Matahari Tiba-Tiba Berubah Menjadi Biru 200 Tahun Lalu, Ilmuwan Ungkap Penyebabnya
Matahari tiba-tiba berubah warna mulai dari ungu, hijau, dan biru pada bulan Agustus sekitar 200 tahun lalu.
Sekitar 200 tahun lalu, matahari secara misterius tiba-tiba berubah menjadi warna biru, bukan kuning. Ilmuwan sejak lama mencari tahu penyebab fenomena ini, dan baru belakangan akhirnya misteri tersebut terjawab.
Pada musim semi-panas tahun 1831, sebuah gunung api di Bumi meletus. Kejadian ini mengirimkan sejumlah besar sulfur dioksida ke atmosfer, menyebabkan pendinginan global, dan Bumi mengalami kondisi iklim yang aneh.
-
Babat itu bagian mana di sapi? Salah satu gank jeroan adalah babat. Bagian dalam perut sapi atau kambing yang berbentuk seperti handuk ini bisa diolah jadi makanan yang lezat.
-
Kapan bintang-bintang mati? Setiap Tahun, Ada Segini Bintang yang Mati di Galaksi Bima Sakti Bintang pun bisa hancur setiap tahunnya dan melakukan "regenerasi". Komposisi bintang di langit terus berganti seiring dengan perkembangan waktu.
-
Apa isi dari Buku Mati? Buku yang memiliki judul ganda, ‘The Spells of Coming Forth by Day,’ atau dikenal dengan sebutan Buku Mati, ternyata menyimpan makna mendalam dalam dunia gaib. Selain memuat berbagai mantra, buku ini juga dipenuhi dengan kidung yang diyakini memiliki kekuatan gaib.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kenapa materai penting? Penggunaan meterai memberikan kekuatan hukum pada dokumen dan menjadikannya sah di mata hukum. Selain itu, materai membantu mencegah pemalsuan atau penyalahgunaan dokumen dengan memastikan bahwa dokumen tersebut telah melalui proses administrasi yang benar.
-
Siapa Pratama Arhan? Lemparannya Nyaris Jadi Goal, Simak Deretan Fakta Pratama Arhan Siapa Pratama Arhan? Lemparan dalam nyaris jadi goal Pertandingan Indonesia vs Argentina yang digelar kemarin (19/6) membawa nama Pratama Arhan jadi sorotan.
Pendinginan global sebesar 1 derajat Celcius tidak hanya menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan di seluruh dunia, namun muncul kejadian aneh Matahari tampak hijau, ungu, dan bahkan biru di bulan Agustus.
Pada saat itu, para ilmuwan telah mengetahui gunung berapi kemungkinan besar menjadi penyebabnya, namun tidak mengetahui gunung api di wilayah mana. Namun dalam studi baru dari para ilmuwan di Universitas St. Andrews di Inggris, penyebabnya adalah gunung berapi Zavaritskii di kepulauan Kuril di barat laut Jepang, seperti dikutip dari laman Popular Mechanics, Senin (13/1).
Penulis utama studi tersebut, Dr. William Hutchison dari Universitas St. Andrew, mengatakan terobosan dalam kasus cuaca dingin (di luar musimnya) ini terjadi berkat kemajuan teknologi yang memungkinkan analisis lebih banyak bukti vulkanik. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).
“Baru dalam beberapa tahun terakhir kami mengembangkan kemampuan untuk mengekstraksi pecahan abu mikroskopis dari inti es kutub dan melakukan analisis kimia terperinci terhadapnya,” jelas Hutchison dalam pernyataan pers.
“Pecahan ini berukuran sangat kecil, kira-kira sepersepuluh diameter rambut manusia.”
- Ilmuwan Ungkap Kapan Matahari Akan Mati dan Berhenti Bersinar, Picu Peristiwa Mengerikan Ini
- Bahaya Tidur Miring ke Kiri bagi Kesehatan, Simak Penjelasan Medisnya
- 6 Fakta Bunga Matahari yang Jarang Diketahui, Tidak Semua Berwarna Kuning
- Bisakah Orang dengan Mata Biru Melihat Lebih Jelas dalam Kegelapan? Ini Pendapat Ilmuwan
Perbandingan Sampel
Setelah para ilmuwan di Rusia dan Jepang mengirimkan sampel yang dikumpulkan beberapa dekade lalu dari gunung berapi terpencil di pulau Simushir yang tidak berpenghuni, Hutchison dan rekan-rekannya membandingkan sampel tersebut dengan pecahan abu kutub dan menemukan bahwa Zavaritskii sama persis.
“Saya tidak percaya jumlahnya sama. Setelah itu, saya menghabiskan banyak waktu untuk menyelidiki usia dan ukuran letusan di Kuril untuk benar-benar meyakinkan diri sendiri bahwa letusan tersebut nyata,” jelasnya.
Hutchison menyatakan, mempelajari sebanyak mungkin peristiwa ledakan ini dapat membantu mempersiapkan dunia ketika letusan besar berikutnya tiba.
“Ada begitu banyak gunung berapi seperti ini, yang menunjukkan betapa sulitnya memprediksi kapan atau di mana letusan berkekuatan besar berikutnya akan terjadi,” kata Hutchison dalam pernyataan pers.
“Sebagai ilmuwan dan masyarakat, kita perlu mempertimbangkan bagaimana mengoordinasikan respons internasional ketika letusan besar berikutnya, seperti yang terjadi pada tahun 1831, terjadi,” pungkasnya.