Masalah Autoimun Bisa Menyerang Kulit, Kenali Gejala dan Risikonya
Merdeka.com - Penyakit autoimun merupakan suatu penyakit akibat gangguan sistem imun yang membuat imun salah mengenali sel tubuh sendiri. Masalah kesehatan ini bisa menyerang berbagai organ tubuh termasuk pada kulit.
Normalnya, sistem imun membantu menyingkirkan infeksi virus dan bakteri. Namun pada penyakit autoimun, sel tubuh dianggap sebagai suatu benda asing yang akhirnya menyerang tubuhnya sendiri, dan ini masih tidak diketahui alasannya.
Salah satu organ yang dapat mengalami gangguan autoimun adalah kulit, yang kemudian disebut sebagai autoimun kulit.
-
Apa itu penyakit autoimun? Penyakit autoimun merupakan keadaan di mana sistem imun tubuh menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.
-
Kapan gejala penyakit autoimun muncul? Gejala penyakit autoimun adalah gejala yang muncul ketika sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan dan menyerang sel-sel sehat tubuh.
-
Apa yang terjadi dalam penyakit autoimun? Penyakit autoimun merupakan suatu kondisi yang bisa mengancam kesehatan kita. Masalah kesehatan ini bisa berdampak sangat serius pada tubuh.
-
Bagaimana uban muncul akibat gangguan autoimun? Penyakit autoimun juga dapat menyebabkan rambut beruban di usia muda. Penyakit itu merupakan kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang selnya sendiri. Dalam kasus alopecia dan vitiligo, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang rambut dan menyebabkan hilangnya pigmen.
-
Bagaimana penyakit autoimun terjadi? Inilah yang terjadi pada penyakit autoimun, kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel dan jaringan tubuh yang sehat.
dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV, Spesialis kulit dan kelamin dari Klinik Pramudia mengatakan secara umum, gejala autoimun kulit yang biasa ditemukan adalah berupa bercak kemerahan atau bercak berwarna putih yang dapat terjadi pada permukaan kulit, rambut maupun kuku.
"Kadang disertai dengan lepuhan dan keterlibatan mukosa seperti mukosa mulut, mata maupun kelamin. Perjalanan penyakit autoimun kulit ini cenderung kronis jangka panjang dan bersifat kambuhan," ujar dr. Amelia beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
Faktor risiko dari autoimun kulit terbagi menjadi dua yakni internal dan eksternal. Secara internal, faktor genetik merupakan penyebab dari autoimun kulit seperti adanya riwayat dari anggota keluarga yang juga mengidap penyakit sama.
Sedangkan secara eksternal, autoimun kulit terjadi akibat faktor lingkungan seperti infeksi, obat-obatan, merokok, obesitas, pajanan sinar UV yang berlebihan, gaya hidup dan lainnya.
Selama pandemi COVID-19 terdapat tiga penyakit autoimun kulit yang kerap muncul yakni Psoriasis, Vitiligo, dan Urtikaria (biduran).
dr. Amelia menjelaskan, psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik dan sering kambuh. Psoriasis dapat timbul pada semua usia, terutama 15-30 tahun dan 50-60 tahun.
"Prevalensi terjadi sekitar 0,1-3 persen dengan Ras Kaukasia paling banyak dilaporkan. Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 2,5 persen dari populasi, dan dapat mengenai laki-laki maupun perempuan," kata dr. Amelia.
Selanjutnya Vitiligo, yang merupakan suatu kelainan kulit berupa bercak putih seperti kapur, kadang disertai gatal. Vitiligo dapat terjadi pada segala usia, namun sekitar 50 persen kasus terjadi sebelum usia 20 tahun dan prevalensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Sedangkan Urtikaria, merupakan kondisi di mana terdapat lesi pada kulit yang meninggi dan gatal. Umumnya, lesi tersebut berwarna merah dan terasa gatal hingga perih.
"Prevalensi urtikaria autoimun dilaporkan sekitar 0,05-3 persen dan ditemukan dua kali lebih banyak pada perempuan dengan rentang usia 40-49 tahun," ujar dr. Amelia.
dr. Amelia menegaskan bahwa ketiga penyakit autoimun kulit tersebut tidaklah menular, namun penyakit ini kronis, jangka panjang dan kambuhan. Meski demikian hal ini bisa dicegah dengan kontrol rutin dan pola hidup sehat.
"Pasien tentu harus menerapkan gaya hidup sehat, misalnya makan makanan bergizi yang kaya akan vitamin D dan menghindari rokok. Namun, menjaga kesehatan mental juga tak kalah penting bagi pasien, seperti tetap aktif dan berpikir positif, serta mampu memanajemen stres," kata dr. Amelia.
"Yang terpenting, segera melakukan konsultasi ke dokter spesialis kulit jika mengalami gejala atau jika mengalami kekambuhan," lanjutnya.
Penanganan Masalah Autoimun
Terkait pengobatan, baik psoriasis, vitiligo, maupun urtikaria memiliki cara spesifiknya masing-masing. Namun secara umum, tatalaksana penyakit autoimun kulit berupa obat oles (topikal), obat minum (oral), obat suntik, maupun fototerapi atau fotokemoterapi.
Pertimbangan pemberian terapi tentu disesuaikan dengan jenis penyakit, luas dan derajat keparahan penyakit, serta kondisi penyertanya atau komorbiditas.
Selain obat-obatan, penatalaksanaan non-medikamentosa juga penting, yakni dengan menghindari garukan dan trauma, hingga manajemen stres yang baik juga berperan penting dalam membantu mengendalikan penyakit autoimun kulit.
dr. Amelia juga mengatakan pengobatan terhadap penyakit autoimun kulit menjadi tantangan tersendiri pada masa pandemi. Sebab, banyak pasien yang takut untuk memeriksakan diri ke dokter serta memilih melakukan pengobatan sendiri di rumah yang justru seringkali memperberat kondisinya.
"Pada intinya, jangan takut memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit karena tentu saja prosedur konsultasi dan pemeriksaan semuanya sesuai dengan protokol kesehatan," kata dr. Amelia.
Sementara itu, dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, CEO Klinik Pramudia mengatakan masih banyak masyarakat yang memiliki gejala autoimun namun menganggapnya sebagai masalah kulit biasa atau alergi sehingga melakukan pengobatan sendiri di rumah.
Penyakit autoimun kulit harus dikonsultasikan kepada dokter. Deteksi sedini mungkin dapat membantu mengontrol di kemudian hari agar gejala tidak melebar.
"Semua reaksi yang terjadi pada kulit, gejala yang timbul itu kalau enggak merah ya gatal. Itu yang bisa diraskaan dan dilihat oleh pasien tetapi apa yang kita lihat dan cocokkan, kita akan melihat dari derajat kemerahannya," ujar dr. Anthony.
dr. Anthony juga mengatakan bahwa tidak semua rasa gatal pada kulit adalah sebuah alergi. Alergi biasanya dapat hilang dalam beberapa hari jika pemicunya sudah tidak menimbulkan reaksi.
Sebaliknya, penyakit autoimun kulit rasa gatal dan bercak merah timbul secara terus-menerus, terjadi setiap hari dan durasinya lebih dari 6 minggu.
"Alergi itu hanya istilah umum dan ini proses yang sangat kompleks di tubuh. Autoimun juga mungkin ada reaksi alerginya juga. Tidak semua merah dan gatal itu alergi, maka kalau sudah ada gejala harus segera untuk periksa ke dokter spesialis kulit dan kelamin," ujar dr. Anthony.
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyakit autoimun memiliki banyak jenis. Ketahui penyebab dan gejala umumnya.
Baca SelengkapnyaKetahui beberapa hal terkait psoriasis, termasuk gejala, penyebab, hingga inovasi klinik kecantikan yang hadirkan treatment penyakit kulit satu ini.
Baca SelengkapnyaPenyebab orang mengalami autoimun adalah faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup.
Baca SelengkapnyaMemahami jenis-jenis dermatitis penting untuk penanganan yang tepat dan efektif.
Baca SelengkapnyaSejumlah penyakit autoimun familiar ditemui di masyarakat.
Baca SelengkapnyaMemahami jenis penyakit kulit gatal dan ciri-cirinya adalah langkah awal untuk menangani masalah ini.
Baca SelengkapnyaPsoriasis vulgaris adalah gangguan autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh seseorang salah mengidentifikasi sel kulit sebagai ancaman dan secara berlebihan
Baca SelengkapnyaPenyakit autoimun merupakan kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.
Baca SelengkapnyaMunculnya infeksi kurap pada seseorang dimulai dengan gejala yang bisa dikenali dan perlu diwaspadai.
Baca SelengkapnyaDermatitis juga disebut sebagai eksim, penyakit ini merupakan penyakit kulit yang tidak menular.
Baca SelengkapnyaCita Citata menyebut penyakit itu muncul karena dirinya sering suntik putih atau vitamin C.
Baca SelengkapnyaPenyebab dermatitis seboroik yang penting untuk diketahui beserta cara mengatasinya.
Baca Selengkapnya