Menengok Sejarah Program Konversi Kompor Minyak Tanah ke Gas LPG di Era SBY-JK
Tujuan utama konversi kompor minyak tanah menjadi kompor gas LPG untuk mengurangi subsidi. Sebab, biaya produksi minyak tanah setara dengan Avtur.
Tujuan utama konversi kompor minyak tanah menjadi kompor gas LPG untuk mengurangi subsidi. Sebab, biaya produksi minyak tanah setara dengan Avtur.
Menengok Sejarah Program Konversi Kompor Minyak Tanah ke Gas LPG di Era SBY-JK
Menengok Sejarah Program Konversi Kompor Minyak Tanah ke Gas LPG di Era
SBY-JK
Pada tahun 2022 lalu, pemerintah berencana untuk bermigrasi dari kompor gas Elpiji ke kompor listrik. Namun, rencana ini tidak dapat terealisasi karena penolakan dari masyarakat dan beberapa kendala yang tidak mencukupi untuk menjadi program nasional. Penundaan konversi kompor gas menjadi kompor listrik, disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
-
Bagaimana kompor minyak tanah dibuat? Kompor minyak tanah produk Saiman dibuat dengan memanfaatkan limbah drum dan kaleng.
-
Kapan kompor minyak tanah ditemukan? Kompor minyak tanah pertama kali dikenalkan oleh Alexis Soyer, seorang warga berkebangsaan Perancis, pada tahun 1849.
-
Siapa penemu kompor minyak tanah? Kompor minyak tanah pertama kali dikenalkan oleh Alexis Soyer, seorang warga berkebangsaan Perancis, pada tahun 1849.
-
Apa ciri khas kompor minyak tanah? Kompor yang diciptakan Soyer memiliki tekanan udara karena belum menggunakan sumbu. Kombinasi tekanan udara dan minyak tanah di dalamnya yang kemudian memicu adanya api.
-
Dimana pusat pembuatan kompor minyak tanah? Bahkan, Desa Taman Harjo, Singosari, Malang, Jawa Timur, dikenal sebagai pusat industri kecil kompor dengan bahan bakar minyak tanah.
-
Kenapa Pertamina bangun terminal LPG di Bima dan Kupang? 'Terminal LPG Bima dan Kupang akan mendukung terwujudnya availability, accessibility, dan affordability energi khususnya LPG di wilayah NTB dan NTT. Penyelesaian PSN ini menjadi penting karena besarnya manfaat ketersediaan energi yang berkeadilan bagi masyarakat bahkan sampai pelosok,' jelas Riva.
"Dapat saya sampaikan bahwa pemerintah belum memutuskan terkait program konversi dari kompor LPG 3 kg menjadi kompor listrik induksi," ujar Airlangga dalam konferensi pers secara virtual pada 23 September 2022 lalu.
Tidak disampaikan pertimbangan atas penundaan program konversi kompor listrik tahun lalu itu. Yang jelas, Airlangga dalam pernyataan persnya bilang pemerintah terus mempertimbangkan kondisi masyarakat dan memantau kondisi lapangan terhadap penggunaan gas LPG 3 kg. Tak hanya itu, pembahasan anggaran dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait dengan program konversi kompor LPG ke kompor listrik induksi tersebut belum dibicarakan dan belum disetujui.Meski ditunda, pemerintah telah membagikan 300 unit kompor listrik ke Bali dan Solo. Pemanfaatan 300 unit kompor listrik di dua wilayah tersebut bersifat uji coba.
"Hasil dari uji coba ini akan dilakukan evaluasi," kata Airlangga.
Sebelum adanya konversi kompor gas LPG menjadi kompor listrik, pemerintah era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)- Jusuf Kalla (JK), pernah berhasil mengonversi kompor minyak tanah menjadi kompor gas. Program konversi minyak tanah ke tabung gas LPG 3 kg digalakan pada tahun 2007. Prosesnya berlangsung sampai bulan Juli 2010. Selama periode itu, pemerintah telah mendistribusikan paket perdana program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg sebanyak 44,675 juta paket ke masyarakat.Awal masa transisi kompor minyak tanah ke kompor gas berjalan tidak mudah. Program konversi ini bukan sekadar persoalan teknis, namun juga sarat dengan aspek sosial dan budaya.
Dalam situs Kementerian ESDM, tujuan utama konversi kompor minyak tanah menjadi kompor gas LPG untuk mengurangi subsidi. Sebab, biaya produksi minyak tanah setara dengan Avtur. Konsumsi minyak tanah sebelum dilakukan konversi mencapai kisaran 12 juta kilo liter setiap tahun. Ketika itu, besaran subsidi mencapai sekitar Rp25 triliun. Angka ini berubah sesuai dengan basis asumsi harga minyak mentah dunia maupun volume.Dalam catatan Kementerian ESDM, pengguna minyak tanah sekitar 10 persen golongan sangat miskin, 10 persen golongan miskin, 50 persen golongan menengah dan 20 persen golongan mampu. Berdasarkan profil pengguna tersebut, terlihat subsidi minyak tanah tidak seluruhnya tepat sasaran. Kelompok masyarakat menengah maupun mampu, masih banyak yang mengkonsumsi minyak tanah bersubsidi dengan berbagai alasan. Pemerintah pun menggalakan program konversi yang diikuti dengan pengurangan volume minyak tanah bersubsidi untuk memperbaiki distribusi agar lebih tepat sasaran.
Hingga kemudian pemerintah memilih LPG menjadi pilihan pengganti minyak tanah. Alasan terpenting adalah biaya produksi gas LPG lebih murah dibanding minyak
Kementerian ESDM menguraikan, biaya produksi minyak tanah tanpa subsidi, sekitar Rp6.700 per liter. Harga tersebut jika dengan subsidi dari Pemerintah Rp2.500 per liter. Sementara untuk satuan setara minyak tanah, biaya produksi gas LPG tanpa subsidi sebesar Rp4.200 per liter. Sedang gas Elpiji dengan subsidi menjadi Rp2.500 liter. Penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Laboratorium Energi Universitas Trisakti, menunjukan, biaya merebus air 5 liter adalah Rp11,6 per menit untuk gas LPG dan Rp13,8 per menit untuk minyak tanah.Sementara itu, target kepala keluarga yang menerima subsidi konversi minyak tanah ke gas sekitar 40 juta kepala keluarga miskin yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk keperluan ini, dibutuhkan sebanyak 40 juta kompor gas beserta aksesorisnya, serta 100 juta tabung gas LPG 3 Kg.
Sejak mulai dilaksanakan tahun 2007 hingga menjelang akhir 2010, telah dibagikan paket perdana sebanyak 44.675.000 ke seluruh wilayah Indonesia atau lebih dari 100 persen dari target. Sebanyak 3.793.000 Metrik Ton (MT) gas LPG telah dikonsumsi masyarakat sasaran. Sedang minyak tanah yang ditarik mencapai 11.317.000 kilo liter. Dari konversi ini, negara menghemat Rp19,34 triliun. Program konversi minyak tanah ke gas juga membawa dampak bergulir dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Pengadaan lebih dari 44 juta kompor gas telah mendorong bangkitnya industri kompor gas dalam negeri. Saat itu, tercatat 34 pabrik kompor gas sudah beroperasi dengan kapasitas mencapai sekitar 55 juta unit setiap tahun. Pabrikan aksesoris juga berkembang seiring dengan kebutuhan pengoperasian kompor gas oleh konsumen. Tercatat, 21 pabrik katup tabung (valve), selang dan regulator dengan berbagai merek di berbagai wilayah di Indonesia, telah beroperasi . Produksi katup tabung mencapai sekitar 25 juta setiap tahun, regulator mencapai sekitar 45 juta setiap tahun dan selang karet mencapai sekitar 80 juta per tahun. Kebutuhan sekitar 100 juta tabung gas LPG ukuran 3 kg juga telah mendorong bekembangnya pabrikan di dalam negeri. Setidaknya, dari program tersebut sudah beroperasi sekitar 73 pabrik tabung gas dengan kapasitas mencapai sekitar 75 juta per tahun.