Bisakah Malaysia Tuntut Indonesia ke Mahkamah Internasional karena Kabut Asap?
Sekelompok profesional Malaysia menyerukan agar pemerintahnya mengajukan tuntutan hukum terhadap pemerintah Indonesia ke Mahkamah Internasional dengan tuntutan simbolis sebesar RM 1 lantaran kasus kabut asap.
Sekelompok profesional Malaysia menyerukan agar pemerintahnya mengajukan tuntutan hukum terhadap pemerintah Indonesia ke Mahkamah Internasional dengan tuntutan simbolis sebesar RM 1 lantaran kasus kabut asap. Namun tuntutan ini dipandang tidak memungkinkan oleh sejumlah pengamat hukum.
Selain itu tuntutan hukum lainnya terhadap pemerintah Indonesia juga tampaknya tidak bisa diwujudkan. Para pengacara Malaysia kini lebih menyoroti solusi yang bisa dijalankan yaitu menjerat hukum perusahaan atau individu yang memperparah kabut asap.
-
Kenapa Kue Asidah di Riau bentuknya unik? Namun lain halnya dengan kue Asidah yang memiliki bentuk unik dan lebih beragam. Hal ini dikarenakan bentuk kue tersebut disesuaikan dengan selera dan keinginan dari pembuatnya.
-
Di mana Suku Akit di Provinsi Riau menetap? Salah satunya adalah Suku Akit atau Orang Akik yang mendiami Provinsi Riau tepatnya di Pulau Rupat.(Foto: Diskominfo Bengkalis)
-
Kenapa Basrizal Koto merantau ke Riau? Melihat kondisi keluarganya yang begitu menyedihkan, hati Basko tergerak untuk membawa kondisi perekonomian menjadi lebih baik dengan merantau ke Riau pada saat itu.
-
Di mana sup Tunjang mudah ditemukan di Riau? Di Riau, Sup Tunjang dapat dengan mudah dijumpai keberadaannya karena kuliner ini masih menjadi salah satu favorit santapan masyarakat sekitar.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
-
Apa itu Kue Asidah? Di Provinsi Riau, Asidah termasuk dalam kategori kue yang memang diambil dari camilan manis dari Arab bernama Asida.
Mengapa Mahmakah Internasional tidak mungkin ditempuh?
Ada dua skenario yang membuat Mahkamah Internasional (MI) bisa menjadi tempat untuk mengajukan tuntutan sebuah negara terhadap negara lain: yaitu jika ada perjanjian antara dua negara bertikai yang menyebut sengketa bisa diselesaikan melalui MI atau jika negara-negara yang terlibat dalam suatu kasus sepakat untuk membawa masalah ini ke MI.
Dikutip dari laman Malay Mail, Selasa (17/9), pengacara Lim Wei menuturkan, skenario pertama tidak mungkin dilakukan karena kesepakatan soal polusi kabut lintas negara yang sudah ditandatangani Malaysia dan Indonesia tidak menyebut soal akan membawa masalah ini ke MI.
"Malaysia dan Indonesia adalah negara yang sudah menyepakati Kesepakatan ASEAN tentang Polusi Kabut Asap Lintas Negara. Di sana disebutkan setiap negara harus memastikan tetangganya tidak terganggu oleh polusi kabut asap yang terjadi di dalam wilayahnya.
"Namun dalam Pasal 27 Kesepakatan itu mengatakan segala sengketa yang terjadi bisa diselesaikan lewat konsultasi atau perundingan. Karena itulah Malaysia tidak bisa membawa masalah ini ke MI," kata Sekjen Persatuan Kebangsaan Hak Asasi Manusia (Hakam) itu saat dihubungi Malay Mail.
"Dengan demikian ada pilihan solusi lain, yaitu jika Malaysia sepakat dengan Indonesia untuk membawa masalah ini ke MI untuk menghormati kewajiban Indonesia dalam masalah kabut asap lintas negara," kata dia. Tapi menurut dia Indonesia 'tidak akan setuju' dengan asalan 'melindungi kedaulatan negara'.
Meski Malaysia tampaknya tidak akan bisa membawa masalah ini ke pengadilan tingkat dunia, Lim menuturkan, Negeri Jiran masih bisa meminta saran dari MI dalam masalah ini.
Menurut Lim, di masa lalu MI pernah memberikan saran terkait hukum lingkungan internasional lewat penyampaian saran dalam kasus "Legalitas Ancaman atau Penggunaan Senjata Nuklir".
"Dengan demikian, Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan atau badan lain di bawah PBB bisa meminta saran dari MI--maka Malaysia bisa melobi badan-badan PBB ini untuk mendapat saran dari MI. Meski sifatnya tidak mengikat, saran dari MI bisa 'mempunyai bobot hukum dan otoritas moral'.
Kesepakatan Kabut Asap ASEAN
Lim mengatakan tidak ada pengadilan kawasan bagi Malaysia untuk menuntut hukum Indonesia seperti Pengadilan Eropa untuk Hak Asasi atau Pengadilan Antar-Amerika untuk Hak Asasi di negara Barat.
"Malaysia dan Indonesia tidak menandatangani kesepakatan untuk membawa masalah ini diselesaikan melalui pengadilan internasional macam MI," ujar Lim.
Senada dengan Lim, pengacara konstitusi Surendra Ananth, mengatakan pengajuan tuntutan hukum oleh Malaysia terhadap Indonesia ke MI tidak 'masuk akal', karena dua syarat utama suatu kasus bisa dibawa ke MI tidak terpenuhi.
"Tidak ada kesepakatan mengikat antara Malaysia dan Indonesia untuk membawa masalah ini ke MI. Kesepakatan ASEAN untuk Kabut Asap Lintas Negara tidak memuat pasal soal itu. Sebaliknya pada pasal 27 ada amanat untuk kedua pihak bertikai menyelesaikan masalah lewat konsultasi atau perundingan," kata dia.
Bisakah Pemerintah Malaysia Mengambil Tindakan Hukum Lain?
Malaysia sudah menyebut kebakaran lahan di Indonesia sebagai penyebab utama kabut asap dan Indonesia juga sudah menutup sebidang tanah perusahaan perkebunan yang dimiliki perusahaan Malaysia yang membakar lahan. Dengan begitu perusahaan Malaysia menjadi bagian dari persoalan.
Pengacara New Sin Yew menyebut Malaysia tidak punya aturan hukum memadai untuk menyeret para direktur dan eksekutif perusahaan yang bertanggung jawab atas kebakaran lahan, entah itu di Indonesia atau di Malaysia.
"Yang kita perlukan adalah Undang-Undang Polusi Kabut Asap Lintas Negara seperti di Singapura supaya kita bisa meminta pertanggungjawaban para pelaku," kata dia.
"Kita terpapar kabut asap setiap tahun dan orang-orang sekarat menderita. Mengapa pemerintah tidak juga memberlakukan aturan itu supaya bisa ditegakkan? Apakah mereka akan membiarkan para pelaku terus-terusan membakar sementara kita terus menderita?"
Undang-undang Polusi Kabut Asap Singapura menyebut pelaku yang menyebabkan kabut asap di Singapura bisa dikenakan hukuman denda hingga SGD 100.000 atau setara Rp 1 miliar untuk hitungan kabut asap yang terjadi setiap hari akibat pembakaran dan hukuman itu bisa mencapai angka maksimal SGD 2 juta atau Rp20 miliar.
Hukum Singapura juga mengatakan sebuah perusahaan bisa dituntut karena menyebabkan kabut asap yang menimbulkan korban sakit atau meninggal.
(mdk/pan)