Kredit Perbankan RI Tumbuh 12,15 persen Ditengah Perlambatan Ekonomi Global
Pertumbuhan kredit tersebut menunjukkan kualitas kredit terjaga di tengah situasi global yang mengalami pelemahan.
Pertumbuhan kredit tersebut menunjukkan kualitas kredit terjaga di tengah situasi global yang mengalami pelemahan.
Kredit Perbankan RI Tumbuh 12,15 persen Ditengah Perlambatan Ekonomi Global
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Mei 2024 pertumbuhan kredit masih tumbuh dua digit yakni 12,15 persen secara tahunan atau menjadi Rp7.376 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, mengatakan pertumbuhan kredit tersebut menunjukkan kualitas kredit terjaga, dengan tingkat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) industri perbankan gross tercatat 2,34 persen, sebelumnya 2,33 persen.
Lalu NPL nett berada di angka 0,79 persen, sebelumnya 0,81 persen.
"Penyaluran kredit yang cukup signifikan tersebut, melanjutkan tren pertumbuhan kredit sejak periode-periode sebelumnya, dan searah dnegan target pertumbuhan 2024," kata Dian dalam konferensi pers hasi RDK Juni 2024, Senin (8/7/2024).
Dian menyebut, tren pertumbuhan kredit yang baik ini menunjukkan kinerja perbankan yang baik dan bukti dukungan perbankan untuk terus mendukung perekonomian nasional.
Sejalan dengan itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan positif diangka 8,63 persen secara tahunan, dengan likuditas dari alat likuid per non core deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing 114,58 persen dan 25,79 persen. Kedua hal itu di atas treshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.
Adapun pada Mei 2024, perbankan Indonesia masih ditopang dengan permodalan yang kuat sebesar 26,22 persen dengan tingkat profitabilitas perbankan mencapai 2,56 persen Return on Asset (ROA).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, melaporkan stabilitas sektor jasa keuangan nasional Juni 2024 tetap terjaga di tengah masih tingginya ketidakpastian global.
"Menilai sektor jasa keuangan terjaga stabil dan kontributif terhadap pertumbuhan nasional didukung oleh tingkat solvabilitas yang tinggi dan profil risiko yang manajeble di tengah masih tingginya ketidakpastian global," kata Mahendra.
Mahendra menjelaskan, perekonomian global secara umum menunjukkan pelemahan.
Hal itu merujuk pada data perekonomian AS yang tercatat lebih rendah dari ekspektasi di tengah inflasi yang masih melekat kuat di dalam perekonomian Amerika.
Di Eropa perekonomian sedang menghadapi tantangan dan tekanan fiskal. Sementara di China terjadi kontraksi antara permintaan dan suplai yang terus berlangsung di tengah stimulus agresif yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok baik oleh otoritas moneter dan fiskal.
Di sisi lain, kata Mahendra perekonomian domestik justru tetap terjaga. Hal itu dilihat dari pemulihan permintaan masyarakat yang terus berlanjut meskipun cenderung masih lambat.
OJK juga melihat inflasi di dalam negeri masih relatif stabil, dengan pertumbuhan uang beredar atau M2 yang meningkat mengindikasikan potensi berlanjutnya penguatan permintaan ke depan.
Selanjutnya, untuk produksi sektor manufaktur juga mencatatkan ekspansi meskipun termoderasi terlihat dari penurunan indeks PMI manufaktur menjadi sebesar 50,7 dibandingkan bulan sebelumnya 52,1.
Adapun dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, OJK menekankan pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang selaras dengan standar internasional.