Bangun Jembatan Perahu di Desa Pelosok Pakai Uang Pribadi Ratusan Juta, Pria ini Malah Dipenjara
Bangun jembatan perahu dengan dana Rp 281 juta, pria ini justru berakhir miris.
Masyarakat Indonesia sempat heboh dengan cerita viral mengenai Haji Endang, seorang pembuat jembatan perahu yang mampu menghasilkan keuntungan hingga Rp25 juta dalam sehari.
Cerita tentang jembatan yang menghubungkan Desa Parung Mulya dan Desa Anggadita di Kabupaten Karawang, Jawa Barat ini memiliki kesamaan dengan kisah di China.
Namun di Negeri Tirai Bambu tersebut pembuat jembatannya justru mengalami nasib buruk. Di Desa Zhenlin, China Utara, masyarakat dikejutkan oleh cerita aneh seorang pria bernama Huang Deyi yang dipenjara setelah mendirikan sebuah jembatan.
Huang yang berasal dari desa terpencil menggunakan dana pribadinya untuk membangun jembatan ponton di Sungai Taoer. Sungai Taoer ini memisahkan desanya dari daerah lain.
Jembatan tersebut sangat membantu penduduk desa. Adanya jembatan dapat mengurangi waktu dan biaya perjalanan yang sebelumnya harus menempuh jarak 70 kilometer untuk mencapai jembatan terdekat.
Namun, niat baik Huang berujung pada masalah hukum setelah otoritas setempat menuduhnya mengambil keuntungan pribadi dari proyek tersebut. Ia tidak hanya dituduh mengoperasikan jembatan tanpa izin, tetapi juga memungut biaya tol yang tinggi dari pengguna jembatan.
Total biaya pembangunan jembatan tersebut mencapai lebih dari 130.000 yuan atau sekitar Rp281 juta. Meskipun tujuannya adalah untuk membantu masyarakat desa, Huang harus menghadapi konsekuensi hukum. Berikut ulasannya dilansir dari Oddity Central, Rabu (18/9).
Bangun Jembatan dengan Dana Pribadi
Huang Deyi mengambil inisiatif untuk membangun jembatan ponton setelah menyaksikan kesulitan yang dialami penduduk Desa Zhenlin dalam mengakses jembatan terdekat.
Dengan jarak 70 kilometer yang harus ditempuh untuk mencapai jembatan resmi, Huang merasa perlu untuk mengambil tindakan. Ia pun mengeluarkan dana pribadi sebesar 130.000 yuan (setara Rp 281 juta) untuk proyek pembangunan jembatan tersebut.
Awalnya, Huang menyediakan layanan feri kecil untuk membantu warga menyeberangi sungai. Namun, seiring meningkatnya permintaan, ia memutuskan untuk membangun jembatan ponton pada tahun 2005. Pembangunan ini pun disambut antusias oleh masyarakat setempat.
Jembatan ponton ini dibangun dari beberapa perahu logam yang kemudian diperbaiki pada tahun 2014 untuk dapat menampung kendaraan yang lebih berat. Meskipun biaya pembangunan cukup tinggi, Huang hanya membebankan tarif kecil kepada penduduk yang menggunakan jembatan tersebut.
Biaya ini dianggap lebih ekonomis dan efisien dibandingkan harus menempuh jarak jauh ke jembatan resmi. Huang berharap jembatan ini dapat menjadi solusi praktis bagi desa yang selama ini terisolasi.
Dituduh Untuk Kepentingan Pribadi
Sejak pembangunan jembatan ponton, Huang Deyi telah menghasilkan 44.000 yuan (setara Rp 95 juta) dari kendaraan yang melintas antara tahun 2014 hingga 2018. Pemerintah setempat kemudian menilai bahwa ia memanfaatkan jembatan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Pada tahun 2018, otoritas mulai menyelidiki aktivitas Huang. Penyelidikan menunjukkan bahwa total pendapatan Huang sejak jembatan tersebut dibangun melebihi 52.000 yuan (sekitar Rp 112 juta).
Otoritas berpendapat bahwa Huang mengoperasikan jembatan tanpa izin dan meraih keuntungan secara ilegal. Selain itu, jembatan yang dibangunnya dianggap tidak memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan pemerintah.
Huang mengakui bahwa ia tidak memiliki izin resmi untuk membangun jembatan itu, tetapi ia menegaskan bahwa dana yang diterimanya digunakan untuk perbaikan jembatan. Ia juga mengklaim bahwa jumlah keuntungan yang dilaporkan oleh pihak berwenang telah dibesar-besarkan.
Menurutnya, tindakan yang dilakukannya adalah untuk membantu masyarakat desa terpencil, bukan untuk kepentingan pribadinya.
Sidang Banding di Pengadilan
Setelah menerima vonis penjara selama dua tahun pada tahun 2019, Huang Deyi tidak menyerah. Ia mengajukan banding dengan alasan bahwa pembangunan jembatan tersebut bertujuan untuk kepentingan masyarakat.
Pada banding pertamanya di tahun 2021, permohonan Huang ditolak oleh pengadilan. Dia tetap berpendapat bahwa tujuannya hanyalah untuk membantu warga desa. Pada tahun 2023, Huang kembali mengajukan banding kedua ke Pengadilan Menengah Rakyat Baicheng.
Dia berharap pengadilan yang lebih tinggi dapat memahami niat baiknya dan membatalkan keputusan sebelumnya. Saat ini, kasus tersebut sedang dalam proses peninjauan ulang, namun hasil dari banding tersebut masih belum diumumkan.
Diskusi mengenai kasus ini semakin memanas di media sosial, di mana banyak orang mendukung Huang dengan alasan bahwa ia hanya ingin membantu desa terpencil. Sementara sebagian lainnya meragukan legalitas dan keamanan jembatan ponton itu. Meskipun demikian, Huang masih terjebak dalam proses hukum yang panjang.
Janji Kosong Pemerintah dalam Membangun Jembatan
Setelah munculnya kontroversi mengenai jembatan ponton Huang Deyi, pemerintah daerah berkomitmen untuk membangun jembatan resmi di atas Sungai Taoer.
Jembatan ini diharapkan dapat menggantikan jembatan ponton yang telah menjadi sarana penyeberangan utama bagi warga Desa Zhenlin selama bertahun-tahun.
Komitmen ini diharapkan menjadi solusi untuk meningkatkan aksesibilitas desa terpencil tersebut. Namun, hingga saat ini, realisasi janji pemerintah untuk memperbaiki jembatan belum terlihat.
Masyarakat Desa Zhenlin masih bergantung pada jembatan ponton milik Huang untuk menyeberangi sungai. Meskipun pemerintah terus memberikan janji akan segera membangun jembatan yang lebih aman dan resmi, kepastian mengenai kapan pembangunan tersebut akan dimulai masih belum jelas. Bagi penduduk desa, perbaikan jembatan ini sangat mendesak, karena mereka tidak memiliki pilihan lain yang lebih cepat dan terjangkau.
Cerita Jembatan Perahu Haji Endang di Indonesia
Kisah Huang Deyi mengingatkan pada kejadian serupa yang terjadi di Indonesia. Jembatan perahu Haji Endang menjadi viral pada tahun 2021 berhasil menghubungkan Desa Parung Mulya dengan Desa Anggadita di Karawang, Jawa Barat.
Jembatan ini memanfaatkan perahu sebagai penopang, mirip dengan yang dilakukan oleh Huang di Tiongkok. Haji Endang juga membangun jembatan perahu tersebut dengan menggunakan dana pribadinya, tetapi dengan hasil yang lebih positif.
Jembatan ini diterima dengan baik oleh masyarakat setempat dan menjadi jalur alternatif yang menguntungkan. Dalam sehari, jembatan Haji Endang dapat menghasilkan hingga puluhan juta rupiah dari biaya tol kecil yang dikenakan kepada para pengguna.
Berdasarkan informasi, jembatan perahu Haji Endang hingga kini masih beroperasi tanpa masalah hukum. Jembatan ini bahkan menjadi viral karena keunikannya dan diakui sebagai solusi infrastruktur yang mandiri. Meskipun ada kesamaan, nasib Haji Endang dan Huang Deyi jelas berbeda.