Ekonomi Nigeria Ambruk Parah, Warga Susah Beli Makan
Transportasi merupakan salah satu faktor utama yang memengaruhi biaya produksi di pasar.
Perekonomian Nigeria berada di fase kelam. Krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade di negara ini membuat warga berkorban untuk bertahan hidup.
Harga obat-obatan, makanan, dan komoditas pokok lainnya berada di luar jangkauan banyak orang.
Toyin Ogundeko, warga Lagos yang berprofesi sebagai juru masak, mengidap asma. Putranya juga mengidap kondisi yang sama.
Tetapi obat-obatan menjadi sangat mahal di Nigeria sehingga mereka tidak mampu membeli inhaler yang mereka butuhkan. Di tengah krisis ekonomi yang semakin memburuk, Ogundeko tidak yakin bagaimana mereka akan bertahan.
"Dengan kondisi ekonomi saat ini, keadaan menjadi semakin sulit. Anda kesulitan membeli bahan makanan, dan Anda juga berusaha menimbun obat-obatan," ungkap Ogundeko saat diwawancara dengan Deutsche Welle (DW).
Krisis ekonomi terburuk di Nigeria dalam beberapa dekade telah menyebabkan negara itu kehilangan peringkat sebagai ekonomi terbesar di Afrika. Dan inflasi serta nilai tukar yang tidak stabil mendorong biaya hidup meningkat di negara berpenduduk lebih dari 200 juta orang itu.
Harga obat impor yang lebih tinggi telah menyebabkan kenaikan harga lokal dan kelangkaan obat-obatan dasar.
Apoteker Emmanuel Olaogun Oladeji mengatakan produsen obat Nigeria tidak dapat menutupi kekurangan tersebut.
"Ada batasan terhadap apa yang dapat dilakukan oleh produsen lokal. Kami bersyukur memiliki perusahaan seperti Emzor Pharmaceuticals dan beberapa produsen lokal lainnya di negara ini, tetapi ada batasan terhadap apa yang dapat mereka lakukan," kata Oladeji kepada DW.
Para analis memperkirakan Nigeria bisa jatuh ke posisi keempat dalam daftar ekonomi Afrika pada tahun 2024. Para pelaku bisnis tengah berjuang keras untuk tetap bertahan.
"Apa yang menyebabkan masalah kita di Nigeria saat ini adalah devaluasi mata uang nasional kita terhadap dolar AS," kata Alhaji Sani Nasidi, seorang pengusaha veteran, kepada DW.
Tingginya biaya kebutuhan pokok yang dihadapi warga merupakan akibat langsung, katanya. Sebagai jalan keluar dari krisis saat ini, Nasidi menyarankan bahwa "Nigeria perlu menjauh dari ekonomi dolar."
Presiden Bola Tinubu telah memulai serangkaian reformasi ekonomi yang berani yang menurutnya perlu dan akan membuahkan hasil di masa depan.
Keputusannya untuk mencabut subsidi bahan bakar dianggap sebagai sesuatu yang tiba-tiba.
Hal itu menyebabkan harga bahan bakar naik dua kali lipat, biaya pangan dan transportasi naik , serta harga produk impor naik.
Menurut analis keuangan dan mantan bankir Aminu Philip Yado, tingginya biaya bahan bakar berdampak luas pada masyarakat Nigeria.
"Transportasi merupakan salah satu faktor utama yang memengaruhi biaya produksi di pasar," kata Yado.
"Jika Anda pergi ke pertanian dan harus memanen serta mengangkut dengan biaya yang sangat tinggi, tidak mungkin Anda bisa datang ke pasar dan mengenakan harga rendah. Anda tentu harus mengenakan harga yang menguntungkan dan berkelanjutan."