Jungkir Balik Pabrik Gula Madukismo, Monumen Bangsawan yang Pernah Mati Suri dan Dibangkitkan Kembali oleh Soeharto
Pabrik gula Madukismo adalah pabrik yang sudah berdiri puluhan tahun, sempat mengalami kerugian besar dan dibangkitkan kembali oleh Soeharto.
Pabrik gula Madukismo adalah pabrik yang sudah berdiri puluhan tahun, sempat mengalami kerugian besar dan dibangkitkan kembali oleh Soeharto.
Jungkir Balik Pabrik Gula Madukismo, Monumen Bangsawan yang Pernah Mati Suri dan Dibangkitkan Kembali oleh Soeharto
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mempunyai pabrik gula Madukismo sebagai salah satu pabrik yang terbesar. Pabrik ini memiliki sejarah panjang dari awal pendiriannya dan sampai sekarang masih beroperasi.
Pabrik gula Madukismo dibangun atas prakarsa Sultan Hamengkubuwono ke IX tahun 1955. Pabrik Madukismo sempat mengalami masalah sehingga mati suri dan tidak lagi bisa memproduksi gula.
Namun, atas jasa Soeharto, pabrik yang disebut sebagai monumen bangsawan itu kembali bangkit. Bagaimana perjalanan panjang pabrik Madukismo? Simak ulasannya sebagai berikut.
Sejarah Pabrik Gula Madukismo
Dalam sebuah video yang diunggah oleh akun media sosial @berandajogja menjelaskan tentang sejarah pabrik gula Madukismo yang terletak di, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY.
Pabrik gula Madukismo didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tahun 1955 dan diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 1958. Pabrik gula Madukismo berdiri di atas salah satu dari 17 bangunan pabrik gula Padokan yang dihancurkan oleh Jepang.
Bahkan, disebutkan bahwa pabrik gula Madukismo adalah sebuah monumen bangsawan. Pasalnya, di sana berdiri sebuah rumah yang pernah dihuni oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X saat masih jadi pangeran.
“Tahun 1955 Ngarso Dalem IX itu punya krenteg (keinginan) di Jogja harus ada pabrik gula, karena pabrik gula di Jogja ini semacam suatu monumen bangsawan istilahnya. Akhirnya dibangunlah pabrik gula Madukismo,”
kata Edy Cahyono Direktur Madukismo.
Sempat Mati Suri dan Dibangkitkan Kembali oleh Soeharto
Pabrik gula Madukismo mengalami masalah pada tahun 1984. Pada waktu itu, pabrik Madukismo mengalami kerugian yang besar. Hal itu membuat pabrik gula tersebut tidak berproduksi selama beberapa waktu.
Sultan HB IX kemudian meminta kepada Presiden Soeharto agar pabrik yang sudah dibangun puluhan tahun itu tetap bisa beroperasi dan tidak tutup. Akhirnya Soeharto pun mengutus Menteri Keuangan untuk membantu pabrik gula Madukismo.
“Akhinrya Ngarso Dalem IX ini minta kepada Pak Harto. Pak Harto bagaimana caranya pokoknya Madukismo harus tetap berjalan,” jelas Edy.
“Akhirnya pak Harto mengutus Menteri Keuangan waktu itu Radius Prawiro, akhirnya diberikan saham 25 persen waktu itu untuk negara. Ngarso Dalem 74%, pemerintah 25%,” pungkas Edy.