Kepincut Wanita Garut, Habib Keturunan Yaman Memilih Tinggal di Kaki Gunung 'Paling Nikmat di Sini'
Habib keturunan Yaman di Garut pilih tinggal di kaki gunung karena merasa nikmat dan nyaman.
Habib keturunan Yaman di Garut pilih tinggal di kaki gunung karena merasa nikmat dan nyaman.
Kepincut Wanita Garut, Habib Keturunan Yaman Memilih Tinggal di Kaki Gunung 'Paling Nikmat di Sini'
Pernah berkeliling ke beberapa kota tak membuat Habib asal Yaman ini merasa nyaman.
Justru ia mendapat momen tak terduga hingga memutuskan untuk tinggal di pedesaan.
Melansir dari YouTube SinggaSana Kita, Senin (24/6) Habib tersebut mengaku awalnya dikenalkan dengan seorang wanita Garut.
Karena kepincut, ia pun langsung melamar wanita tersebut sampai akhirnya menikah.
"Enggak tahu tiba-tiba ke sini. Dikenalinlah sama salah satu perempuan. Habis komunikasi tiba-tiba ke sini dikenalin sama salah satu perempuan," kata Habib.
"Tiba-tiba hari Minggu kita ke sini ngelamar ke bapaknya, hari Jumat kita nikah langsung. Barokahnya kita ke sini," lanjutnya.
Menurut pengakuannya, keinginan untuk tinggal di gunung dan sepi menjadi impiannya sejak lama. Sampai akhirnya, keinginan itu menjadi kenyataan.
"Masih saya dulu nakal-nakal pernah saya cerita. Besok kalau saya sudah jadi orang, itu saya tinggalnya di gunung punya istri yang enggak ngerti apa-apa. Kejadian," sambungnya.
Saat ini Habib bersama rekan-rekannya mendirikan majelis di kaki gunung Garut.
Tujuannya tak lain untuk membantu orang-orang yang ingin memperdalam agama.
"Ini teman-teman yang bikin bukan kita. Yang penting bareng-bareng aja, bikin majelis sholawat sama rotib. Tapi punya teman-teman semua. Ya ngaji, ngopi, rokok," ucapnya lagi.
Menurut silsilahnya, orang tua Habib berasal dari Yaman dan Pakistan. Sang kakek pindah ke Indonesia sejak 1971.
Namun karena adanya kebijakan dari Soeharto yang mengharuskan orang asing di kota, maka keluarganya kini banyak yang berada di kota.
"Bapak saya ini Yaman, Umi Pakistan. Tinggal di Indonesia. Kakek saya yang datang ke Indonesia, Umi saya kelahiran Indonesia. Pindah ke Indonesia 1971."
"Dulu sebelum 1971 itu kakek-kakek kita sudah di Indonesia. Tapi diwajibkan sama Pak Soeharto tahun 71 warga asing di perkotaan. Karena memang tahun 71 itu ada perjanjian sama Pak Soeharto harus kota semua," tambahnya.
Sejak kecil ia terbiasa pergi jauh dari keluarga. Bahkan ia pernah beberapa kali pindah kota sampai akhirnya memilih untuk menetap di Garut.
"Sudah bosan di mana-mana sudah cukup. Saya sejak kelas 2 SD enggak pulang-pulang. Dulu saya di pondok pesantren, pulangnya pas lebaran aja. Sampai SMA hidup di Bali, Jakarta, Lampung, Palembang, tapi yang paling nikmat di sini," tuturnya.