Kebiasaan Thrifting Baju Bekas Diketahui Bisa Menjadi Penyebab Penyebaran Penyakit Menular
Penelitian terbaru ungkap bahwa kebiasaan thrifting baju bekas bisa menjadi sarana penyebaran penyakit menular.
Tren fashion bekas atau thrifting tengah naik daun dalam beberapa tahun terakhir. Bagi banyak konsumen, membeli pakaian bekas merupakan pilihan yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan untuk memperluas koleksi pakaian.
Namun, di balik keuntungan ekonomi dan lingkungan yang ditawarkan, terdapat risiko kesehatan yang perlu diwaspadai. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa pakaian bekas dapat menjadi sarang bagi berbagai penyakit menular.
-
Apa dampak baju bekas impor? Meski memiliki dampak negatif, baik dari segi kesehatan dan perekonomian, aktivitas thrifting masih digemari sebagian masyarakat.
-
Apa yang menyebabkan pakaian bekas menumpuk? Pakaian yang diproduksi secara massal di masa itu dijual dengan harga murah. Gara-gara ini, banyak orang yang berpikir kalau pakaian adalah produk sekali pakai.
-
Kenapa sampah sembarangan jadi sumber penyakit? Sampah yang dibuang sembarangan dapat menjadi sumber penyakit karena menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme patogen.
-
Apa penyakit yang bisa ditimbulkan akibat membuang sampah sembarangan? Penyakit yang ditimbulkan akibat perilaku ini bisa sangat serius, mulai dari infeksi ringan hingga kondisi yang mengancam jiwa.
-
Bagaimana thrifting mendukung fashion berkelanjutan? Thrifting dianggap bisa menjadi salah satu cara untuk mendukung slow fashion sekaligus kepedulian terhadap lingkungan.
-
Dimana jual beli baju bekas impor? Jual-beli pakaian bekas impor marak terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti Bandung, Surabaya, Malang dan banyak lagi lainnya. Bisnis pakaian bekas impor menggiurkan Selain banyak permintaan dari pembeli, keuntungan yang didapatkan oleh penjual juga relatif besar.
Kulit manusia secara alami dilapisi oleh jutaan bakteri, jamur, dan virus, yang secara kolektif disebut sebagai mikrobioma kulit. Setiap kali kita mengenakan pakaian, mikroba-mikroba ini berpindah ke serat kain yang kita pakai.
Menurut Dr. Primrose Freestone, dilansir dari Science Alert, “pakaian dapat menjadi reservoir penting bagi banyak penyakit menular.”
Studi yang dilakukan di beberapa pasar pakaian bekas menunjukkan bahwa mikroba patogen seperti Staphylococcus aureus (penyebab infeksi kulit dan darah), Salmonella, E. coli, serta virus seperti norovirus dan rotavirus dapat hidup pada pakaian yang terkontaminasi. Selain itu, penelitian di Pakistan menemukan keberadaan Bacillus subtilus dan Staphylococcus aureus pada banyak sampel pakaian bekas yang diuji, mikroba ini dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit dan darah.
Risiko penularan penyakit dari pakaian bekas tidak hanya terbatas pada bakteri. Jamur yang menyebabkan infeksi seperti athlete’s foot dan ringworm, serta parasit penyebab penyakit kulit seperti dermatitis dan skabies, juga ditemukan pada pakaian bekas.
Menurut Dr. Freestone, “kulit manusia menghasilkan asam amino, minyak dari folikel rambut, dan protein sel kulit, yang semuanya dapat menempel pada pakaian dan menjadi sumber nutrisi bagi mikroba.”
Bakteri dan Virus Bisa Bertahan Berbulan-bulan
Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa patogen seperti E. coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes dapat bertahan hidup pada pakaian hingga beberapa bulan. Pada bahan katun atau kain campuran, mikroba tersebut bisa hidup hingga 90 hari. Namun, pada kain berbahan poliester, umur mikroba ini bisa mencapai 200 hari, terutama di lingkungan dengan kelembapan tinggi.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, seperti orang lanjut usia, anak-anak, atau individu dengan penyakit autoimun. Mereka yang memiliki daya tahan tubuh lemah lebih rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh mikroba yang mungkin menempel pada pakaian bekas.
Cara Aman Membersihkan Pakaian Bekas
Meski risiko infeksi dari pakaian bekas nyata, ada langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut. Menurut para ahli, mencuci pakaian bekas dengan benar sangat penting. Disarankan untuk mencuci pakaian bekas dengan deterjen pada suhu sekitar 60°C. Suhu tinggi ini tidak hanya efektif menghilangkan kotoran, tetapi juga membunuh kuman dan menonaktifkan patogen yang mungkin menempel.
Apabila mencuci dengan air panas tidak memungkinkan, penggunaan disinfektan laundry dapat menjadi alternatif yang efektif untuk membunuh mikroba. Merendam pakaian bekas dalam air hangat (bukan mendidih) dengan deterjen antibakteri selama dua hingga tiga jam sebelum mencucinya dengan mesin cuci juga dapat membantu menghilangkan patogen.
Selain mencuci, penggunaan pengering bersuhu tinggi atau setrika uap dengan suhu sekitar 60°C juga sangat efektif dalam membunuh bakteri, virus, dan telur parasit yang mungkin tersisa. “Meskipun banyak penjual pakaian bekas mengklaim telah mencuci barang dagangan mereka sebelum dijual, tetap disarankan untuk mencuci ulang pakaian bekas yang baru dibeli sebelum dipakai,” saran Dr. Freestone.
Dengan popularitas thrifting yang terus meningkat, penting bagi para pecinta fashion bekas untuk lebih berhati-hati. Walaupun thrifting menawarkan cara hemat dan berkelanjutan untuk berbelanja, langkah-langkah sanitasi yang tepat harus menjadi prioritas. Mengabaikan pembersihan yang baik bisa menyebabkan risiko kesehatan, terutama bagi mereka yang lebih rentan terhadap infeksi.
Selain pakaian bekas, bahkan pakaian baru yang langsung dikenakan tanpa dicuci pun bisa berisiko. Ini karena pakaian yang dipajang di toko juga bisa terpapar mikroba dari orang-orang yang mencobanya.