Data BPS: Jumlah Perokok di Bawah 18 Tahun Turun di 2022
Merdeka.com - Pemerintah berencana akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Namun rencana ini dinilai kurang tepat, karena alasan terus meningkatnya prevalensi perokok anak untuk mendorong revisi aturan ini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat prevalensi merokok di kalangan anak-anak berusia 18 tahun ke bawah terus merosot dalam lima tahun terakhir.
Pada tahun 2022, terdapat 3,44 persen anak berusia 18 tahun ke bawah yang merokok. Presentase ini turun secara konsisten dibandingkan pada tahun 2018 yang bahkan mencapai 9,65 persen.
-
Kapan anak-anak mulai merokok? 'Kenapa? Karena dari tahun ke tahun ternyata usia anak yang merokok itu makin bertambah dan makin muda.' Ia menambahkan bahwa sangat mengkhawatirkan ketika anak-anak berusia 10 tahun sudah mulai merokok.
-
Apa dampak asap rokok ke anak? Anak-anak yang terpapar asap rokok berisiko tinggi mengalami infeksi pernapasan, seperti bronkitis dan pneumonia.
-
Mengapa remaja yang merokok lebih awal lebih rentan masalah pernapasan? Salah satu penyebab utama mengapa remaja yang merokok lebih dini lebih mungkin mengalami gejala gangguan pernapasan adalah karena mereka cenderung merokok lebih lama dibandingkan orang yang mulai merokok pada usia yang lebih tua. Selain itu, paru-paru remaja yang masih dalam masa perkembangan lebih rentan terhadap kerusakan akibat zat berbahaya dalam rokok.
-
Kenapa anak terpengaruh rokok? Jika orang tua merokok, anak mungkin akan meniru kebiasaan tersebut.
-
Apa dampak buruk merokok? Zat-zat kimia yang terdapat dalam rokok merusak kolagen pada kulit, yang mengakibatkan kulit menjadi kusam dan munculnya keriput.
-
Kenapa anak rentan terkena bahaya asap rokok? Bagi anak-anak dan individu dengan masalah pernapasan, paparan terhadap asap rokok yang menempel pada pakaian bisa menjadi risiko kesehatan yang serius.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),, prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen atau turun 70 bps dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 28,96 persen.
Sementara prevalensi perokok anak atau usia sama atau di bawah 18 tahun, sebesar 3,44 persen. Angka ini menurun 25 bps dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,69 persen. Angka ini juga memperkuat tren penurunan prevalensi perokok anak yang telah terjadi sejak 2018 yaitu sebesar 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.
Dengan alasan menurunkan prevalensi perokok anak, rencana revisi beleid yang saat ini diprakarsai Kementerian Kesehatan juga berencana untuk melarang penjualan rokok batangan.
Menaggapi hal ini, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), dr. Ali Mahsun menyatakan selama ini para pedagang kecil yang menjual rokok sejatinya tidak menjual rokok kepada anak-anak, baik secara batangan atau bungkusan.
Bahkan, 25 Januari lalu, KERIS bersama 26 kumpulan pelaku ekonomi rakyat dan pedagang mendeklarasikan ‘Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil: Rokok Buka Untuk Anak’ sebagai pernyataan sikap sekaligus bentuk nyata partisipasi aktif mereka untuk tidak menjual rokok pada anak.
"Kami sepenuhnya mendukung upaya pemerintah menekan prevalensi perokok anak dan remaja. Oleh karenanya, kami mendeklarasikan ‘Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil: Rokok Bukan Untuk Anak.’ Di mana seluruh pedagang kaki lima, pedagang asonga, pedagang kelontong, dan teman-teman ekonomi rakyat kecil berkomitmen untuk tidak boleh menjual rokok, baik dengan bentuk batangan atau bungkusan, ke anak-anak," ujar Ali ditulis Rabu (8/2).
Wacana larangan penjualan rokok batangan memiliki konsekuensi ketidakadilan bagi kondisi ekonomi rakyat kecil. Sebab, banyak pedagang yang bakal terdampak atas kebijakan ini, bahkan berpotensi kehilangan sumber pendapatan. Hal ini dikarenakan banyak pedagang yang memiliki modal kecil dan hanya bisa menjual rokok secara batangan.
"Recana larangan penjualan rokok batangan ini terbit tanpa memikirkan aspek-aspek lainnya. Prevalensi perokok anak dan penjualan rokok batangan tidak memiliki korelasi yang signifikan," tegas Ali.
Di kesempatan berbeda, pengamat kebijakan, Agustinus Moruk Taek, menjelaskan penyusunan kebijakan di Indonesia selama ini terlalu fokus terhadap fokus hukum dan sering alpa dalam melihat konteks maupun keadilan regulasi.
Hal tersebut membuat suatu regulasi tidak tepat guna, karena tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang seharusnya mendasari suatu kebijakan. Imbasnya, regulasi yang terbit justru menimbulkan ketidakadilan dan masalah baru.
Dalam studi yang dilakukannya, Agustinus menyimpulkan rencana revisi PP 109/2012 dilakukan tanpa riset yang kuat. Ia menyebut muatan revisi hanya berisi kausalitas tanpa argumentasi dan dukungan data yang akurat.
"Jadi, apakah PP 109/2012 mendesak untuk direvisi? Jawabannya tidak. Hasil studi memperlihatkan regulasi saat ini masih relevan untuk menekan prevalensi perokok anak," paparnya.
Sumber: Liputan6.com (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada kecenderungan anak-anak beralih dari rokok konvensional ke rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaUpaya menekan kemunculan pelajar perokok bisa dilakukan dengan kampanye antirokok yang efektif.
Baca SelengkapnyaAnak-anak yang memiliki orangtua perokok berisiko lebih besar mengalami stunting.
Baca SelengkapnyaBerhenti merokok sebelum usia 40 tahun bisa memiliki efek panjang umur sama seperti pada orang yang tidak pernah merokok.
Baca Selengkapnya"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaSemakin muda usia seseorang mulai merokok, risiko masalah pernapasan di usia muda bisa semakin meningkat.
Baca SelengkapnyaMeski demikian, Amalia tidak menyebutkan besaran andil inflasi kenaikan cukai rokok hingga 10 persen di tahun ini.
Baca SelengkapnyaPelarangan rokok sekali pakai dapat membantu mengurangi daya tarik vape kepada anak-anak muda.
Baca SelengkapnyaPaparan asap rokok dapat memberikan dampak yang lebih serius bagi anak-anak penyandang disabilitas, terutama pada anak dengan disabilitas.
Baca SelengkapnyaDia menduga, kian maraknya peredaran rokok ilegal di wilayah Bekasi imbas dari kenaikan cukai rokok.
Baca SelengkapnyaAda 70 juta orang perokok aktif di Indonesia. 7,8 Persen di antaranya berusia muda
Baca SelengkapnyaBanyak orang beralih ke rokok murah dengan risiko yang lebih berbahaya
Baca Selengkapnya