Masa Kecil Menlu Retno Marsudi, Kenangan Ayam Suwir dan Pesan Eling Sang Ibunda
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi selalu ingat kehidupan masa kecil dan pesan ibundanya seperti yang tertuang dalam buku biografinya "Saya Bukan Siapa-Siapa".
Bagi banyak orang menjadi seorang diplomat bahkan menteri pasti hidupnya bisa digambarkan amat glamor. Pesta, jamuan, jas dan blazer serta perjalanan ke luar negeri menjadi makanan mereka sehari-hari.
Namun nyatanya hal itu tidak sepenuhnya benar. Setidaknya pada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi atau yang akrab disapa Retno. Sebelum terjun di dunia diplomasi hidupnya ternyata serba terbatas.
-
Kapan pentol ayam matang? Masak pentol bakso sampai mengapung.
-
Bagaimana cara membuat cireng ayam suwir? Buat isiannya dulu. Rebus ayam sampai empuk kemudian suwir-suwir. Blender cabai dan bawang, tumis bumbu beserta daun jeruk sampai matang. Masukkan suwiran ayam, aduk rata. Tambahkan kecap manis, gula, dan garam. Aduk rata kembali. Beri sedikit air agar bumbu meresap. Masak sampai air menyusut, sisihkan. Untuk bahan cirengnya, didihkan air bersama semua bumbu. Larutkan tepung terigu dengan sedikit air, masukkan ke dalam air yang mendidih tadi. Aduk rata. Tuang air ke dalam tepung tapioka. Aduk sampai kalis. Ambil sedikit adonan cireng. Pipihkan, kemudian beri isian ayam suwir. Tutup cireng dan lakukan sampai habis. Panaskan minyak goreng. Goreng cireng sampai bagian luar kering. Angkat dan sajikan.
-
Bagaimana cara menggoreng ayam untuk Ayam Serundeng? Goreng dalam minyak mendidih dengan api kecil. Saring bumbu sisa ungkep ayam. Pastikan kelapa parutnya tersaring.
-
Dari mana resep cireng ayam suwir ini berasal? Dilansir dari Cookpad, berikut resepnya.
-
Di mana kita biasanya mencicipi ayam suwir? Anda sudah pernah mencicipi ayam suwir saat beli bubur ayam, nasi kuning, ataupun ketika ke acara kondangan, kan?
-
Apa yang dimaksud dengan Ayam Betutu? Ayam Betutu adalah hidangan khas Bali, telah lama menjadi kebanggaan kuliner Indonesia dengan citarasa yang khas dan bumbu rempah yang melimpah.
Retno sendiri tidak datang dari keluarga pejabat. Orang tuanya adalah orang biasa yang tinggal di Semarang dengan menjual kain batik. Ia dan keluarganya bahkan sempat dua tiga kali pindah kontrakan sebelum bisa membangun rumah sendiri.
Sewaktu kecil bisa makan sepotong ayam saja sudah dianggap mewah. Ayam yang dikenal Retno semasa kecil hanya ayam yang bentuknya sudah disuwir-suwir karena harus dibagi dengan dua adiknya.
Saking seringnya makan ayam suwir, Retno ingin sekali pergi ke rumah makan untuk makan ayam satu potong utuh, tapi nyatanya hal itu tak pernah terjadi saat itu.
Mengingat masa kecilnya yang serba terbatas, ketika memulai karirnya di dunia diplomasi sampai menjadi Menteri Luar Negeri hidupnya selalu sederhana.
“Sampai sekarang saya tidak bisa makan ayam satu potong utuh, ayam yang saya kenal adalah ayam suwir dan telur yang dibagi,” kata Retno suatu kali, seperti dikutip dari buku "Saya Bukan Siapa-Siapa".
- Jejak Prestasi Menlu Retno Marsudi, Indonesia Jadi Anggota Dewan Keamanan PBB
- Menlu Retno Marsudi Dapat Hadiah Peta Jadul Indonesia dari Sosok Menteri Qatar, Ungkap Perlakuan Manis Sang Sahabat
- Intip Keseruan Menlu Retno Marsudi Makan Nasi Pecel di Yogyakarta, 'Dulu Tidak Setiap Hari Saya Mampu Makan di Tempat Ini'
- Bikin Tertawa Lepas, Ternyata Ini Obrolan Lucu 'Tiga Eyang Putri' Megawati, Sri Mulyani & Retno Marsudi
Pesan ibu untuk tetap eling
Nilai-nilai yang diturunkan keluarganya terutama ibunya menjadikan Retno sosok yang pekerja keras mengingat keluarganya bukan siapa-siapa.
Setiap kali ada kesempatan, ibunya selalu berpesan pada Retno untuk sentiasa “eling”, ingat asal-usul dan posisi dirinya. Falsafah “Eling lan waspada” selalu menjadi bagian dari hidup menlu perempuan pertama Indonesia ini.
“Eling ya, Mbak, eling,” begitu pesan ibunya.
“Saya merasa diberkahi Gusti Allah karena tidak berubah cara berpikir saya dan tidak ngiwut (balas dendam) dengan hidup enak. Saya selalu ingat nasihat ibu saya itu, eling,” tutur Retno.
Berbagi menurut Retno juga merupakan wujud dari nasihat “eling” dari ibunya. Dengan berbagi ia akan “eling” dengan asal-usulnya, “eling” selalu melakukan yang benar dan “eling” apa yang dilakukan bermanfaat bagi orang lain.
“Buat orang Jawa, eling itu sangat dalam. Buat saya, kata eling itu luar biasa,”
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti