Segini Perkiraan Dana yang Dibutuhkan Membangun Ulang Gaza Usai Dihancurkan Israel
Infrastruktur dan fasilitas umum di Gaza hancur dibombardir oleh tentara Israel.
Infrastruktur dan fasilitas umum di Gaza hancur dibombardir oleh tentara Israel.
Segini Perkiraan Dana yang Dibutuhkan Membangun Ulang Gaza Usai Dihancurkan Israel
Perkiraan Dana Untung Bangun Ulang Kota Gaza Setelah Dihancurkan Israel
Puluhan ribu nyawa warga Palestina gugur dalam agresi militer Israel sejak awal Oktober 2023. Infrastruktur dan fasilitas umum hancur dibombardir oleh tentara Israel.
Belum ada titik terang, kapan perang akan berakhir. Namun di samping itu muncul pertanyaan, siapa yang akan membangun kembali bangunan-bangunan Gaza yang telah hancur?
Bagaimana perekonomian Gaza akan kembali bangkit?
Asisten Profesor Kebijakan Publik di Institute Doha, Tamer Qarmout dalam wawancara bersama Al Jazeera, menilai 'pembangunan ulang' Gaza pada perang kali ini akan membuat para donatur berpikir panjang.
Merujuk data Bank Dunia, biaya membangun kembali perkotaan Gaza yang hancur karena agresi Israel, sangat besar.
Pada tahun 2008-2009 pengeluaran untuk membangun kembali kota Gaza akibat serangan Israel senilai USD2 miliar atau setara Rp30,87 triliun.
Selanjutnya, di tahun 2012 Israel kembali membantai pemukim Gaza dan menimbulkan kerugian sekitar Rp18,52 triliun.
Pada tahun 2014, kerusakan infrastruktur Gaza kembali terjadi dan menelan kerugian sekitar Rp92,63 triliun.
Dan pada tahun 2021, kerusakan bangunan pada Gaza kembali terjadi dan menelan biaya sekitar Rp7,7 triliun.
Dari semua kerugian yang diderita warga Gaza, peran para donatur internasional sangat membantu dalam pembangunan ulang Kota Gaza.
Akan tetapi, kata Qarmout, perlu ada kebijakan atau skema yang paten jika perang saat ini benar-benar berhenti.
Qarmout beralasan, satu saat para donatur akan merasa 'selalu membuang' uang dari pajak negara mereka untuk membangun Gaza. Namun, kerusakan tersebut berpotensi kembali terjadi.
Di satu sisi, jika merujuk kepada sistem internasional, maka Israel merupakan pihak paling bertanggung jawab untuk membangun kembali Gaza.
Qarmout mengambil contoh ketika aset Rusia jutaan dolar dibekukan dan digunakan untuk membangun kembali kota-kota di Ukraina yang terdampak perang.
Contoh lainnya saat Iraq harus membayar ganti rugi ketika melakukan invasi terhadap Kuwait.
Akan tetapi, Qarmout sangat pesimis Israel mau mengganti rugi atas apa yang telah mereka lakukan. Rasa pesimis itu juga muncul dari beberapa negara Barat yang terkesan tidak akan mendesak Israel mengganti rugi.
"Israel tetap harus dipaksa untuk membayar, meskipun saya melihat siapa yang akan mendesak Israel untuk membayar (kerusakan) ini," kata dia.
Jika Hamas yang mengambil alih pemerintahan, kata Qarmout, bisa saja negara-negara Arab atau negara-negara Islam 'rela' membantu Palestina tanpa pamrih.
Sebaliknya negara-negara Barat akan sangat menentang hal tersebut dan dapat dipastikan bantuan apapun tidak akan mengalir ke Palestina, termasuk Gaza.