AS dan Negara Arab Punya Kejutan Soal Masa Depan Konflik Palestina-Israel, Diumumkan Sebelum Ramadan
AS dan Negara Arab Punya Kejutan Soal Konflik Palestina-Israel, Diumumkan Sebelum Ramadan
Rencana itu kemungkinan akan diumumkan dalam beberapa pekan mendatang, tapi masih bergantung pada upaya gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
- Ini Daftar Negara Arab yang Bersekongkol dengan Israel dalam Isu Palestina
- Kecam Keras Israel, Pangeran MBS Kembali Tegaskan Tidak Ada Normalisasi Tanpa Negara Palestina Merdeka
- Negara Arab Muslim Ini Akan Beli Satelit Mata-Mata Israel Senilai Rp 16 Triliun
- Saudi Tegaskan Mustahil Ada Normalisasi dengan Israel Tanpa Kemerdekaan Palestina dan Agresi di Gaza Dihentikan
AS dan Negara Arab Punya Kejutan Soal Masa Depan Konflik Palestina-Israel, Diumumkan Sebelum Ramadan
Amerika Serikat dan sejumlah negara Arab sekutunya kini tengah merancang rencana solusi dua negara untuk konflik Arab-Israel dalam jangka waktu yang jelas. Demikian dilaporkan harian the Washington Post yang dikutip the Jerusalem Post.
Tak lama setelah mendengar laporan itu Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan dia berencana meminta kabinet untuk mengeluarkan pernyataan menoolak negara Palestina.
"Kami tidak akan menyetujui rencana ini yang menyebut Palestina berhak mendapat imbalan atas pembantaian yang mereka lakukan terhadap kami--yaitu negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," ujar Smotrich.
"Pesannya adalah itu harga yang harus dibayar atas pembantaian terhadap rakyat Israel. Sebuah negara Palestina yang keberadaannya adalah ancaman bagi negara Israel seperti terbukti dari peristiwa 7 Oktober, Kfar Saba tidak akan menjadi Kfar Gaza!" tegasnya.
"Saya akan meminta hari ini kepada kabinet untuk membuat keputusan tegas yang menyatakan Israel menolak berdirinya negara Palestina dan penerapan sanksi kepada lebih dari setengah juta pemukim (Israel)," kata dia.
"Saya menantikan dukungan jelas dari Perdana Menteri benjamin Netanyahu, Menteri Benny Gantz, Menteri gadi Eisenkot dan seluruh menteri," lanjut Smotrich.
Rencana yang tengah disusun ini melibatkan AS, Mesir, Qatar, Yordania, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Seluruh negara, kecuali Saudi dan Qatar, tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mendesak normalisasi Israel dan Arab Saudi sebagai bagian dari pakta keamanan yang disetujui Riyadh. Arab Saudi berkukuh negara Palestina harus masuk dalam kesepakatan itu.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sangat menolak berdirinya negara Palestina, terutama di seluruh gaza dan Tepi Barat. Dia berkeras pemukim ISrael di Tepi Barat tidak boleh diusir, Yerusalem harus tetap dalam pengawasan Israel dan militer mereka harus kembali menguasai keamanan Gaza dan Tepi Barat.
Dalam wawancara dengan stasiun televisi ABC Ahad lalu Netanyahu mengatakan, "Siapa pun yang bicara soal solusi dua negara, saya ingin bertanya, apa maksudnya?
"Apakah Palestina harus punya tentara? Visakah mereka menandatangani kerja sama militer dengan Iran? Bisakah mereka mengimpor roket dar Korea Utara dan senjata mematikan lainnya? Haruskah mereka terus mengajari anak-anak mereka soal terorisme dan pembantaian--tentu saja tidak."
"Inti dari kesepakatan yang bisa dicapai di masa depan adalah, Palestina harus punya kekuasaan untuk mengatur diri mereka sendiri tapi tidak untuk punya kekuatan guna mengancam Israel," kata Netanyahu.