Mendiang Ratu Elizabeth II Pernah Larang Pejabat Israel Injakkan Kaki di Istana Buckingham, Ini Penyebabnya
Hal ini diungkapkan mantan Presiden Israel, menggambarkan ketegangan Inggris dan negara Zionis tersebut.
Mantan Presiden Israel, Reuven Rivlin, mengungkapkan adanya ketegangan dalam hubungan antara mendiang Ratu Elizabeth II dan negaranya. Hal ini diungkapkan Rivlin dalam sebuah acara gala yang diadakan di London untuk memperingati 100 tahun Institut Teknologi Technion Haifa pada Minggu (8/12).
"Hubungan antara kami (Israel) dan Ratu Elizabeth II agak sulit," cetusnya, seperti dilaporkan British Jewish News.
- Ratu Elizabeth Cap Semua Orang Israel Teroris Sampai Ogah Injakkan Kaki di Negeri Zionis, Bagaimana dengan Raja Charles?
- Eks Menhan Israel Blak-blakan Sebut Netanyahu Sedang Melakukan Pembersihan Etnis di Gaza
- Tak Banyak yang Tahu, Benjamin Netanyahu Ternyata Pernah Menikah 3 Kali
- Demi PM Israel Netanyahu, Amerika Serikat Mati-matian Sampai Ancam Mahkamah Internasional
Rivlin menjabat sebagai presiden ke-10 Israel dari tahun 2014 hingga 2021, sementara Ratu Elizabeth II meninggal dunia pada tahun 2022.
"Ratu Elizabeth II percaya bahwa setiap orang dari kami adalah teroris atau anak seorang teroris. Dia menolak menerima pejabat Israel di (Istana) Buckingham, kecuali pada acara-acara internasional," tuturnya.
Ketika diminta untuk mengonfirmasi pernyataannya, Rivlin menegaskan, "Itulah yang saya sampaikan."
Menurut laporan dari Middle East Eye pada Rabu (11/12), Ratu Elizabeth II telah mengunjungi lebih dari 120 negara dan menempuh jarak 1,6 juta kilometer selama lebih dari 70 tahun masa pemerintahannya, namun ia tidak pernah mengunjungi Israel. Setelah kematian Ratu Elizabeth II pada September 2022, Stuart Polak, presiden kehormatan kelompok Conservative Friends of Israel (CFoI), mengklaim, "Keluarga kerajaan dilarang oleh Kementerian Luar Negeri (Inggris) untuk mengunjungi Israel."
Namun, ada penafsiran lain mengenai hal ini. Dalam sebuah artikel yang ditulis pada tahun 2012 tentang ketidakhadiran Ratu Elizabeth II di Israel, mantan pemimpin redaksi Haaretz, David Landau, menyatakan, "Ratu yang luar biasa dan berdedikasi ini bukanlah boneka siapa pun. Jika dia ingin mengunjungi negara Yahudi atau meminta salah satu anggota keluarganya untuk melakukannya, dia bisa menegaskannya dan mendapatkan apa yang dia inginkan."
Beberapa orang berspekulasi bahwa Ratu Elizabeth II memiliki pandangan negatif terhadap Israel akibat kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Zionis terhadap mandat Inggris di Palestina pada tahun 1940-an sebelum deklarasi kemerdekaan Israel.
Saat melakukan kunjungan ke Yordania pada tahun 1984, dilaporkan Ratu Elizabeth II mengungkapkan, "Betapa menakutkan," ketika melihat pesawat tempur Israel terbang di atas wilayah Tepi Barat yang diduduki. Ratu Noor, istri Raja Hussein dari Yordania, merespons dengan mengatakan, "Ini mengerikan."
Selain itu, Ratu Elizabeth II juga dilaporkan diperlihatkan peta yang menunjukkan lokasi permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan menyatakan, "Peta yang sangat menyedihkan."
Hubungan Raja Charles III dengan Israel
Hingga tahun 2018, tidak ada anggota keluarga Kerajaan Inggris yang melakukan kunjungan resmi ke Israel. Kunjungan tersebut baru terjadi ketika Pangeran William, yang merupakan cucu Ratu Elizabeth II, datang untuk merayakan ulang tahun ke-70 kemerdekaan Israel.
Pada Minggu, Rivlin menyatakan Raja Charles III "sangat ramah" jika dibandingkan dengan ibunya. Selanjutnya, Charles melakukan kunjungan resmi ke Israel pada Januari 2020 saat masih berstatus Pangeran Wales. Dalam kunjungan tersebut, ia juga mengunjungi Tepi Barat yang diduduki dan menyampaikan harapannya agar masa depan membawa kebebasan, keadilan, dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Palestina.
Mantan suami Putri Diana ini sebelumnya sempat menimbulkan kontroversi terkait pandangannya mengenai Israel. Pada tahun 2017, sebuah surat yang ditulisnya pada tahun 1986 setelah kunjungan ke Timur Tengah terungkap. Dalam surat tersebut, dia mengatakan telah membaca sedikit Al-Qur'an dan mengagumi "beberapa aspek Islam", serta mulai memahami "pandangan orang Arab tentang Israel".
"Tak pernah menyadari bahwa mereka melihatnya sebagai koloni Amerika Serikat (AS)," tulisnya.
"Saya sekarang menghargai bahwa orang Arab dan Yahudi pada awalnya adalah satu bangsa Semit, dan masuknya orang Yahudi asing dari Eropa, terutama dari Polandia, telah membantu menimbulkan masalah besar," lanjut Charles.
Yang paling kontroversial, Charles mempertanyakan, "Tidakkah seharusnya seorang presiden AS memiliki keberanian untuk melawan lobi Yahudi di AS?"
Pada Juli 2024, Raja Charles III menegaskan bahwa Inggris "berkomitmen pada solusi dua negara di mana Israel yang aman dan terjamin berdampingan dengan Negara Palestina yang berdaya dan berdaulat". Pernyataan ini menegaskan posisi resmi pemerintah Inggris yang telah ada sejak lama.
Selain itu, kontroversi mengenai hubungan Monarki Inggris dan Israel juga menjangkau generasi muda keluarga kerajaan. Pemerintah Israel dilaporkan "kecewa" ketika Pangeran William, sebagai pewaris takhta, menyerukan penghentian perang di Jalur Gaza pada Februari lalu. Meskipun demikian, mereka memilih untuk tidak mengkritiknya secara terbuka karena tidak ingin terlibat dalam perselisihan dengan calon raja masa depan.