Bung Karno dan Kisah-Kisah Lucu di Awal Kemerdekaan
Banyak kisah-kisah lucu yang mengundang senyum di awal kemerdekaan. Berikut beberapa di antaranya.
Kemerdekaan tak hanya diisi oleh kisah-kisah soal heroisme. Berbagai hal yang mengundang senyum pun muncul menandai lahirnya sebuah negara yang berdaulat.
Bung Karno dan Kisah-Kisah Lucu di Awal Kemerdekaan
Merdeka Tapi Kok Masih Bayar Karcis?
Presiden Sukarno bercerita. Banyak kelucuan yang timbul karena polosnya rakyat Indonesia. Ini salah satunya: Beberapa saat setelah proklamasi, rakyat naik kereta, mereka terkejut ketika kondektur menagih ongkos. "Lho, buat apa? Kita kan sudah merdeka," kata mereka bingung. Rupanya rakyat menyangka apa pun akan gratis setelah Indonesia Merdeka.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Mengapa Soeharto merasa terpanggil untuk mempertahankan kemerdekaan RI? Sebagai perwira militer, Soeharto mengaku seolah mendapat panggilan untuk mempertahankan kemerdekaan RI.
-
Dimana Soekarno diasingkan? Penganan Pelite rupanya juga menjadi kue favorit Bung Karno saat berada dipengasingan di Kota Muntok sekitar tahun 1949.
-
Apa yang dilakukan oleh Presiden Soekarno untuk mendukung kemerdekaan Aljazair? Satuan Elite Kapal Selam ALRI Diperintahkan Menyelundupkan Senjata ke Aljazair. Jumlah Senjata yang Dikirim Cukup Banyak. ""Cukuplah. Lebih kurang dua kapal selam penuh," kata Bung Karno.
-
Bagaimana Soeharto memperoleh informasi lengkap tentang proklamasi kemerdekaan RI? Dari Koran Matahari yang Terbit di Yogyakarta 19 Agustus 1945, Soeharto Memperoleh Informasi Lengkap Soal Kemerdekaan RI.
-
Bagaimana reaksi Soekarno saat bertemu Kartika? Bung Karno yang mengetahui kedatangan istri dan putrinya, seketika mengulurkan tangan dan seolah-olah ingin mencapai tangan Kartika.
Mobil Curian Untuk Presiden RI
Negara sudah terbentuk. Presiden sudah ada. Tapi masak presiden tidak punya mobil? Para pemuda mencari sebuah mobil yang layak untuk Presiden RI. mereka menemukan sebuah mobil Buick mewah milik pejabat Jepang.
Sudiro, salah seorang pemuda meminta sopir pejabat tersebut menyerahkan kunci mobil Buick itu. Kemudian dia disuruh pulang kampung. Sementara mobil mewah itu menjadi mobil dinas pertama Presiden Indonesia.
Apa Perintah Pertama Presiden RI?
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang tanggal 18 Agustus 1945. Mereka menetapkan Sukarno sebagai Presiden RI pertama dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden RI.
"Beri AKu Sate Ayam 50 Tusuk!"
Hari menjelang malam saat Sukarno pulang dengan berjalan kaki. Dia melihat ada tukang sate di pinggir jalan. Saat perutnya keroncongan, Bung Karno pun memberikan perintah pertamanya. "Beri aku sate ayam 50 tusuk," katanya. Itulah perintah pertama yang dikeluarkannya. Sambil berjongkok, presiden dari negara yang baru merdeka itu menikmati sate ayamnya dengan lahap.
Ajudan Presiden Naik Pangkat dari Letnan Jadi Mayor Dalam 1,5 Jam
Sebagai Presiden RI, Bung Karno belum punya ajudan. Maka dipilihlah seorang pemuda dan diberi pangkat Letnan. Tentu saja pemuda itu sangat senang tiba-tiba diangkat jadi perwira.
- Cak Imin Sebut Indonesia Terancam Hancur Jika AMIN Kalah, Airlangga: Menang Kalah Hal Biasa
- Diiringi Sholawat, Ribuan Warga Madiun Doakan Ganjar-Mahfud Menang di Pilpres 2024
- Memaknai Hari Kemerdekaan dengan Merangkul Perbedaan
- Penuh Bahaya, Kisah Kakek Anies Baswedan Bawa Surat 'Sakti' dari Mesir ke Tanah Air
Namun Penasihat Presiden Protes Melihat Hal Itu
"Ini tidak boleh terjadi. Ratu Juliana dari Negara Belanda yang hanya memimpin 10 juta orang memiliki ajudan seorang kolonel. Bagaimana orang nanti orang memandang Soekarno, presiden yang memerintah lebih dari 70 orang, memiliki ajudan yang hanya berpangkat letnan," katanya.
"Benar Juga," Gumam Bung Karno.
Dipanggilah pemuda itu. "Mulai saat ini pangkatmu jadi mayor," kata Presiden. Hanya dalam waktu 1,5 jam pemuda itu pun jadi perwira menengah. Tapi ini hal yang wajar dalam revolusi menurut Bung Karno.