Percaya atau Tidak, Suatu Hari Manusia Punya Chip yang Tertanam di Otaknya
Teknologi implant otak berhasil meningkatkan memori hingga 28 persen, membuka jalan baru untuk terapi penyakit dan gangguan neurodegeneratif.

Michael Kahana, seorang psikolog dari Universitas Pennsylvania, telah meneliti memori selama lebih dari 30 tahun, termasuk gangguan memori akibat cedera otak traumatis dan penyakit Alzheimer yang mempengaruhi jutaan orang. Kahana juga meneliti gangguan memori sehari-hari yang dialami semua orang, terlepas dari kesehatan kognitif mereka.
Dalam penelitian terbarunya, Kahana dan timnya menggunakan teknologi komputer untuk mengirimkan impuls listrik ke otak sekelompok pasien epilepsi saat mereka hampir mengalami gangguan memori.
Melalui elektroda yang ditanamkan langsung di otak pasien, tim dapat mengirim sinyal ke korteks temporal lateral, bagian otak yang berperan dalam penyimpanan dan pengolahan memori. Hasilnya sangat menggembirakan, menunjukkan peningkatan memori sebesar 28% setelah stimulasi otak.
"Kami berada di ambang era baru dalam ilmu saraf manusia dan neuroterapi" kata Kahana dikutip NYPost, Selasa (17/9).
Penelitian ini merupakan bagian dari pengembangan teknologi antarmuka otak-komputer (BCI) atau menanam chip di otak yang juga dilakukan oleh para ilmuwan lain untuk mengatasi berbagai masalah, seperti kehilangan memori, gangguan bicara, hingga kelumpuhan.
Pada tahun lalu, pasien dalam studi Stanford Medicine mengalami peningkatan memori setelah 90 hari menjalani perawatan dengan implant otak, beberapa di antaranya bahkan menolak perangkat tersebut dimatikan. Di tengah perkembangan pesat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) akan mengadakan lokakarya untuk membahas penilaian hasil klinis dari BCI.
Menurut Anna Wexler, profesor dari Perelman School of Medicine, "Jika hasil awal dapat direplikasi, kita mungkin hanya berjarak beberapa tahun dari teknologi asistif yang berarti bagi individu dengan penyakit dan disabilitas parah."
Namun, tantangan masih ada, terutama karena implantasi otak memerlukan operasi yang melibatkan risiko. Meskipun begitu, teknologi ini semakin aman dengan kemajuan dalam pencitraan dan ukuran elektroda yang lebih kecil. Kahana optimis tentang masa depan teknologi ini: "Saat waktunya tiba, saya tidak akan ragu untuk menjalani prosedur ini sendiri."
Teknologi ini tidak hanya memberikan harapan baru bagi mereka yang kehilangan fungsi otak akibat penyakit atau cedera, tetapi juga menunjukkan potensi untuk memulihkan fungsi yang hilang. Bagi Kahana dan para peneliti lain, mengembalikan apa yang hilang adalah bentuk "kekuatan super" yang nyata.