Penyakit Misterius di Kongo, Hampir 400 Korban dengan 79 Kematian Mayoritas Anak-Anak
Data ini disampaikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC) serta badan kesehatan masyarakat Uni Afrika.
Penyakit misterius menginfeksi wilayah Republik Demokratik Kongo (DRC). Penyakit ini dikategorikan sebagai misterius karena belum terdiagnosis, dan pejabat kesehatan setempat masih melakukan penyelidikan terhadap penyakit yang mematikan ini.
Sejak laporan pertama kali muncul pada akhir Oktober, hampir 400 kasus telah tercatat, dengan puluhan orang dilaporkan meninggal dunia. Data ini disampaikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC) serta badan kesehatan masyarakat Uni Afrika.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima laporan mengenai situasi tersebut dan sedang bekerja sama dengan pihak berwenang di Kongo untuk menyelidiki asal-usul penyakit ini.
"WHO bekerja sama dengan otoritas nasional untuk menindaklanjuti laporan penyakit yang tidak teridentifikasi dan untuk memahami situasinya," ujar badan kesehatan global tersebut dalam pernyataannya kepada ABC News.
"Kami telah mengirim tim ke daerah tersebut untuk mengumpulkan sampel untuk penyelidikan laboratorium," lanjut mereka, seperti yang dilaporkan oleh ABC News ditulis Liputan6.com
Menurut Africa CDC, penyakit ini pertama kali terdeteksi di daerah terpencil di provinsi Kwango, yang terletak di barat daya DRC, dekat perbatasan Angola.
Kasus pertama tercatat pada tanggal 24 Oktober, di mana pasien menunjukkan gejala mirip flu, seperti demam, sakit kepala, batuk, kesulitan bernapas, dan juga anemia, sebagaimana dijelaskan oleh Africa CDC dalam konferensi pers yang diadakan pada hari Kamis.
Terdapat 376 Kasus
Hingga tanggal 5 Desember, tercatat sebanyak 376 kasus dan 79 kematian akibat penyakit misterius ini, menurut laporan dari Africa CDC.
Meski demikian, pejabat kesehatan setempat menyatakan bahwa jumlah kematian akibat penyakit tersebut mencapai 143 orang.
"Yang mencolok dari hal ini bukan hanya jumlah orang yang terinfeksi, tetapi juga proporsi orang yang meninggal," ungkap Dr. Peter Chin-Hong, seorang profesor kedokteran dan spesialis penyakit menular di University of California, San Francisco.
"Sejauh ini, 79 dari 376, itu kurang lebih 21 persen, yang sangat mencolok."
Sebagian Besar Kasus Melibatkan Anak-Anak
Sebagian besar kasus, yaitu 51,8 persen, terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah lima tahun. Kelompok usia ini juga mencatatkan jumlah kematian tertinggi, dengan 17 kasus menurut data dari Africa CDC.
Ketika diminta untuk memberikan komentar, Africa CDC merujuk ABC News kepada konferensi pers yang diadakan pada hari Kamis.
"Tim di lapangan sedang bekerja untuk memastikan datanya. Begitu (kami) mendapatkan informasi lebih lanjut, (kami) akan membagikannya," ungkap juru bicara CDC Afrika kepada ABC News dalam sebuah pernyataan.
Dr. William Schaffner, seorang profesor kedokteran pencegahan di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, menyatakan bahwa kesadaran badan kesehatan global mengenai wabah penyakit di daerah terpencil adalah indikasi keberhasilan pengawasan global.
"Sangat hebat bahwa kami mendapat pemberitahuan tentang hal ini sehingga kami dapat menanggapinya dan seperti yang kami katakan, pengawasan adalah dasar bagi kesehatan masyarakat," jelas Schaffner.
"Anda dapat menganggap pengawasan seolah-olah itu adalah sistem peringatan dini yang jauh seperti dalam radar. Anda tahu, awalnya radar hanyalah titik kecil di layar. Nah, kemudian Anda harus mengirim tim untuk mencari tahu apa arti titik kecil di layar itu."