Pentingnya Peranan Bahasa Ibu dalam Pendidikan Anak Usia Dini yang Tak Boleh Disepelekan
Penggunaan bahasa ibu dalam pendidikan dasar untuk memudahkan transisi ke bahasa Indonesia, serta untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa.
Bahasa ibu atau bahasa daerah memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak usia dini. Pendekatan ini tidak hanya membantu dalam penguasaan bahasa, tetapi juga memfasilitasi transisi yang lebih baik ke bahasa Indonesia tanpa mengorbankan pemahaman. Menurut Didik Darmanto, Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan di Kementerian PPN/Bappenas, pendidikan merupakan aspek krusial bagi semua orang untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Salah satu indikator penting dalam mencapai visi tersebut adalah peningkatan kompetensi literasi dan numerasi di kalangan siswa.
Didik menyatakan, "Ini menjadi kewajiban bagi kita, pemerintah, serta kalangan pendidikan tinggi untuk mencari metode-metode terbaik guna meningkatkan kompetensi dan literasi para siswa. Salah satu yang mungkin perlu dilakukan misalnya penggunaan bahasa ibu dalam proses pembelajaran, terutama pada pendidikan awal," dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 19 Desember 2024. Ia juga menambahkan, "Saat ini, data menunjukkan bahwa hampir 60 persen peserta didik di Indonesia menggunakan bahasa daerah atau bahasa ibu dalam pergaulan sehari-hari. Di sisi lain, siswa yang sehari-hari menggunakan bahasa daerah memiliki kompetensi literasi jauh lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang lebih mahir berbahasa Indonesia." Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa ibu dalam proses pembelajaran, terutama di kelas awal, sangat penting. Penerapan bahasa ibu dapat menjadi langkah awal menuju penguasaan bahasa Indonesia yang lebih baik.
-
Bagaimana payudara ibu menyusui berubah? Produksi ASI dimulai bahkan sebelum pasokan ASI lengkap, biasanya dua hingga empat hari setelah melahirkan. Pada tahap ini, beberapa ibu mengalami masa pembengkakan ketika payudara terasa sangat penuh dan tidak nyaman. Namun, ini biasanya berlangsung singkat dan membaik dalam 48 hingga 72 jam.
-
Kebahagiaan apa yang dirasakan ibu dalam cerita ini? Kuring yakin rajaning yakin, indung kacida bagjana nalika kuring aya dina rahimna. Komo sanggeus kuring gelar ka dunya. Tangtu kuring dirawu, dipangku, dinangna-nengne. Sagala hal kahadean diketrukkeun keur kuring. Sagala kapeurih geus teu dijadikeun itungan ku indung enggoning "ngajelemakeun" kuring.
-
Kenapa menjahit dianggap berbahaya bagi ibu hamil? Dalam larangan tersebut diungkapkan bahwa menjahit saat hamil dapat menyebabkan bayi lahir cacat atau mengalami bibir sumbing. Mengerikan, bukan? Namun, apakah benar demikian?
-
Di mana Ibu Imakulati mengabdi sebagai guru? Di Tanzania, ia mengabdi menjadi seorang guru pada sebuah sekolah.
-
Apa yang membuat ibu begitu istimewa menurut konteks ini? Ibu, dengan segala kelembutan dan ketegaran yang dimilikinya, merupakan sosok yang tak ternilai dalam kehidupan setiap individu. Ibu adalah pilar kekuatan, sumber kasih sayang yang tak pernah berhenti mengalir, dan penuntun setia dalam langkah perjalanan setiap orang.
-
Bagaimana Ibu Imakulati mengajarkan murid-muridnya untuk bisa hidup mandiri? Ibu Imakulati mengatakan, di sekolah itu ia mengajarkan para muridnya untuk bisa hidup mandiri. Namun tak semua muridnya yang bisa mengikuti proses belajar sampai selesai. Ada juga yang putus di tengah jalan karena hamil lalu punya anak dan perkara lainnya. “Bagi saya, kalau sudah mendapat sesuatu di tangan untuk mencari kehidupan paling dikit mereka bisa menghidupi dirinya sendiri,” kata Ibu Imakulati.
Didik menekankan, "Itu merupakan salah satu upaya dari masyarakat untuk meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi, sehingga proses belajar bisa diterima dengan mudah oleh anak didik kita." Dengan demikian, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan penggunaan bahasa daerah dalam proses belajar agar anak-anak dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, Irsyad Zamjani, mengungkapkan bahwa berdasarkan data asesmen nasional dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari 2021 hingga 2023, terdapat peningkatan yang signifikan dalam capaian literasi dan numerasi. Meskipun banyak peserta didik telah mencapai kompetensi minimum, mereka belum sepenuhnya memenuhi standar ideal yang diharapkan.
Ia menambahkan bahwa terdapat perbedaan yang mencolok antara wilayah-wilayah dengan tingkat numerasi tertinggi dan terendah. "Jadi tantangan bagi kita semua. Kami pernah melakukan estimasi, yang jika dikonversi ke dalam bulan belajar, menunjukkan bahwa perbedaan antara daerah dengan capaian tertinggi dan terendah mencapai sekitar 32 bulan belajar. Artinya, anak-anak di daerah dengan capaian terendah membutuhkan waktu lebih lama, setidaknya 2,5 tahun sekolah lebih lama," jelas Irsyad. "Sementara itu, anak-anak di daerah dengan capaian tertinggi dapat lebih cepat mengejar. Jadi kesenjangannya luar biasa," tambahnya.
Irsyad menekankan pentingnya melakukan intervensi yang lebih intensif di berbagai wilayah yang membutuhkan perhatian. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan, sehingga setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
Irsyad menegaskan bahwa peningkatan kualitas pendidikan dan pengurangan kesenjangan dapat tercapai jika ada kebijakan yang tepat dan terarah. Ia menggarisbawahi tiga poin penting yang menjadi bagian dari strategi pengurangan kesenjangan. "Pertama adalah menyiapkan muridnya, sehingga dia bisa siap belajar dari institusinya dan sebagainya. Yang kedua adalah gurunya. Kita juga perlu menyiapkan gurunya," ujar Irsyad. "Saat ini, seorang pendidik mulai terbiasa. Pendidik melakukan pelatihan-pelatihan untuk bisa melakukan pemetaan kualitas muridnya, pencapaian kemampuan muridnya, karakteristik muridnya, sehingga bisa sesuai dengan kebutuhan mereka, selain itu pembelajarannya dan sebagainya," tambahnya.
Menurut Irsyad, peran guru sangat krusial, terutama di sekolah-sekolah yang kurang berkembang dan terkecil. "Dan yang terakhir, ini juga tidak kalah penting, adalah bagaimana policy makers, baik di lingkaran pusat, daerah, maupun sekolah, melakukan perencanaan yang berbasis informasi yang tepat dan akurat," kata Irsyad. Ia juga menyampaikan bahwa perjalanan berbasis data menjadi faktor penentu yang signifikan. Proses ini melibatkan kerja sama dengan pemerintah daerah dan sekolah, serta telah dilengkapi dengan data-data yang relevan.
Didik menjelaskan bahwa untuk menjaga keselarasan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, perlu dilakukan langkah-langkah yang memastikan kebijakan, strategi, indikator, dan target yang telah ditetapkan. Langkah ini menjadi prioritas utama agar program literasi dan numerasi dapat berjalan secara berkelanjutan. Ia menambahkan bahwa upaya tersebut diperkuat melalui Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani antara Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri, serta penerbitan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2024. Instruksi tersebut menegaskan bahwa semua indikator, subjek, dan target yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) harus tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
"Dari pemerintah daerah, kami rasa terus melakukan koordinasi untuk sinkronisasi tersebut, terutama untuk RPJPD dan saat ini RPJMD. Maka keseluruhan indikator yang termuat di dalam RPJPN, dalam hal ini adalah indikator-indikator pendidikan, itu harus diturunkan ke dalam RPJPD dan juga RPJMN, di situ maka akan terjadi sinkronisasi pada aspek kebijakan dan juga indikator," ungkap Didik.