Hidup Memprihatinkan dan Tak Lulus SD, Subaidi Sukses Jadi Bos Minimarket Setelah 47 Kali Gagal Menjalankan Bisnis
Di usia 13 tahun, dia sudah merantau ke Malaysia untuk menjadi TKI sebagai kuli bangunan.
Pria asal Pamekasan, Jawa Timur itu bercerita kalau hidupnya sudah sangat memprihatinkan sejak kecil. Subaidi bahkan tidak mampu menamatkan pendidikan dasarnya.
Hidup Memprihatinkan dan Tak Lulus SD, Subaidi Sukses Jadi Bos Minimarket Setelah 47 Kali Gagal Menjalankan Bisnis
Hidup Memprihatinkan dan Tak Lulus SD, Subaidi Sukses Jadi Bos Minimarket Setelah 47 Kali Gagal Menjalankan Bisnis
Dari kerja serabutan di Malaysia, menjadi ‘operator’ tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal, hingga gagal 47 kali dalam menjalani bisnis, Subaidi akhirnya menemukan muara kesuksesan.
Dalam podcast bersama Helmy Yahya, pria asal Pamekasan, Jawa Timur itu bercerita kalau hidupnya sudah sangat memprihatinkan sejak kecil. Subaidi bahkan tidak mampu menamatkan pendidikan dasarnya.
Di usia 13 tahun, dia sudah merantau ke Malaysia untuk menjadi TKI sebagai kuli bangunan. Kebetulan, di sana ada sang ayah dan kakak yang sudah lebih dulu menjadi pekerja kasar. Sementara ibu Subaidi menjalani hidup baru dengan pria lain.
"Ibu dan bapak saya cerai, ibu saya menikah lagi nah ini bapak tiri saya jahat, saya ditekan untuk kerja terus ya sudah saya berangkat ke Malaysia," ucap Subaidi, dikutip pada Jumat (16/2).
Di usia 14 tahun, dia mulai mendapatkan gaji penuh sebagai kuli bangunan. Seiring waktu berjalan, Subaidi mencoba untuk menjadi kontraktor skala kecil. Dia membuat pamflet di sudut sudut pemukiman padat Malaysia.
Di usaha yang pertama, dia menawarkan jasa renovasi dengan boleh berutang maksimal 20 persen. Subaidi mengakui tawaran itu berpotensi merugikan bisnisnya, namun menurutnya hal ini justru menjadi pintu masuk agar masyarakat Malaysia tertarik dan mengenal bisnis Subaidi.
Meski sempat berjalan, usaha renovasi yang dirintis Subaidi tidak berjalan lancar. Menginjak usia 18 tahun, Subaidi beralih "profesi" menjadi tekong, istilah yang digunakan bagi seseorang yang membawa TKI yang dipekerjakan secara ilegal.
"Saya jadi tekong, bawa orang masuk ke Malaysia ilegal, bawa orang dari Madura, Surabaya, Pati, Dumai, baru nyeberang," kata Subaidi.
Menjadi tekong membuat Subaidi harus berurusan dengan polisi Malaysia. Warga negara Indonesia yang dibawa masuk ke Malaysia, justru melapor ke polisi atas aktivitas Subaidi selama ini. Beruntungnya, masalah hukum itu dapat terselesaikan dengan baik.
Sekitar tahun 2003, Subaidi masih berada di Malaysia. Berganti-ganti pekerjaan sesering mungkin dia jalani. Hingga dia terpikir untuk membuka bisnis impor rempah Indonesia ke Malaysia.
"Akhirnya belajar ekspor dari Indonesia ke Malaysia," ucapnya.
Bisnis ekspor kembali gagal. Subsidi kembali menjalani bisnis renovasi yang sebenarnya tidak mati total. Sambil berjalan, Subaidi menjajal menjalani bisnis multi level marketing (MLM).
Menjadi anggota MLM untuk pertama kalinya merupakan pengalaman baru bagi Subaidi. Dia merasa mendapatkan banyak ilmu dan keterampilan khusus secara cuma-cuma.
Namun, usia menjadi anggota MLM tidak panjang. Subaidi harus mengalami kegagalan karena produk yang dia tawarkan bangkrut.
Sekitar tahun 2013, Subaidi kembali ke kampung halaman. Pendapatan yang dia tabung selama berada di Malaysia dia jadikan modal rental mobil. Lagi-lagi, Subaidi harus menelan kegagalan.
"Buka rental mobil tiga bulan, satu mobil hilang itu pun saya tiga mobil kredit semua. Setelah itu sudah bingung hidup apapun nggak enak lah," ungkapnya.
Subaidi akhirnya berjualan ayam potong. Agar istri dan anak-anaknya tidak menjadi bahan ejekan tetangga, Subaidi harus berangkat mengantar ayam potong ke pasar sebelum waktu subuh, dan harus kembali ke rumah sebelum matahari terbit.
Subaidi kembali harus merasakan getirnya hidup. Usaha ayam potongnya itu tak berjalan mulus. Dia pun memutuskan untuk kembali ke Malaysia. Di sana dia kembali menjadi anggota MLM. Saat itu dia menjadi anggota MLM untuk cryptocurrency.
Hingga di satu titik, Subaidi memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan membangun usaha minimarket. Berbekal pengalaman dan skema bisnis yang dia dapat ketika menghadapi kegagalan, Subaidi yakin kali ini bisnisnya berjalan lancar.
Pada tahun 2020, Subaidi mendirikan minimarket pertama di Bangkalan. Minimarket itu dia beri nama CC Market. Modal pertama Subaidi untuk usaha ini sebesar Rp10 juta. Itu pun untuk mengurus administrasi legalitas.
Dengan prinsip menjaga kepercayaan investor, Subaidi berhasil meraup suntikan modal, dari rekan sesama TKI, sebanyak hampir Rp2 miliar.
CC Mart terus berkembang, di tahun 2021 saja sudah ada 13 gerai CC Mart. Dia menargetkan CC Mart dapat menguasai setidaknya 5 persen pasar.