Arkeolog Temukan Gambar Hewan Ternak di Batu Berusia 4.000 Tahun, Jadi Bukti Gurun Sahara Dulu Pernah Hijau Subur
Arkeolog Temukan Gambar Hewan Ternak di Batu Berusia 4.000 Tahun, Jadi Bukti Gurun Sahara Dulu Pernah Hijau Subur
Penemuan ini memungkinkan peneliti membuktikan gurun ini dulunya adalah sebuah padang rumput dengan penggembala ternak kuno.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di Gurun Sahara? Arkeolog terkejut menemukan karya seni yang tak terduga dari 16 situs batu baru di Gurun Timur, atau Atbai, sebuah lanskap berpasir dan tandus yang merupakan bagian dari Sahara yang membentang di Sudan timur, menurut sebuah studi yang diterbitkan pada 28 November 2023, di Jurnal Arkeologi Mesir.
-
Apa yang ditemukan di gurun Sahara? Sebuah batu gelap misterius ditemukan di area terpencil gurun Sahara. Ini adalah batu pertama yang diketahui pernah terlontar dari Bumi ke luar angkasa namun kemudian kembali lagi ke Bumi sebagai meteor ribuan tahun kemudian.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di kuburan hewan? Tidak hanya gulungan papirus, para arkeolog juga menemukan berbagai artefak lainnya. Para arkeolog Polandia menemukan gulungan papirus berisi daftar perwira Romawi yang ditempatkan di situs Berenike, Mesir. Mereka juga menemukan tembikar dari Italia, koin Romawi, dan gesper mantel yang mungkin milik seorang perwira.
-
Apa jenis hewan purba yang ditemukan? Sumber: CNN Berdasarkan hasil CT-scan mikro, sarang dan telur ini milik belalang.
-
Apa hewan purba yang ditemukan? Hewan purba ini merupakan spesies Dinocephalosaurus orientalis.
-
Fosil hewan purba apa yang ditemukan? Fosil tersebut diperkirakan sebagai spesies dari kelas cestoda, juga dikenal sebagai cacing pita.
Arkeolog Temukan Gambar Hewan Ternak di Batu Berusia 4.000 Tahun, Jadi Bukti Gurun Sahara Dulu Pernah Hijau Subur
Arkeolog menemukan seni batu cadas berusia lebih dari 4.000 tahun yang menggambarkan hewan ternak di gurun gersang di Sudan Timur, Gurun Atbai, bagian dari Gurun Sahara.
Penemuan ini memungkinkan peneliti membuktikan gurun ini dulunya adalah sebuah padang rumput dengan penggembala ternak kuno.
“Pada 2018 dan 2019, saya memimpin tim arkeolog di proyek Survei Atbai. Kami menemukan 16 situs cadas baru di sebelah timur Kota Wadi Halfa, Sudan, salah satu wilayah paling terpencil di Sahara. Daerah yang hampir tidak tersentuh hujan tahunan.”
Penemuan ini cukup membingungkan para peneliti, karena lokasinya yang sangat gersang hingga sangat tidak mungkin untuk menggembala hewan seperti yang ada dalam gambar penemuan.
Hewan ternak membutuhkan banyak air dan padang rumput yang luas untuk terus hidup, sangat berlawanan dengan lokasi penemuan yang gersang.
Di Sudan kini, peternakan sapi berjarak sekitar 600 km di selatan, lokasi lintang paling utara pada monsun Afrika, memiliki iklim yang cukup baik untuk beternak hewan karena memiliki padang rumput musim panas yang tidak berlangsung lama.
Penemuan gambar ternak pada seni cadas kuno menjadi salah satu bukti penting yang menunjukkan fakta “Sahara hijau” di masa lalu.
Penelitian para arkeolog dengan iklim di seluruh Sahara, dari Maroko hingga Sudan dan sekitarnya, mengilustrasikan gambaran menyeluruh tentang wilayah Sudan yang dulunya jauh lebih basah.
Para ilmuwan iklim, arkeolog, dan ahli geologi menyebutnya sebagai “Periode lembab Afrika”.
Ini merupakan fenomena peningkatan curah hujan musim panas di seluruh benua, dimulai sekitar 15.000 tahun lalu dan berakhir sekitar 5.000 tahun lalu.
Sahara hijau merupakan masa penting dalam sejarah manusia yang menjadi awal mula pertanian dan peternakan di Afrika Utara. Pada celah periode yang kecil ini, para pengembara lokal beternak sapi, domba dan kambing yang diambil dari wilayah utara Mesir dan Timur Tengah.
Penemuan kanvas batu di Sudan yang dilukis oleh seniman prasejarah menggambarkan sabana berumput, penuh dengan kolam, sungai, rawa dan kubangan air serta hewan liar khas Afrika seperti gajah, badak dan cheetah, gambaran ini sangat berbeda dengan wilayah Sudan yang saat ini merupakan gurun gersang.
Sapi bukan hanya sumber daging dan susu. Pengamatan yang cermat terhadap seni cadas dan catatan arkeologi mengungkapkan hewan-hewan ini dimodifikasi oleh pemiliknya.
Tanduk diubah bentuknya, kulit dihias, dan lipatan-lipatan buatan dibuat di leher mereka, yang disebut “liontin”.
Di sini, seperti halnya di Sahara kuno, ternak dihias, diberi nama, dan mempunyai tempat penting dalam tradisi pemakaman, dengan tengkorak sapi menandai kuburan dan ternak dikonsumsi dalam pesta.
Para peneliti juga menemukan sapi-sapi di masa itu dikubur bersama manusia di pekuburan besar yang menandakan adanya hubungan erat antara manusia, hewan dan kelompok.
Pada 3000 SM, akhir masa hijau ini, keadaan mulai memburuk secara drastis karena perubahan iklim. Danau dan sungai mulai mengering dan kekeringan melanda wilayah tersebut.
Para ilmuwan hingga kini masih memperdebatkan seberapa cepat kondisi memburuk karena perubahan kondisi di sub wilayah tertentu.
Bagi mereka yang meninggalkan Sahara menuju wilayah yang lebih basah, tempat perlindungan terbaik adalah Sungai Nil.
Beberapa gurun, seperti Gurun Atbai di sekitar Wadi Halfa tempat ditemukannya seni cadas, hampir tidak berpenghuni.
Pengabaian ini akan berdampak besar pada semua aspek kehidupan manusia: pola makan dan kekurangan susu, pola migrasi keluarga penggembala dan, bagi kaum nomaden yang sangat dekat dengan ternak mereka, identitas dan ideologi mereka.
Bagi penduduk yang bermigrasi dan tinggal di sekitar Sungai Nil, ternak terus menjadi simbol identitas dan kepentingan.