Hikikomori, Mengapa Orang Jepang Memilih Mengisolasi Diri?
Hikikomori melibatkan penarikan diri dan menghindari aktivitas sosial selama enam bulan hingga bertahun-tahun, bahkan terkadang tanpa komunikasi keluarga.
Mungkin masih asing di telinga orang Indonesia, namun, di Jepang, istilah "hikikomori" digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang memilih menarik diri dari masyarakat, terutama di usia remaja dan awal dewasa.
Hikikomori, Mengapa Orang Jepang Memilih Mengisolasi Diri?
Tindakan ini melibatkan penarikan diri dan menghindari aktivitas sosial selama enam bulan hingga bertahun-tahun, bahkan terkadang tanpa komunikasi keluarga.
Hikikomori vs Kecemasan Sosial
Meskipun mirip dengan gangguan kecemasan sosial, hikikomori berbeda. Keputusan untuk menyendiri tidak selalu didasarkan pada rasa takut sosial.
Seseorang yang lebih suka menyendiri beberapa hari lalu kembali beraktivitas tidak dapat dianggap mengalami hikikomori.
-
Kenapa orang Jepang menjadi hikikomori? Pengidap hikikomori pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekolah, di mana mereka mengalami bullying tanpa satu orang pun yang membela.
-
Siapa yang terdampak isolasi sosial karena gangguan mental? Banyak orang dengan gangguan kesehatan mental mengalami isolasi sosial karena stigma atau karena gejala-gejalanya yang menghambat kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain.
-
Kenapa introvert lebih suka menyendiri? Orang-orang introvert merasa lebih nyaman berfokus pada pemikiran dan gagasan batinnya daripada apa yang terjadi secara eksternal.
-
Kenapa introvert lebih suka sendiri? Menurut Jung, introvert memilih berkutat dengan diri sendiri untuk untuk mengisi ulang energi, sementara ekstrovert mencari orang lain untuk memenuhi energi mereka.
-
Bagaimana cara orang yang hidup sendiri menghindari depresi? Individu yang tinggal sendiri terlibat aktif dalam aktivitas pekerjaan atau kegiatan komunitas, aktif dalam media sosial, dan dukungan emosional yang membantu menjaga kesehatan mental mereka.
Tanda dan Gejala Hikikomori
Beberapa gejala hikikomori, seperti yang diidentifikasi dalam penelitian Frontiers in Psychiatry (2016), melibatkan menghabiskan sebagian besar waktu di dalam rumah, kekurangan teman, gangguan tidur, kehilangan semangat terhadap sekolah atau pekerjaan, dan isolasi diri selama minimal enam bulan.
Penyebab Hikikomori
Penyebab pasti hikikomori belum diketahui, tetapi beberapa faktor diduga berkontribusi.
Bullying di lingkungan sekolah, tekanan akademis yang tinggi, kurangnya kasih sayang atau perhatian berlebihan dari keluarga, dan perkembangan teknologi yang memungkinkan isolasi digital, semuanya dapat menjadi pemicu.Bukan hanya kurangnya kasih sayang, perhatian yang berlebihan dari orang tua juga bisa menyebabkan seseorang mengalami hikikomori.
Diagnosis Hikikomori
Meskipun belum dikategorikan sebagai gangguan mental, diagnosis hikikomori bisa sulit.
Pemeriksaan menggunakan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental edisi kelima (DSM-5) dapat membantu menilai apakah penarikan diri ini terkait dengan gangguan mental lainnya.
Kondisi penarikan diri dari lingkungan juga bisa menjadi dampak jangka panjang dari gangguan mental.
Pengobatan dan Penanganan
Dalam mengatasi hikikomori, keluarga dan lingkungan berperan penting. Membawa individu tersebut ke psikolog untuk pemeriksaan adalah langkah awal.
Psikoterapi dan obat-obatan mungkin direkomendasikan berdasarkan gejala dan tingkat keparahan.
Pasalnya, seseorang yang mengalami hal tersebut mungkin merasa dirinya tidak membutuhkan bantuan medis.
Hikikomori bukan hanya sekadar memilih menyendiri, tetapi melibatkan isolasi ekstrem yang dapat memengaruhi kesehatan mental.
Meskipun belum diakui sebagai gangguan mental, penting untuk mengakui dampaknya dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Dalam melihat fenomena ini, kita juga perlu mempertimbangkan peran lingkungan sekolah, dinamika keluarga, dan perkembangan teknologi dalam memahami mengapa orang Jepang mungkin memilih mengisolasi diri.