Jatuh Bangun Jody, Rintis Usaha Steak Pakai Nasi yang Kini Sudah Punya 107 Cabang di Indonesia
Jody mencoba mencari celah agar steak yang dijual bisa dijangkau oleh mahasiswa.
Jody mencoba mencari celah agar steak yang dijual bisa dijangkau oleh mahasiswa.
Jatuh Bangun Jody, Rintis Usaha Steak Pakai Nasi yang Kini Sudah Punya 107 Cabang di Indonesia
Jatuh Bangun Jody, Rintis Usaha Steak Pakai Nasi
Nasi menjadi makanan pokok yang tak dapat dilepaskan dari masyarakat Indonesia. Belum puas rasanya jika sebuah hidangan disediakan tanpa ada nasinya.
Kebiasaanya ini yang menginspirasi Jody Brotosuseno untuk mendirikan Waroeng Steak and Shake.
Sebuah restoran dengan hidangan utama steak yang disajikan dengan nasi sebagai pengganti kentang dalam hidangan ala barat.
Selain menjalankan bisnis ini, Jody juga mengelola beberapa lini usaha kuliner lain seperti The Obonk, Bebek Goreng Haji Slamet, dan Pisang Goreng Bang Umar.
Ide bisnisnya ini pertama kali muncul dari kebiasaan sang ibu yang gemar memasak. Meskipun bukan seorang koki yang andal, Jody mengaku ibunya banyak mengajarkan hal detail kepadanya mulai dari pemilihan bahan sampai cara masak.
Dengan modal seadanya, Jody kembali melanjutkan bisnis makanan yang sempat dijalankan orang tuanya.
"Ibu saya itu selalu masak steak seminggu sekali. Steak buatan Ibu saya enak banget dan saya kepikiran buat meneruskan usaha steak dengan modal seadanya, dari situ jadilah 'Obonk Steak'," kata Jody seperti yang dikutip dari akun YouTube Pecah Telur, Senin (20/11).
Awalnya, The Obonk mengusung konsep untuk kelas menengah ke atas. Karena saat itu Jody masih berstatus sebagai seorang mahasiswa, dia mencoba meramaikan bisnis dengan mengundang teman kuliahnya.
Bersama istrinya, Aniek, Jody mencoba mencari celah agar steak yang dijual bisa dijangkau oleh mahasiswa.
Sampai akhirnya mereka menemukan resep ayam goreng tepung yang dikemas jadi sajian steak ayam.
"Resepnya kita trial sendiri, termasuk saosnya. Kita buat cita rasanya begitu khas dengan cita rasa Indonesia," kata Jody.
Jody mengaku kala itu dia memulai bisnis Steak and Shake dengan modal seadanya.
Bahkan, dia harus rela menjual motor satu-satunya untuk menyewa tempat dan karyawan sebanyak dua orang.
Perjuangan Jody dan istrinya untuk mempertahankan Waroeng Steak and Shake tidaklah mudah. Mereka tak memiliki uang untuk memasang iklan di koran.
Sehingga harus mencetak brosur, dengan cara membagi satu halaman kertas menjadi empat bagian.
Setiap hari, mereka membagikan selebaran brosur kepada tiap orang yang lewat. Mereka tidak memikirkan untung sama sekali, omzetnya bahkan hanya Rp20 ribu, paling untung Rp30 ribu per hari.
Bagi mereka, yang penting 'Waroeng' bisa mendatangkan pelanggan lebih banyak.
Istrinya yang kala itu kuliah jurusan komunikasi massa, hampir setiap hari mengirimkan rilis ke media-media tentang usaha yang dirintis.
Harapannya, ada wartawan yang datang ke outlet dan meliput bisnisnya.
Sampai akhirnya di bulan ke-7, salah satu wartawan media lokal Yogyakarta berkunjung dan meliput Waroeng Steak and Shake.
Setelah itu, dia mulai mendapat banyak pelanggan dan sampai harus mengantre.
Sayangnya antrean tersebut bukan karena konsumen yang banyak. Tapi karena outletnya kecil, hanya bisa menampung 20 pelanggan.
Tujuannya, agar mereka bisa menampung pelanggan yang mengantre di outlet pertama.
Sejak saat itu, Jody terus membuka cabang baru setiap empat bulan. Hingga di tahun 2022 Waroeng Steak and Shake sudah memiliki 107 cabang dengan lebih dari 1.500 karyawan.
Menurut Jody, salah satu kekuatan perusahaan itu terletak pada kekuatan sumber daya manusia (SDM), seperti karyawan yang jujur, amanah, dapat dipercaya, komitmen, dan bertanggung jawab.
Kriteria tersebut, kata Jody terinspirasi dari budaya yang ada di pesantren.
"Saya melihat konsep pesantren yang baik dan ini yang membuat saya ingin mencapai Spiritual Company, semua karyawan harus bisa jadi 'santri'," kata Jody.
Tapi sebelum itu, bagi Jody, seorang pemimpin harus bisa mencontohkan perilaku baik terlebih dahulu kepada karyawannya.
"Karena sebagai pengusaha, 1.500 karyawan ini jadi tanggung jawab saya. Alhamdulillah dampaknya jadi baik ke karyawan," kata Jody.
Saat pandemi, omzet Waroeng Steak and Shake menurun hingga hanya berada di angka 25 persen. Dalam kondisi tersebut, Jody tidak punya pilihan lain selain merumahkan para karyawan.
Meski begitu, dia tetap memberikan gaji kepada karyawan, walaupun tidak utuh.
"Saya tetap berikan gaji karyawan meskipun tidak 100 persen, saya hanya minta doa dari karyawan," kata dia.
Beruntungnya, masa-masa terberat itu tidak lama. Dalam waktu 3 bulan saja, bisnisnya bisa kembali berjalan walau masih tertatih.
"Alhamdulillah, hanya tiga bulan Waroeng Steak and Shake bisa pulih dan bahkan bisa jadi lebih sehat lagi," ungkap Jody.
Jody mengaku, dengan budaya spiritual company, loyalitas karyawan meningkat pesat. Bahkan dia memiliki karyawan pertama yang masih bekerja sampai saat ini.
Dia merupakan pegawai pertama di bisnis Jody sebelumnya dan kini menjadi direktur utama Waroeng Steak and Shake.
Selain itu, Jody mencanangkan setiap tanggal 27 April menjadi hari sedekah nasional bagi perusahaannya.
Dia menyumbangkan omzet bisnisnya 1 hari dan mengajak pihak lain seperti supplier, karyawan hingga pelanggan untuk ikut bersedekah.
"Jadi, bangun kekuatan doa dengan siapapun itu, dengan cara apa pun itu,"
tutup Jody.