Jenderal TNI Lapor Soal Demo Mahasiswa ITB, Ini Reaksi Soeharto
Himawan Soetanto memilih jalur persuasif saat menghadapi gejolak di kampus ITB. Cara itu malah tidak disetujui atasannya.
Himawan Soetanto memilih jalur persuasif saat menghadapi gejolak di kampus ITB. Cara itu malah tidak disetujui atasannya.
Penulis: Hendi Jo
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
-
Bagaimana Soeharto menghadapi serangan hoaks? Soeharto menganggap, pemberitaan hoaks yang menyerang dirinya dan keluarganya sebagai ujian. "Tapi tidak apa-apa, ini saya gunakan sebagai suatu ujian sampai di mana menghadapi semua isu-isu yang negatif tersebut. Sampai suatu isu tersebut sebetulnya sudah merupakan penfitnahan," ungkap Soeharto. Meski sering diserang hoaks, Presiden Soeharto memilih berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ditambah dengan senyum dan canda tawa.
-
Siapa yang mengenalkan Soeharto kepada Siti Hartinah? Rupanya mereka sudah punya calon. Wanita itu adalah Siti Hartinah. Teman sekelas adik Soeharto, saat sekolah di Wonogiri.
-
Apa yang pernah dititipkan Soeharto kepada Sudjono Humardani? Ceritanya pada tahun 1967, Sudjono pernah diberi tugas oleh Soeharto untuk meminjam topeng Gadjah Mada yang disimpan di Pura Penopengan Belah Batu Bali.
-
Siapa yang pernah menolak perintah Presiden Soeharto? Ia pernah menolak perintah Presiden Soeharto dan menjelaskan kesalahan sang kepala negara memberi perintah tersebut
Sejak memasuki bulan Januari 1978, kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) di kawasan Tamansari nyaris tiap hari mengadakan aksi demonstrasi menolak pencalonan kembali Jenderal Soeharto sebagai presiden. Tidak hanya itu saja, seruan untuk mogok kuliah pun membahana di seantero kampus bersimbol ganesha tersebut.
Iskandar Alisjahbana, Rektor ITB menganggap aksi-aksi mahasiswanya masih dalam batas kewajaran. Dia malah menyebut demonstrasi mahasiswa ITB itu sebagai gerakan moral yang sebenarnya bagus untuk mengingatkan pemerintah untuk terus berpihak kepada rakyat.
"Yang mencolok di kampus ITB ya cuma banner sepanjang lima meter itu yang isinya menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden," ujar Iskandar seperti dikutip Daud Sinjal dan Atmadji Sumarkidjo dalam Himawan Soetanto Menjadi TNI.
Ditentang Keras Petinggi ABRI
Sebagai penguasa teritorial di Jawa Barat, pihak Kodam VI Siliwangi sependapat dengan Iskandar. Itu dibuktikan dengan seruan Pangdam VI Siliwangi Mayjen Himawan Soetanto kepada anak buahnya untuk menghadapi situasi tersebut dengan pendekatan manusiawi.
"Saya ketika itu memang menyikapi gerakan mahasiswa dengan wajar-wajar saja...Sikap mereka merupakan bagian dari dinamika dan kontrol sosial," ungkap Himawan.
Sikap Himawan tersebut ternyata ditentang keras oleh para petinggi ABRI di Jakarta. Kepada jurnalis senior Jopie Lasut, Himawan sempat curhat bahwa saat dipanggil ke Jakarta pada awal Januari 1978, dirinya sempat dimarahi oleh Kaskopkamtib Laksamana Sudomo.
"Dia dianggap lamban dalam soal menyelesaikan masalah demonstrasi mahasiswa di Bandung," ungkap Jopie Lasut dalam Kesaksian Jurnalis Anti ORBA; MALARI Melawan Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA.
Bahkan kepada Pangkowilhan II Jawa-Madura Letnan Jenderal Widjojo Sujono yang menjadi atasan langsung Himawan, Sudomo secara khusus memerintahkan untuk mengawasi gerak-gerik jenderal bintang dua lulusan Akademi Militer Yogyakarta itu.
Reaksi Soeharto
Kendati sudah dipanggil dan diingatkan beberapa kali, Himawan seolah 'enggan' menjalankan perintah Jakarta untuk bersikap tegas terhadap mahasiswa. Dia beranggapan selama aksi-aksi mahasiswa terjadi di dalam kampus dan tidak mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat Bandung maka tak ada alasan baginya untuk bertindak represif.
Sikap 'mbalelo' Himawan ini menjadikan Sudomo murka. Tanpa melibatkan Himawan, dia kemudian membuat sebuah gerakan yang diberi sandi: Operasi Kilat. Untuk Bandung, hari H-nya adalah 25 Januari 1978. Penyerbuan pun dilakukan ke Kampus ITB.
Himawan menyangkal jika pasukan yang terlibat dalam operasi-operasi penyerbuan kampus merupakan anak-anak Siliwangi. Dia menyebut ada pasukan tak jelas yang secara sengaja berpura-pura sebagai pasukan Siliwangi dari unit Kudjang lengkap dengan baret hijaunya.
"Dalam suatu kesempatan, saya pernah menjelaskan semuanya langsung kepada Pak Harto, beliau cuma mantuk-mantuk tapi tidak berkomentar," kenang Himawan.
Lantas menyesalkah dia?
Tentu saja tidak. Dalam biografinya, Himawan menyebut bahwa tidak ada niat sedikit pun dalam dirinya untuk tidak mematuhi perintah Jakarta kala itu.
Namun sebagai pemimpin teritorial, dia merasa akan terjadi kerusakan yang berkepanjangan jika dirinya menjalankan tindakan militer terhadap para mahasiswa tersebut. Himawan tak mau rakyat memendam kebencian terhadap tentara sesudahnya.
"Jika itu dilakukan, Siliwangi akan sulit dimaafkan oleh rakyat Jawa Barat. Sebagai Panglima Siliwangi, kepada saya dipertaruhkan keselamatan rakyat Jawa Barat sekaligus keselamatan citra TNI," ungkapnya.
Tidak lama setelah kejadian penyerbuan tentara ke kampus ITB, beberapa bulan kemudian Himawan diberhentikan sebagai panglima Kodam VI Siliwangi. Posisinya digantikan oleh Mayor Jenderal Yogie S. Memet. Dia sendiri lantas didapuk sebagai panglima Komando Strategis Nasional (Kostranas) terhitung sejak 11 Oktober 1978.