Penampakan Tebaru Taman Mangrove G20 di Pinggir Tol Bali Mandara, Kondisinya Miris Dulu Sempat Dipamerkan Jokowi
Setelah hampir dua tahun, Taman Mangrove yang sebelumnya mengesankan bagi delegasi G20 kini berada dalam kondisi yang memprihatinkan.
Indonesia telah mempersiapkan berbagai hal untuk mengesankan para delegasi negara anggota G20. Salah satu yang menjadi sorotan adalah taman mangrove G20 yang terletak di pinggir Tol Bali Mandara. Pada kesempatan itu, Presiden Joko Widodo mengundang para pemimpin negara G20 dan tamu undangan untuk meninjau Taman Hutan Raya (Tahura) Bali yang berada di Kota Denpasar, Bali.
Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan memberikan pujian atas revitalisasi mangrove yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Namun, hampir dua tahun setelah itu, taman mangrove yang sebelumnya mengesankan kini berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebuah video viral menunjukkan keadaan taman mangrove yang tidak terawat, di mana banyak tanaman yang telah mati.
Dalam video tersebut, tampak bahwa taman yang dulunya tertata rapi membentuk tulisan G20 kini telah berubah menjadi tidak terawat dan banyak tanaman yang mati.
"Taman mangrove yang dulu tertata membentuk tulisan G20 yang berlokasi di tengah laut di pinggir Tol Bali Mandara, kini sudah tidak terawat dan mati," tulis akun Akun @folkcreated.
Kondisi taman mangrove kini tandus dan tidak lagi berwarna hijau, dengan sebagian besar tanaman yang menghitam, tentunya mengundang kritik dari warganet. Berbagai komentar pun muncul di media sosial mengenai situasi ini.
"Yang penting citranya udah dapet ya kan."
"Seperti biasa kita jago membangun, lemah memelihara."
"Di Indonesia itu lebih mudah membangun karena duitnya banyak bisa diakali, kalau merawat duitnya dikit dan susah diakali. Intinya mah duit aja sih."
"Namanya juga buat pencitraan doang," dan menambahkan, "Nanem mangrove itu susah kawan, banyak tantangannya."
Indonesia Pemilik Mangrove Terbesar di Dunia
Menurut data dari Peta Mangrove Nasional Tahun 2023, Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3,44 juta hektar, yang merupakan 20 persen dari total luas mangrove di dunia. Hal ini menegaskan bahwa Indonesia adalah pemilik ekosistem mangrove terbesar di seluruh dunia. Dengan luas yang signifikan ini, ekosistem mangrove memiliki potensi yang sangat besar, baik dari segi ekologi maupun sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat.
Dari perspektif ekologi, ekosistem mangrove menyediakan habitat bagi sekitar 3.000 spesies ikan. Akar mangrove yang panjang dan besar berfungsi sebagai penangkap endapan, melindungi pantai dari erosi, serta menghalangi intrusi air laut ke daratan. Selain itu, ekosistem ini mampu menyerap karbon dengan kapasitas 3 hingga 5 kali lebih besar dibandingkan hutan tropis biasa.
Penelitian menunjukkan hutan mangrove di Indonesia menyimpan sekitar 3,14 miliar ton karbon mencakup sepertiga dari total karbon yang ada di dunia, sehingga berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Dengan melihat potensi luar biasa ini, mangrove dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia pada tahun 2030.
Berdasarkan informasi, pemerintah Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) telah berkomitmen untuk merehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare. Ini merupakan langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove dan meningkatkan peranannya dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Penanaman dilakukan oleh instansi dan masyarakat
Target rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare dibagi menjadi dua bagian. Pertama, ada target 200.000 hektare yang akan direhabilitasi melalui kegiatan penanaman yang dilakukan oleh masyarakat. Kedua, terdapat target 400.000 hektare yang berfokus pada pengelolaan lanskap mangrove secara berkelanjutan. Ini termasuk perlindungan terhadap areal mangrove yang masih utuh melalui penguatan regulasi, penguatan kelembagaan, dan pemberdayaan masyarakat.
Keberhasilan dalam rehabilitasi mangrove sangat bergantung pada kolaborasi dan sinergi di antara berbagai lembaga. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) pun melibatkan berbagai sektor, mulai dari Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, hingga Perguruan Tinggi dan masyarakat di tingkat tapak.
Inisiatif Mangrove for Future merupakan komitmen BRGM untuk mewujudkan rehabilitasi mangrove yang bersinergi dan berkelanjutan. Program ini mencakup dialog antar lembaga dan pendapat para ahli mengenai pelaksanaan rehabilitasi mangrove di Indonesia. Tema yang diusung adalah "Mangrove for Future", yang berarti Mangrove untuk Masa Depan.
"Tujuan pemilihan tema ini untuk menyampaikan bahwa rehabilitasi mangrove yang dilaksanakan tidak hanya berorientasi pada hasil jangka pendek mangrove tertanam, namun juga berorientasi pada pengelolaan jangka panjang agar manfaat mangrove dapat dinikmati oleh generasi-generasi selanjutnya," ungkap Hartono, Kepala BRGM yang menjadi keynote speech di acara dialog pada Jumat, 26 Juli 2024.
Melalui pendekatan ini, diharapkan rehabilitasi mangrove tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga bagi masyarakat yang bergantung pada ekosistem tersebut. Keberlanjutan dalam pengelolaan mangrove akan memastikan bahwa sumber daya alam ini tetap dapat dimanfaatkan dengan bijaksana oleh generasi mendatang. Dengan melibatkan masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan, BRGM berupaya menciptakan kesadaran akan pentingnya menjaga dan melestarikan mangrove demi keberlangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Acara yang berlangsung di hotel terkenal di Jakarta ini menghadirkan berbagai ahli dari beragam sektor untuk membahas isu penting mengenai rehabilitasi mangrove yang saat ini sedang dilakukan di Indonesia. Mereka memberikan saran agar proses rehabilitasi dapat berjalan dengan lebih efektif. Salah satu topik yang menjadi sorotan dalam diskusi adalah pengaturan ruang untuk pengelolaan ekosistem mangrove.
Dalam kesempatan ini, para pakar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian ATR/BPN, serta akademisi dari IPB University menyampaikan pandangan mereka tentang pentingnya pengaturan ruang dan batasan wilayah dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove. Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan periode 2019-2024, Alue Dohong, bersama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove serta kementerian dan lembaga terkait, terus berkomitmen untuk mendukung upaya pelestarian dan pemulihan ekosistem mangrove.
Mereka melakukannya melalui pengembangan tata kelola dan aksi rehabilitasi.
"Aksi rehabilitasi bukan hanya dengan cara menanam untuk mendapatkan manfaat ekologi, tetapi juga dengan pengembangan potensi ekonomi mangrove, dan peningkatan kapasitas masyarakat untuk mendapatkan manfaat sosial-ekonomi dari mangrove," kata Alue.
Dengan pendekatan ini, diharapkan rehabilitasi mangrove tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga bagi masyarakat sekitar.