Gurun Sahara Mulai Menghijau, Benarkah Pertanda Bencana Besar? Begini Penjelasan Ilmuwan
Sahara sebelumnya dinobatkan sebagai salah satu tempat paling gersang di dunia.
Salah satu tempat paling gersang di dunia berubah menjadi hijau setelah curah hujan yang tidak biasa.
Satelit baru-baru ini menangkap kehidupan tanaman yang mekar di atas Afrika di bagian Gurun Sahara selatan setelah pola cuaca yang tidak biasa membawa hujan lebat dan bahkan banjir, seperti dikutip dari laman KPTV, Rabu (18/9).
-
Bagaimana penemuan ini memberikan bukti tentang perubahan iklim di Sahara? “Ini adalah salah satu bukti terbaik yang menunjukkan terjadinya perubahan iklim di kawasan ini, suatu periode oleh para ilmuwan yang disebut sebagai ‘periode lembab Afrika’,” kata Cooper. “Pada periode sebelum 5.000 tahun yang lalu, Sahara jauh lebih basah, dan para penggembala ternak menjelajahi gurun untuk mencari padang rumput. Saat ini, hanya hewan yang lebih kuat seperti unta dan kambing yang dapat bertahan hidup di gurun ini.”
-
Apa yang ditemukan di Gurun Sahara? Sebuah batu gelap misterius ditemukan di area terpencil gurun Sahara. Ini adalah batu pertama yang diketahui pernah terlontar dari Bumi ke luar angkasa namun kemudian kembali lagi ke Bumi sebagai meteor ribuan tahun kemudian.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di Gurun Sahara? Arkeolog terkejut menemukan karya seni yang tak terduga dari 16 situs batu baru di Gurun Timur, atau Atbai, sebuah lanskap berpasir dan tandus yang merupakan bagian dari Sahara yang membentang di Sudan timur, menurut sebuah studi yang diterbitkan pada 28 November 2023, di Jurnal Arkeologi Mesir.
-
Kenapa Mata Sahara menarik perhatian para ilmuwan? Namun, keunikan yang dimilikinya menarik perhatian para ilmuwan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, yang menghasilkan beberapa teori mengenai asal usulnya.
-
Bagaimana para arkeolog membuktikan bahwa Gurun Sahara dulunya hijau dan subur? Penelitian para arkeolog dengan iklim di seluruh Sahara, dari Maroko hingga Sudan dan sekitarnya, mengilustrasikan gambaran menyeluruh tentang wilayah Sudan yang dulunya jauh lebih basah.
-
Mengapa Gurun Sahara dikenal dengan suhu ekstrim? Sahara terkenal dengan suhu ekstrim, dengan suhu terpanas yang pernah tercatat mencapai 136 derajat Fahrenheit atau 58 derajat Celcius. Kelembaban yang sangat rendah membuat malam hari seringkali mencapai suhu di bawah titik beku.
Para ilmuwan mengatakan pemanasan global akibat polusi bahan bakar fosil membuat kedua hal tersebut lebih mungkin terjadi.
Biasanya curah hujan di sebelah utara khatulistiwa di Afrika meningkat mulai bulan Juli hingga September saat Musim Monsun Afrika Barat mulai berlangsung.
Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya cuaca yang terjadi saat udara tropis lembab dari dekat khatulistiwa bertemu dengan udara panas dari bagian utara benua, pertemuan kedua peristiwa ini disebut dengan Zona Konvergensi Intertropis.
Tetapi, sejak pertengahan Juli, zona ini telah bergeser lebih jauh ke utara daripada biasanya hingga ke Sahara selatan termasuk sebagian negara Niger, Chad, Sudan, bahkan hingga ke utara Libya, menurut data dari Pusat Prediksi Iklim NOAA.
Akibatnya, wilayah Sahara bagian selatan ini menjadi 2 hingga 6 kali lebih basah dari biasanya.
- Ini Penampakan Banjir Pertama Kali di Gurun Sahara
- Peristiwa Langka, Gurun Sahara Diguyur Hujan dan Munculkan Genangan di Antara Pepohonan
- Bukan Gurun Sahara, Ini Tempat Paling Gersang di Dunia yang Tak Pernah Diguyur Hujan Selama 200 Juta Tahun
- Fakta Gurun Sahara yang Panas, Ternyata Pernah Menjadi Lautan!
Transisi dari El Nino ke La Nina telah mempengaruhi seberapa jauh zona ini bergerak ke utara musim panas ini, kata Karsten Haustein, seorang peneliti iklim di Universitas Leipzig di Jerman.
"Zona Konvergensi Intertropis, yang menjadi alasan penghijauan Afrika, bergerak lebih jauh ke utara seiring dengan semakin hangatnya dunia,” jelas Haustein, dikutip dari CNN.
Sebuah studi yang diterbitkan jurnal Nature pada Juni lalu, menemukan pergeseran lebih jauh ke utara di zona ini dapat terjadi lebih sering dalam beberapa dekade mendatang karena kadar karbon dioksida, produk sisa bahan bakar fosil seperti sampah bahkan asap meningkat dan bumi menghangat.
Pertanda Bencana Besar
Perubahan ini tidak hanya mengubah gurun menjadi hijau, tetapi juga mengganggu musim badai Atlantik.
Negara-negara yang seharusnya mendapatkan lebih banyak curah hujan justru mendapat lebih sedikit curah hujan karena curah hujan yang bergeser ke utara sedangkan wilayah yang tidak siap dengan kedatangan curah hujan seperti Nigeria dan Kamerun, Chad, Sudan, Libya dan Mesir mengalami banjir dahsyat yang sangat merugikan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap curah hujan yang berlebihan ini menyebabkan banjir besar di wilayah Chad. Hampir dari 1,5 juta orang terkena dampak dan sedikitnya 340 orang tewas akibat banjir di negara tersebut pada musim panas.
Selain Chad, Nigeria juga mengalami hal yang sama, banjir telah menewaskan lebih dari 220 orang dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi ke wilayah utara yang biasanya lebih kering. Banjir juga melanda Sudan pada akhir Agustus, menewaskan sedikitnya 132 orang dan menghancurkan 12.000 rumah penduduk.
Menurut Haustein, peristiwa banjir semacam ini kemungkinan memiliki jejak perubahan iklim. Saat bumi menghangat, bumi akan mampu menahan lebih banyak uap air. Hal ini dapat menyebabkan musim hujan yang lebih basah dan banjir yang lebih dahsyat seperti musim ini.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan seberapa besar peran perubahan iklim dalam setiap peristiwa banjir, tetapi ini bisa menjadi pertanda hal-hal yang akan datang, kata Haustien.
“Setiap kejadian tunggal dipengaruhi oleh perubahan iklim,” kata Haustein.
“Meskipun, tidak ada satupun banjir yang secara langsung disebabkan oleh perubahan iklim, kemungkinan terjadinya banjir menjadi lebih besar.”
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti