Kiprah Jenderal TNI Didikan Jepang: 10 Orang Jadi Pimpinan Tertinggi AD, Dua Berpangkat Bintang Lima
Uniknya, ada dua lulusan PETA Bogor yang kemudian meraih bintang lima dan mendapatkan pangkat kehormatan jenderal besar.
Penulis: Arsya Muhammad
Anak-anak muda berusia 20 tahunan itu datang ke Bogor untuk mengikuti Pendidikan Perwira Pembela Tanah Air (PETA), Oktober 1943. Mereka para pemuda pribumi yang lulus seleksi dan dipilih dari seluruh Jawa untuk menjadi Shodanco, atau komandan peleton.
Ada juga yang lebih senior. Mereka ini biasanya mengikuti pendidikan untuk jenjang kepangkatan yang lebih tinggi. Chudancho, atau komandan kompi, dan Daidancho, komandan batalyon.
Lama pendidikan berkisar tiga hingga empat bulan. Untuk Shodancho dan Daidancho, pelatihan dititkberatkan pada latihan lapangan. Merekalah yang kelak akan menjadi ujung tombak memimpin pasukan bertempur di garis depan. Sementara untuk Daidan, sedikit lebih ringan.
Satu di antara para pemuda itu adalah Soeharto. Mantan Sersan Koninklijk Nederland Indische Leger (KNIL), yang merahasiakan identitasnya. Di masa penjajahan Jepang, Soeharto bekerja sebagai polisi.
Ada pula Surono, seorang pemuda yang sebelumnya menjadi juru tulis di Karesidenan Banyumas. Mereka semua merasa terpanggil ikut dalam pendidikan Perwira PETA ini.
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Kapan Soeharto mendapat gelar Jenderal Besar? Presiden Soeharto mendapat anugerah jenderal bintang lima menjelang HUT Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke-52, tanggal 5 Oktober 1997.
-
Bagaimana cara Soeharto menentang perselisihan agama? Saya menentang keras perselisihan agama. Pancasila telah menetapkan dalam sila pertamanya: Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu tidak khusus untuk satu kepercayaan agama.
-
Mengapa Presiden Soeharto mengundang sahabat-sahabat lamanya ke Cendana? Walau sudah menjadi penguasa Orde Baru, Soeharto ternyata tidak lupa pada temannya saat susah dulu.
-
Kenapa Presiden Soeharto dikritik oleh Petisi 50? Dihimpun dari beberapa sumber, Soeharto juga mengatakan sebagai sebuah kekuatan sosial-politik, ABRI harus memilih mitra politik yang benar.
-
Kapan Try Sutrisno menjadi ajudan Presiden Soeharto? Berkat rekam jejaknya di bidang militer, pada tahun 1974 Try terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto.
“Terasa latihan Shodanco sangat berat. Untungnya saya sudah pernah mendapat latihan seperti itu,”
kenang Soeharto dalam biografinya Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya.
Tak cuma latihan, sikap para pelatih pun keras. Hukuman fisik seperti tamparan atau berlutut selama berjam-jam, hingga kaki mati rasa adalah makanan sehari-hari para calon Perwira PETA.
Surono memberi kesakian serupa, latihan untuk komandan peloton dititikberatkan pada latihan perang-perangan, gerilya, baris berbaris, dan disiplin militer. Agaknya Jepang menginginkan dalam waktu singkat, para perwira ini harus sudah khatam dengan cara bertempur.
“Untuk teori militer, sangat jarang,” katanya.
Di dalam tangsi militer bekas Belanda itulah para pemuda Indonesia terus digembleng dengan rasa cinta tanah air. Mereka diwajibkan bertempur membantu Jepang jika Tentara Sekutu kemudian menyerang Jawa.
Dibubarkan Jepang, Jadi Inti Kekuatan TNI
Niat Jepang tak terlaksana. Mereka keburu bertekuk lutut pada pasukan sekutu usai Nagasaki dan Hirosima dibom atom. Jepang menyerah tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945.
Balatentara Jepang kemudian membubarkan PETA di Indonesia. Senjata mereka diambil, dan para prajuritnya dibubarkan begitu saja. Terpanggil oleh Proklamasi Kemerdekaan, para perwira dan prajurit eks PETA ini bergabung di wilayah masing-masing.
Mereka kemudian memimpin sejumlah aksi merebut senjata dari tentara Jepang. Murid kini harus berhadapan dengan guru mereka sendiri. Senjata-senjata itulah yang kelak dipakai untuk melawan Inggris dan Belanda yang berniat menjajah Indonesia kembali.
Para perwira eks PETA kemudian menjadi para komandan di wilayah masing-masing. Jumlah lulusan perwira PETA jauh lebih banyak daripada perwira eks-Koninklijk Nederlands Indische Leger (KNIL), didikan Belanda. Hal ini membuat perwira eks PETA kemudian mendominasi jabatan strategis di Angkatan Darat.
Pucuk Pimpinan Angkatan Darat
Setidaknya ada 10 Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang merupakan lulusan PETA. Foto-foto mereka terpajang di Museum PETA di Kota Bogor.
Pertama ada Kolonel (Inf) GPH Djatikusumo, lalu Kolonel Bambang Sugeng, dan Jenderal Mayor Bambang Utoyo.
- Jenderal Kopassus Pimpin BIN, ini Potret Lawasnya saat Masih Kapten Jadi Anak Buah Prabowo di Baret Merah
- Semua Jenderal Bintang Empat Berdiri Gagah Temani Jokowi, Satu Darah Kopassus Segera Pimpin NKRI
- Kisah Petani Madura Punya Sawah 30 Hektare di Jepang, Dulu Lahir dari Keluarga Miskin Kini Hidup Sejahtera Dihormati Banyak Orang
- Potret Putra Jenderal TNI Saat Kenakan Seragam Loreng Baret Merah, Tulis Kenangan Manis di Rumah Dinas
Kemudian ada Letnan Jenderal Ahmad Yani yang kemudian menjadi korban G30S tahun 1965. Disusul Jenderal Soeharto. Selanjutnya ada Jenderal Umar Wirahadikusuma, yang akhirnya menjadi wakil presiden mendampingi Presiden Soeharto.
Kasad ke-10, 11, 12 dan 13 pun berasal dari PETA, Jenderal Surono lalu disusul Jenderal Makmun Murod dan Jenderal R Widodo. Jenderal TNI Poniman (1980-1983), merupakan Kasad terakhir yang berasal dari PETA.
Uniknya, ada dua lulusan PETA Bogor yang kemudian meraih bintang lima dan mendapatkan pangkat kehormatan jenderal besar. Soeharto dan Soedirman. Sementara satu lagi peraih jenderal besar adalah AH Nasution yang merupakan perwira eks-KNIL.