Kisah Perampokan Bank di Swedia yang Jadi Asal-Usul Istilah 'Sindrom Stockholm'
Orang yang mengalami sindrom Stockholm akan merasakan perasaan positif terhadap para penyandera atau pelaku kekerasan.
Kisah Perampokan Bank di Swedia yang Jadi Asal-Usul Istilah 'Sindrom Stockholm'
Apa itu sindrom Stockholm? Menurut artikel di Cleveland Clinic, ini adalah mekanisme koping yang dikembangkan benak seorang korban untuk menghadapi situasi penyanderaan atau kekerasan yang dialaminya.
Orang-orang yang mengalami hal ini akan merasakan perasaan positif terhadap para penyandera atau pelaku kekerasan seiring berjalannya waktu.
Tak hanya dalam penculikan, kondisi ini bisa terjadi dalam berbagai situasi.
Beberapa kasus di mana korban menunjukkan gejala sindrom Stockholm antara lain eksploitasi anak, pelecehan atlet oleh para pelatih, KDRT, perbudakan, perdagangan manusia, hingga prostitusi.
Asal-Usul Nama Sindrom Stockholm
Dilansir Britannica (25/8/2023), istilah sindrom Stockholm lahir dari sebuah peristiwa perampokan bank di Stockholm, Swedia pada tahun 1973.
Empat orang disandera oleh perampok selama enam hari. Ketika diselamatkan polisi, para sandera malah berusaha melindungi para pelaku.
Rupanya, mereka telah membangun hubungan baik dengan para perampok selama enam hari penyanderaan.
Seorang korban perempuan bahkan sempat menjalin hubungan asmara dengan salah satu penyanderanya bertahun-tahun tahun kemudian.
-
Apa itu sindrom Stockholm? Stockholm Syndrome merupakan salah satu sindrom dengan nama kota yang paling terkenal. Nama ini berasal dari perampokan bank tahun 1973 di ibu kota Swedia yang melihat perampok bank menyandera empat karyawan bank selama enam hari. Setelah penyerahan terkendali perampok, para sandera menolak untuk mengajukan tuntutan terhadap para penjahat mereka dan bahkan mengumpulkan uang untuk membela mereka.
-
Di mana "Sindrom Lima" terjadi? Pada tahun 1996, anggota Gerakan Revolusioner Tupac Amaru menjadikan 600 tamu di Kedutaan Besar Jepang sandera di Lima, ibu kota Peru.
-
Apa itu sindrom lorong karpal? Carpal tunnel syndrome (CTS) atau disebut dengan sindrom lorong kapal merupakan gangguan tangan yang disebabkan oleh tekanan pada saraf median di terowongan karpal pergelangan tangan, hal ini dapat mengakibatkan mati rasa, kesemutan, dan kelemahan pada ibu jari serta jari-jari.
-
Apa itu Sindrom Savant? Savant Syndrome atau Sindrom Savant, adalah kondisi yang sangat jarang terjadi ketika seseorang menunjukkan bakat luar biasa.
-
Kapan sindrom lorong karpal biasanya muncul? Gejala awal sindrom lorong karpal (CTS) dapat muncul sebagai berikut: Mengalami mati rasa pada jari-jari, terutama ketika Anda memegang telepon atau koran, mungkin disebabkan oleh iskemia transien pada saraf median.
-
Apa itu Sindrom Lorong Karpal (CTS)? Dilansir dari Healthline, Sindrom Lorong Karpal terjadi akibat kompresi saraf median yang melewati pergelangan tangan. Gerakan tangan yang berulang dapat menyebabkan pembengkakan dan peradangan, yang kemudian menekan saraf tersebut.
Sejarah Sindrom Stockholm
Pada pagi hari tanggal 23 Agustus 1973, Jan-Erik Olsson, seorang narapidana yang kabur dari penjara berjalan di tengah ibu kota Swedia dan masuk ke Sveriges Kreditbanken.
Bank yang sedang sibuk itu terletak di alun-alun Norrmalmstorg yang mewah.
Tiba-tiba, Jan-Erik Olsson mengeluarkan senapan mesin otomatis dari balik jaketnya, menembak ke arah langit-langit, menyamarkan suaranya agar terdengar seperti orang Amerika, dan berteriak dalam bahasa Inggris, "Pestanya dimulai sekarang!"
Setelah melukai seorang polisi, Olsson yang sudah ahli membobol brankas menyandera empat pegawai bank dan mengajukan sejumlah tuntutan.
Ia meminta lebih dari $700.000 dalam mata uang Swedia dan asing, sebuah mobil untuk kabur, dan pembebasan Clark Olofsson.
Olofsson adalah narapidan yang sedang menjalani hukuman karena perampokan bersenjata dan pembunuhan seorang polisi pada tahun 1966.
Dalam beberapa jam, polisi menyerahkan rekan Olsson itu, uang tebusan, dan sebuah mobil Ford Mustang biru dengan tangki bensin penuh terisi.
Tanpa diketahui dunia luar, para sandera dan perampoknya menjalin hubungan yang ganjil di ruang bawah tanah bank yang sempit.
Olsson memberikan jaket wol kepada Kristin Enmark, salah satu sandera yang merasa kedinginan, menghiburnya ketika dia bermimpi buruk, dan memberinya peluru sebagai kenang-kenangan.
Ia juga menenangkan Birgitta Lundblad, sandera lainnya ketika dia tidak bisa menghubungi keluarganya lewat telepon.
"Coba lagi. Jangan menyerah," katanya kepada Lundblad.
Ketika Elisabeth Oldgren mengeluhkan napasnya terasa sesak, dia diizinkan untuk berjalan di luar ruang bawah tanah dengan tali sepanjang 10 meter.
"Saya ingat berpikir dia sangat baik karena membiarkan saya keluar dari ruang bawah tanah," kata Oldgren kepada The New Yorker setahun kemudian.
Kebaikan-kebaikan kecil Olsson membuat para sandera bersimpati kepadanya.
"Ketika dia memperlakukan kami dengan baik," kata Sven Safstrom, satu-satunya sandera laki-laki. "Kami bisa menganggapnya sebagai Tuhan di saat genting."
Pada hari kedua, para sandera dan perampoknya sudah saling memanggil dengan nama depan.
Mereka mulai lebih takut kepada polisi daripada para perampok.
Ketika komisaris polisi diizinkan masuk untuk memeriksa keadaan para sandera, para sandera menunjukkan sikap bermusuhan kepadanya. Anehnya, mereka justru bersikap santai dan ceria kepada para perampok.
Kejadian ini menarik perhatian dunia dan disiarkan langsung di layar televisi di seluruh Swedia.
Pihak berwenang menolak tuntutan perampok untuk meninggalkan bank bersama para sandera untuk menjamin keselamatan mereka.
Melalui konferensi pers, kepala polisi mengatakan bahwa ia tidak yakin para perampok akan menyakiti para sandera.
Pasalnya, mereka tampak memiliki hubungan akrab.
Salah satu sandera, Enmark bahkan menelepon Perdana Menteri Swedia Olof Palme dan memohon agar para perampok diizinkan untuk mengajaknya kabur dengan mobil pelarian.
"Saya sepenuhnya percaya pada Clark dan perampok lainnya," katanya kepada Palme.
"Saya tidak putus asa. Mereka tidak melakukan apa-apa pada kami. Malah, mereka sangat baik. Tapi, Anda tahu, Olof, yang saya takutkan adalah polisi akan menyerang dan menyebabkan kami mati."
Meskipun nyawanya terancam, para sandera tetap melihat belas kasih dari para penculik mereka.
Ketika Olsson mengancam akan menembak kaki Safstrom untuk menggertak polisi, ia berkata, "Betapa baiknya dia karena mengatakan bahwa dia hanya akan menembak kaki saya."
Enmark bahkan mencoba meyakinkan sandera lainnya untuk membiarkan diri mereka ditembak. "Tapi Sven, tembakannya cuma di kaki."
- Jadi 'Jembatan' Transaksi Perbankan bagi Masyarakat, Intip Cerita Fahrudin Si AgenBRILink Muara Gembong
- Pembelaan Kapolsek di NTT Usai Aniaya Satpam Bank: Teguran Bikin Salah Ketik Pin & Banyak Pikiran
- Tunjukkan Kinerja Positif, Saham BBRI Diproyeksi Terus Naik
- Terungkap, Ini Rahasia Bank DKI Raup Laba Tertinggi Sepanjang Sejarah
Enmark bahkan mencoba meyakinkan sandera lainnya untuk membiarkan diri mereka ditembak. "Tapi Sven, tembakannya cuma di kaki."
Pada akhirnya, para perampok urung menyakiti para sandera.
Pada malam tanggal 28 Agustus, setelah lebih dari 130 jam, polisi menyemprotkan gas air mata ke dalam brankas. Tak lama kemudian, para pelaku menyerah tanpa syarat.
Polisi meminta para sandera keluar terlebih dahulu, tetapi keempat tawanan itu menolak.
Mereka ngotot melindungi para penculik mereka. Enmark berteriak, "Tidak, Jan dan Clark keluar dulu—kalian akan menembak mereka jika kami keluar!"
Para penculik dan sandera masih sempat mengucapkan selamat tinggal.
Mereka berpelukan, berciuman, dan saling menjabat tangan.
Ketika polisi membekuk para perampok, dua sandera wanita terlihat menangis.
"Jangan sakiti mereka—mereka tidak menyakiti kami."
Sementara Enmark dibawa dengan tandu, ia berteriak kepada Olofsson yang terborgol, "Clark, aku akan menemuimu lagi."
Perilaku para sandera ini membuat publik dan polisi bingung.
Polisi sempat menduga bahwa salah satu sandera, Kristin Enmark bersekongkol dengan Jan-Erik Olofsson.
Para sandera sendiri juga tidak mengerti mengapa mereka merasa terikat dengan para perampok.
Sehari setelah dibebaskan, Birgitta Oldgren bertanya kepada seorang psikiater yang menanganinya, "Apakah ada yang salah dengan saya? Mengapa saya tidak membenci mereka?"
Psikiater menjelaskan bahwa para sandera mengalami suatu fenomena psikologis yang disebabkan oleh tekanan dan ketakutan yang luar biasa
Mereka merasa berterima kasih kepada para perampok karena tidak membunuh mereka dan mengalami krisis kepercayaan kepada polisi yang kehadirannya saat itu justru terasa seperti ancaman.
Fenomena ini kemudian disebut sebagai "Sindrom Stockholm", yaitu suatu kondisi di mana korban penculikan atau penyanderaan merasakan simpati atau loyalitas kepada pelakunya.
Kasus-Kasus Sejenis yang Melahirkan Istilah Sindrom Stockholm
Istilah sindrom Stockholm dicetuskan oleh psikiater Nils Bejerot yang menjadi bagian dari tim negosiator polisi saat perampokan Norrmalmstorg berlangsung.
Istilah ini menjadi populer pada tahun 1974 ketika digunakan dalam poin pembelaan Patricia Hearst, seorang pewaris perusahaan surat kabar yang diculik oleh kelompok gerilya Symbionese Liberation Army.
Setelah 10 minggu diculik, Hearst ikut membantu para penculiknya merampok sebuah bank di California.
Istilah sindrom Stockholm juga muncul dalam kasus penyanderaan di Iran (1979–1981) hingga membuat istilah ini semakin dikenal oleh publik.
Gejala Umum Sindrom Stockholm
Apa saja gejala sindrom Stockholm? Orang-orang yang mengalami sindrom Stockholm umumnya menunjukkan tanda-tanda berikut.
- Perasaan positif terhadap para penculik atau pelaku kekerasan
- Bersimpati terhadap keyakinan dan perilaku para penculik.
- Perasaan negatif terhadap polisi atau figur otoritas lainnya.
Gejala lainnya mirip dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan meliputi:
- Kilas balik peristiwa penculikan atau kekerasan
- Merasa curiga, kesal, gelisah atau cemas
- Tidak bisa santai atau menikmati hal-hal yang sebelumnya disukai
- Sulit berkonsentrasi
Mengapa Korban Kekerasan Bisa Menderita Sindrom Stockholm?
Para psikolog yang meneliti sindrom ini berpendapat bahwa ikatan emosional antara korban dan pelaku terbentuk ketika pelaku mengancam nyawa korban, lalu memutuskan untuk tidak membunuhnya.
Korban merasa lega karena ancaman pembunuhan dicabut dan menganggap pelaku sebagai pemberi hidup.
Seperti yang terjadi dalam kasus perampokan bank di Swedia, ikatan ini terbentuk hanya dalam beberapa hari, menunjukkan bahwa keinginan korban untuk bertahan hidup lebih kuat daripada kebencian terhadap orang yang menyebabkan situasi tersebut.
Insting bertahan hidup adalah inti dari Sindrom Stockholm.
Korban hidup dalam ketergantungan dan menafsirkan tindakan-tindakan baik yang jarang atau kecil di tengah kondisi buruk sebagai perlakuan baik.
Mereka umumnya jadi sangat peka terhadap kebutuhan dan tuntutan pelaku dan kemudian mengasosiasikan kebahagiaan pelaku dengan diri mereka sendiri.
Pada abad ke-21, para psikolog telah memperluas pemahaman mereka tentang sindrom Stockholm berdasar pengamatan terhadap kasus-kasus lain yang sejenis.
Istilah sindrom Stockholm kemudian diterapkan juga untuk korban kekerasan dalam rumah tangga, anggota sekte yang dicuci otak, tawanan perang, pekerja seks, dan anak-anak yang dieksploitasi orang dekatnya.
Walaupun begitu, Asosiasi Psikiatri Amerika tidak memasukkan Sindrom Stockholm dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Jiwa (DSM) mereka.
Bukan Sindrom Sungguhan
Menurut Christoffer Rahm, seorang psikiater di Institut Karolinska dan penulis artikel ilmiah Sindrom Stockholm: Diagnosis Psikiatri atau Mitos Urban? kepada kantor berita AFP, istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan "mekanisme pertahanan diri yang membantu korban" menghadapi situasi traumatis.
Cecilia Ase, profesor studi gender di Universitas Stockholm mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan Enmark dan wanita-wanita lainnya selama drama itu ditafsirkan oleh pihak berwenang seperti hipnotis atau perasaan romantis.
Pandangan ini diperkuat oleh desas-desus tentang hubungan antara Enmark dan Olofsson. Meskipun keduanya memang menjalin hubungan asmara beberapa tahun kemudian, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa sandera dan penculik itu memiliki hubungan istimewa saat penyanderaan berlangsung.
"Tidak ada cinta atau daya tarik fisik dari sisi saya. Dia adalah kesempatan saya untuk bertahan hidup dan dia melindungi saya dari Janne," tulis Enmark yang menjadi inspirasi untuk karakter Kicki dalam serial Netflix tentang perampokan Norrmalmstorg berjudul Clark.