Penelitian Terbaru Sebut Masyarakat Indonesia Paling Banyak Terpapar Mikroplastik Dibanding 108 Negara Lain
Penelitian terbaru yang dilakukan Cornell University ungkap paparan berlebih mikroplastik terhadap masayarakat Indonesia.
Penelitian terbaru yang dilakukan Cornell University ungkap paparan berlebih mikroplastik terhadap masayarakat Indonesia.
-
Mengapa Indonesia punya paparan mikroplastik tinggi? Sejumlah penelitian terbaru mengungkap bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan paparan mikroplastik yang sangat tinggi. Hal ini tentu menimbulkan dampak kesehatan yang tidak main-main dan tak bisa disepelekan.
-
Apa dampak mikroplastik pada kesehatan? Paparan dari mikroplastik di kehidupan sehari-hari kita bisa menimbulkan sejumlah dampak kesehatan yang tak main-main. Dari Masalah Jantung Hingga di Testikel, Ketahui Bahaya Paparan Mikroplastik Terhadap Tubuh Kita
-
Kapan mikroplastik mulai meningkat? Konsumsi mikroplastik di Indonesia meningkat 59 kali lipat dari tahun 1990 hingga 2018.
-
Dimana mikroplastik ditemukan? Mikroplastik ini dapat ditemukan di berbagai lokasi, termasuk perairan laut, estuari, sedimen, terumbu karang, serta bahkan di awan.
-
Dimana mikroplastik ditemukan dalam tubuh manusia? Awal tahun 2024, sebuah penelitian penting mengungkap bahwa mikroplastik, yaitu partikel kecil plastik yang berasal dari pemecahan potongan plastik yang lebih besar, ditemukan dalam lebih dari 50% deposit lemak pada arteri yang tersumbat di tubuh manusia.
Penelitian Terbaru Sebut Masyarakat Indonesia Paling Banyak Terpapar Mikroplastik Dibanding 108 Negara Lain
Negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina menduduki peringkat tertinggi dalam penyerapan mikroplastik melalui makanan, menurut sebuah studi baru oleh peneliti dari Cornell University. Penelitian ini juga menemukan bahwa Tiongkok, Mongolia, dan Inggris memiliki jumlah mikroplastik terhirup terbanyak.
Studi ini, yang dipublikasikan pada 24 April di jurnal Environmental Science & Technology, memperkirakan seberapa banyak mikroplastik yang dikonsumsi dan dihirup manusia akibat degradasi dan penyebaran serpihan plastik di lingkungan. Peneliti Cornell menggunakan data tentang kebiasaan makan, teknologi pengolahan makanan, demografi usia, dan laju pernapasan untuk menghitung perbedaan konsumsi mikroplastik di berbagai negara.
"Penyerapan mikroplastik di tingkat negara adalah indikator penting dari polusi plastik dan risiko kesehatan masyarakat," kata Fengqi You, Profesor di bidang Teknik Energi yang turut menulis studi ini bersama mahasiswa doktoral Xiang Zhao.
"Pemetaan global yang komprehensif mendukung upaya pengendalian polusi lokal melalui peningkatan kontrol kualitas air dan daur ulang limbah yang efektif."
Studi ini menilai penyerapan mikroplastik melalui makanan dengan mengumpulkan data tentang konsentrasi mikroplastik dalam berbagai kelompok makanan seperti buah-buahan, sayuran, protein, biji-bijian, produk susu, minuman, gula, garam, dan rempah-rempah.
Model ini juga menggunakan data yang merinci konsumsi makanan tersebut di berbagai negara. Misalnya, konsumsi garam dapur per kapita di Indonesia hampir sama dengan di AS, tetapi konsentrasi mikroplastik dalam garam dapur Indonesia sekitar 100 kali lebih tinggi.
Secara keseluruhan, studi ini menemukan bahwa orang Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan, lebih banyak daripada negara lain, dengan mayoritas partikel plastik berasal dari makanan laut. Konsumsi mikroplastik di Indonesia meningkat 59 kali lipat dari tahun 1990 hingga 2018.
Sementara itu, di AS, penyerapan mikroplastik melalui makanan diperkirakan sekitar 2,4 gram per bulan, sementara Paraguay memiliki angka terendah yaitu 0,85 gram per bulan. Hal ini menjadikan penyerapan mikroplastik masyarakat Indonesia 6 kali lipat dibanding masyarakat di AS.
Peneliti juga mengumpulkan data tentang konsentrasi mikroplastik di udara, demografi usia, dan laju pernapasan untuk menghitung jumlah mikroplastik yang terhirup. Penduduk Tiongkok dan Mongolia menghirup lebih dari 2,8 juta partikel mikroplastik per bulan, sementara penduduk AS menghirup sekitar 300.000 partikel per bulan.
Penduduk di wilayah Mediterania dan sekitarnya, seperti Spanyol, Portugal, dan Hungaria, menghirup lebih sedikit, sekitar 60.000 hingga 240.000 partikel per bulan.
"Industrialisasi di ekonomi berkembang, terutama di Asia Timur dan Selatan, telah menyebabkan peningkatan konsumsi bahan plastik dan produksi limbah," kata You.
"Sebaliknya, negara-negara industri memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar untuk mengurangi dan menghilangkan serpihan plastik bebas."
You menambahkan bahwa studi ini dapat membantu merancang strategi pengurangan penyerapan mikroplastik yang disesuaikan dengan kondisi lokal. Namun, upaya tersebut memerlukan kolaborasi internasional, seperti dukungan teknologi dari negara-negara maju untuk memajukan strategi pengurangan limbah.
Menurut studi ini, pengurangan 90 persen serpihan plastik di perairan dapat mengurangi paparan mikroplastik hingga 51 persen di negara maju dan 49 persen di wilayah yang sedang mengindustrialisasi.
Studi ini diterbitkan menjelang pertemuan komite internasional pada 23-29 April yang membahas Perjanjian Plastik PBB. Perjanjian ini diharapkan akan diselesaikan akhir tahun ini dan bertujuan untuk mengurangi mikroplastik di lingkungan laut melalui kolaborasi internasional.
"Membersihkan sistem air permukaan global adalah maraton yang dipengaruhi oleh kondisi industri dan sosial-ekonomi lokal," kata Zhao.
"Namun, peta global kami yang menunjukkan titik panas mikroplastik akuatik dapat memulai perjalanan ini. Studi kami menyoroti bahwa mengatasi penyerapan mikroplastik memerlukan pendekatan multifaset, termasuk solusi kemasan yang berkelanjutan, penegakan regulasi manajemen limbah yang ketat, dan pengembangan teknologi pengolahan air," tandasnya.