Hati-Hati, Aturan PNS Pria Boleh Cuti saat Istri Melahirkan Bisa Timbulkan Kecemburuan Pegawai Swasta
Hati-Hati, Aturan PNS Pria Dapat Cuti saat Istri Melahirkan Bisa Timbulkan Kecemburuan Pegawai Swasta
Pemerintah berpandangan, pentingnya peran ayah dalam pendampingan ketika sang istri melahirkan, termasuk saat fase-fase awal pasca-persalinan.
Hati-Hati, Aturan PNS Pria Boleh Cuti saat Istri Melahirkan Bisa Timbulkan Kecemburuan Pegawai Swasta
Hati-Hati, Aturan PNS Pria Boleh Cuti saat Istri Melahirkan Bisa Timbulkan Kecemburuan Pegawai Swasta
Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) manajemen Aparatur Negeri Sipil (ASN) atau PNS. Salah satunya membahas mengenai PNS pria berhak mengajukan cuti saat istrinya melahirkan ataupun keguguran.
Pemerintah berpandangan, pentingnya peran ayah dalam pendampingan ketika sang istri melahirkan, termasuk saat fase-fase awal pasca-persalinan.
Pengamat Kebijakan Publik, Yogi Suprayogi Sugandi menilai, kebijakan yang diambil pemerintah merupakan langkah yang tepat. Sebab tugas seorang ayah juga menjaga dan mendampingi sang istri saat melahirkan.
Yogi mengatakan, secara teknis pemerintah juga harus detail mengatur turunan dari RPP tersebut, misalnya dalam kondisi seperti apa pegawai pria dapat mendampingi istri saat melahirkan.
"Memang harus diatur ini adalah turunan dari RPP-nya secara teknis peraturannya mungkin bisa dari Kepala BKN, misalnya cutinya Seperti apa? Dalam keadaan seperti apa? Kalau istrinya kalau kelahiran istri normal itu harus seperti apa? Kemudian kalau tidak normal harus seperti apa," kata Yogi kepada Merdeka.com, Jumat (15/3).
Kendati begitu, menurut Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI), Lisman Manurung menyatakan, sebelum menerapkan aturan itu, pemerintah harus mempertimbangkan bahwa tidak hanya sektor pemerintah yang memperkerjakan, namun juga ada sektor pekerja swasta yang juga perlu diperhatikan.
Sehingga Lisman berpandangan jangan sampai timbul rasa iri terhadap pegawai PNS yang mendapat cuti ayah tersebut.
"Ini menurut hemat saya perlu berhati-hati. Jadi apakah hal ini yang akan menjadi satu sesuatu yang baru di dalam birokrasi sudah dipertimbangkan secara matang, sebab jika nanti sektor swasta meminta hal yang sama Itu kan meningkatkan biaya produksi," kata Lisman kepada Merdeka.com, Jumat (15/3).
Lisman meminta agar pemerintah mengkaji secara menyeluruh, mulai dari faktor sosiologis, keagamaan dan lain sebagainya dalam penerapan cuti ayah itu.
"Kita juga harus menghargai tata kelola adat misalnya tata kelola keluarga Timur ketika ada yang lahiran terus nanti Ibu mertuanya. Itu satu hal yang menurut hemat saya harus dibahas secara sosiologis. Ini sesuatu yang mungkin harus kita pertimbangkan baik-baik," terang Lisman.