Ini alasan keberatan Telkomsel pada merger XL-AXIS
Merdeka.com - Kepastian akuisisi XL atas AXIS benar-benar disyukuri oleh Presdir XL Hasnul Suhaimi. Hasnul menuturkan bahwa selama dua tahun, rencana merger dan akuisisi itu dipenuhi dengan up and down atau antara jadi dan tidak jadi.
Sikap pesimistis selalu membayangi manajemen dan pemilik saham, bahwa akuisisi dan merger itu tak mungkin dilakukan. Namun, Hasul mengaku pantang menyerah, dan terus mencurahkan segala daya dan upaya, tenaga dan fikiran agar akuisisi dan merger tersebut bisa terwujud.
Keberhasilan XL menggaet AXIS tentunya membuat Telkomsel, pemegang pangsa pasar saat ini, seperti kebakaran jenggot. Wajar, karena selama ini, Telkomsel masuk dalam zona nyaman, dan minim persaingan, apalagi saat ini, jumlah frekuensinya dengan XL sama persis.
-
Bagaimana Menkominfo berpendapat tentang merger XL dan Smartfren? 'Saya sudah bilang, ‘kami mendukung. Soal yang lain-lain, komersialnya, silakan kalian omongin sendiri,' Ia mengungkapkan bahwa Kominfo tidak akan ikut campur mengenai urusan bisnis ke bisnis (B2B) dalam upaya merger tersebut.
-
Mengapa XL Axiata dan Smartfren ingin merger? Dian mengungkapkan bahwa konsolidasi atau penggabungan dua operator tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan yang terlibat, tetapi juga berkontribusi pada kesehatan industri secara keseluruhan.
-
Siapa yang menyatakan dukungan terhadap merger XL dan Smartfren? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan Pemerintah Indonesia mendukung dilakukannya merger atau penyatuan usaha antara dua operator seluler di Indonesia, yaitu XL Axiata dan Smartfren.
-
Kenapa XL Axiata ingin merger dengan Smartfren? Pasalnya, pihak XL Axiata menyadari bahwa persaingan di industri seluler akan berat jika mereka berdiri sendiri dan tidak melakukan merger.
-
Bagaimana proses merger XL Axiata dan Smartfren berjalan? Menurut Dian Siswarini, CEO dan Presiden Direktur XL Axiata, tahap due diligence antara kedua perusahaan kini sudah berada di penghujung. 'Sekarang hilal sudah kelihatan sedikit, jadi proses due diligence-nya sudah memasuki tahap akhir. Jadi, diharapkan kita bisa memasuki proses selanjutnya,' ungkap Dian Siswarini dalam acara Media Gathering XL Axiata di Yogyakarta pada Rabu, (23/10), dikutip dari Liputan6.
-
Apa yang didukung oleh Menkominfo terkait XL Axiata dan Smartfren? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan Pemerintah Indonesia mendukung dilakukannya merger atau penyatuan usaha antara dua operator seluler di Indonesia, yaitu XL Axiata dan Smartfren.
Telkomsel merasa, sebagai bagian dari BUMN, tidak mendapatkan proteksi dari pemerintah, seperti yang dialami BUMN di negara-negara lainnya, termasuk Eropa. Anak usaha Telkom itu juga merasa telah membangun infrastruktur telekomunikasi hingga ke perbatasan, meskipun nilai ekonominya hampir tidak ada, sehingga seharusnya mendapatkan frekuensi lebih besar.
“Itu artinya, 45 MHz frekuensi yang dimiliki Telkomsel lebih banyak dipakai untuk layanan suara ketimbang data, karena untuk memenuhi kebutuhan komunikasi di daerah terpencil,” ujar praktisi hukum telekomunikasi Sulaiman Sembiring kepada merdeka.com, belum lama ini.
Menurut Sulaiman, layanan suara dan SMS meski dipakai oleh sekitar 80 persen pengguna Telkomsel, namun kontribusi ke pendapatannya hanya sekitar 40 persen, sedangkan pengguna data yang hanya mencakup 20 persen pengguna memberikan kontribusi pendapatan hingga 60 persen.
“Komitmen pembangunan di wilayah terpencil dengan tanpa memperhatikan nilai ekonomi benar-benar kurang diperhatikan pemerintah,” katanya.
Sedangkan XL, dengan jumlah frekuensi yang sama, sejak awal sudah menyatakan akan menggenjot layanan data. Wajar saja, karena Average Revenue per User (ARPU) layanan data memang sangat besar, bisa mencapai Rp 100 ribu – Rp 200 ribu. Bandingkan dengan ARPU layanan suara yang hanya sekitar Rp 25 ribu.
Seorang anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bahkan meragukan komitmen XL untuk membangun daerah terpencil dan perbatasan karena begitu mudahnya memindahkan infrastruktur BTS setelah nilai ekonominya tak tercapai.
Hasnul sendiri mengaku tidak mungkin melewati Telkomsel baik dari sisi pendapatan maupun jumlah pengguna. “Saya fokusnya memberikan layanan kepada pelanggan sebaik-baiknya. Untuk mengejar Telkomsel terlalu jauh, mungkin semua operator bersatu baru bisa mengimbangi Telkomsel,” katanya. (mdk/nvl)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
XL Axiata dan Smartfren dirumorkan akan merger. Kominfo memberi restu.
Baca SelengkapnyaBerikut penjelasan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait rencana merger XL dan Smartfren.
Baca SelengkapnyaProses merger antara XL dan Smartfren semakin mendekati tahap akhir.
Baca SelengkapnyaKondisi operator seluler di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaSetelah dirumorkan merger, kini Axiata dan SinarMas saling mulai menjajaki.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaPresiden Direktur Smartfren justru menanyakan balik statement pemerintah soal BTS tak lagi dipakai setelah ada Starlink.
Baca SelengkapnyaTak mudah bagi industri telekomunikasi untuk menatap masa depan. Butuh bantuan pemerintah agar bisnis mereka terus berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaAsosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) meminta agar pemerintah juga memperhatikan perusahaan internet lokal.
Baca SelengkapnyaAda hal lain nampaknya dari rayuan pemerintah ke Elon Musk untuk hadirkan satelit Starlink.
Baca SelengkapnyaRespons XL Axiata tak terduga saat ramai Starlink.
Baca SelengkapnyaSejauh ini Starlink belum ada kejelasan melayani pasar retail Indonesia.
Baca Selengkapnya