakangan, sebenarnya memiliki akar sejarah yang panjang. Dalam bukunya yang terbit pada 1854, Walden, Henry David Thoreau menulis, “Sementara Inggris berusaha menyembuhkan busuk kentang, tidakkah ada yang akan mencoba menyembuhkan busuk otak yang jauh lebih meluas dan fatal?” Thoreau mengkritik simplifikasi berlebihan dalam hidup dan menggambarkan brain rot sebagai akibat dari memadamkan rasa ingin tahu alami, terjebak dalam pengejaran keuntungan, dan terpaku pada berita serta tren terbaru.
Apa Itu Doomscrolling?
Doomscrolling merujuk pada kebiasaan terus-menerus mengonsumsi konten berita atau media sosial yang berisi informasi negatif, seperti tragedi, krisis, atau bencana. Menurut Harvard Health, perilaku ini dapat memicu gangguan tidur, meningkatkan stres, dan memperburuk kesehatan mental.
Media, yang sering kali mengutamakan berita buruk dengan prinsip “If it bleeds, it leads,” memberikan asupan berita negatif yang tiada henti. Meskipun otak kita dirancang untuk menangani kabar buruk dalam dosis kecil, eksposur kronis terhadap berita menyeramkan dapat mengganggu keseimbangan emosional. Dr. Kate Mannell, seorang peneliti studi media dari Deakin University di Australia, mencatat bahwa pandemi COVID-19 membuat masyarakat “lebih cenderung” melakukan doomscrolling karena meningkatnya volume berita buruk dan banyaknya waktu luang.
Namun, bahkan setelah pandemi mereda, dunia tetap dipenuhi berita buruk—perang di Ukraina, bencana iklim, serangan di Israel, penembakan massal di sekolah, dan berbagai tragedi lainnya. Keberadaan perangkat seperti ponsel pintar yang selalu ada di tangan membuat perilaku ini sulit dihentikan.
Dampak Negatif Doomscrolling
Penelitian yang dilakukan setelah pandemi mengungkap dampak signifikan doomscrolling terhadap kesehatan mental. Sebuah studi pada 2023 menemukan bahwa doomscrolling berhubungan dengan menurunnya kepuasan hidup dan kesehatan mental. Perilaku ini memperkuat pikiran negatif, memperburuk depresi, dan kecemasan yang sudah ada sebelumnya.
Menurut penelitian yang diterbitkan di Health Communication, dari lebih dari 1.000 responden yang disurvei, hampir 17 persen yang mengakui konsumsi berita secara “sangat bermasalah” melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi dan kondisi fisik yang lebih buruk. Salah satu penulis utama studi tersebut, Dr. Bryan McLaughlin, menyatakan bahwa kebiasaan membanjiri diri dengan siklus berita 24 jam dapat membuat seseorang merasa bahwa dunia adalah tempat yang “gelap dan berbahaya.”
Dr. Aditi Nerurkar, dosen di Harvard Medical School, menjelaskan bahwa doomscrolling merangsang sistem limbik di otak, yang bertanggung jawab atas respons fight or flight. Alih-alih menghindari berita buruk, individu yang terjebak dalam perilaku ini cenderung terus mencarinya untuk meredakan rasa takut mereka, yang justru menciptakan siklus destruktif.
Penelitian McLaughlin menunjukkan bahwa mereka yang kesulitan melepaskan diri dari berita negatif mengalami lima dimensi masalah: terlalu menyerap konten berita, terus-menerus memikirkan berita tersebut, mencoba meredakan kecemasan dengan mengonsumsi lebih banyak berita, hingga mengakui bahwa konsumsi berita telah mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.
Pengaruh Langsung pada Otak
Doomscrolling tidak hanya berdampak pada emosi, tetapi juga memengaruhi struktur otak. Dr. Nerurkar menjelaskan bahwa doomscrolling memicu hiperaktivasi amigdala, bagian otak yang terlibat dalam respons terhadap bahaya. Ketika amigdala menjadi dominan, fungsi korteks prefrontal—yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pengendalian impuls—akan menurun.
Doomscrolling juga dapat memengaruhi neuroplastisitas otak, yaitu kemampuan otak untuk membentuk jalur baru sebagai respons terhadap kebiasaan. Kebiasaan ini menciptakan pola pikir yang terus-menerus mencari berita negatif, memperkuat siklus yang merusak.
Sebuah studi pada 2021 yang diterbitkan di Molecular Psychiatry menemukan penurunan signifikan pada materi abu-abu di beberapa area otak individu dengan perilaku internet yang bermasalah (problematic users). Hal ini menunjukkan bahwa doomscrolling dapat mengubah struktur fisik otak, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami implikasi jangka panjangnya.
Mengurangi Kebiasaan Doomscrolling
Dr. Mannell mencatat bahwa menghindari berita secara parsial dapat membantu mengurangi kecemasan dan gangguan fokus. Dalam surveinya selama penguncian di Australia, peserta yang membatasi konsumsi berita melaporkan tingkat stres yang lebih rendah.
Beberapa langkah sederhana untuk mengurangi doomscrolling meliputi:
Batasi Waktu Online: Gunakan timer untuk mengontrol durasi penggunaan perangkat.
Fokus pada Aktivitas Positif: Ganti kebiasaan doomscrolling dengan olahraga, meditasi, atau menghabiskan waktu di alam.
Pilih Sumber Berita yang Positif: Kurasi umpan berita Anda agar menampilkan konten yang lebih inspiratif atau edukatif.
Lacak Waktu Layar Anda: Gunakan aplikasi untuk memantau durasi penggunaan perangkat dan atur pengingat untuk berhenti.
Mengurangi doomscrolling bukan hanya soal kesehatan mental, tetapi juga membantu Anda mendapatkan kembali kendali atas kehidupan sehari-hari. Jadi, sebelum kebiasaan ini mengakar lebih dalam dan memicu brain rot, saatnya mengambil langkah untuk melindungi diri Anda.