Mengingat Sosok 'Petrus' Si Penembak Misterius di Era Soeharto, Ketahui Sejarahnya
Mengenal 'petrus' penembak misterius bagi orang yang dianggap sebagai penjahat di masa Orde Baru.
Mengenal 'petrus' penembak misterius bagi orang yang dianggap sebagai penjahat di masa Orde Baru.
Mengingat Sosok 'Petrus' Si Penembak Misterius di Era Soeharto, Ketahui Sejarahnya
Petrus merupakan salah satu kisah yang juga sulit dilupakan dari era Orde Baru.
Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus adalah suatu operasi rahasia pada masa Pemerintahan Soeharto.
Pada saat itu, orang-orang yang dinilai sebagai pelaku kejahatan akan dihakimi tanpa melalui proses hukum.
Peristiwa ini kemudian ramai dibahas karena dianggap masuk dalam golongan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Simak ulasannya:
Sosok 'Petrus' Si Penembak Misterius
Penembakan ini dilakukan sebagai bentuk operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat.
Operasi 'Petrus' dilakukan khususnya di daerah Jakarta dan Jawa Tengah.
Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap hingga saat ini. Maka dari itu, kemudian muncul istrilah 'petrus' alias penembak misterius.
Awal Mula Munculnya Petrus
Pada awal tahun 1980-an, banyak ditemukan kasus pembunuhan yang banyak memakan korban masyarakat sipil.
Berawal dari situ, kemudian muncul aksi penembakan misterius alias petrus ini untuk menekan angka kriminalitas. Terbukti, cara ini ternyata berhasil.
Banyak Memakan Korban
Dari operasi ini, pada tahun 1983 tercatat 532 orang tewas dan 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan.
Kemudian pada Tahun 1984 ada 107 orang tewas. Dan tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak.
Pola pengambilan para korban kebanyakan dilakukan dengan cara diculik oleh orang tak dikenal dan dijemput aparat keamanan.
Petrus pertama kali dilancarkan di Yogyakarta. Kemudian, operasi tersebut dilanjutkan di berbagai kota lain, hanya saja dilaksanakan secara tertutup.
Tuai Kontroversi
Keberadaan Petrus waktu itu memang menuai pro dan kontra, baik dari kalangan hukum, politisi sampai pemegang kekuasaan.
Amnesti Internasional pun sempat juga mengirimkan surat untuk menanyakan kebijakan pemerintah Indonesia ini.
Banyak yang menyebut, jika perristiwa ini termasuk dalam golongan kasus pelanggaran HAM, karena telah mengadili seseorang tanpa melalui proses hukum.