Senjakala Talempong Kayu, Alat Musik Tradisional Minangkabau
Rumah dari Talempong Kayu ini juga terbuat dari kayu dengan benang seperti karet sebagai penyangga setiap satu batang kayu. Penyangga ini berfungsi untuk menghasilkan suara saat Talempong Kayu itu dipukul.
Talempong, alat musik tradisional ini merupakan ciri khas dari tanah Minangkabau, Sumatera Barat. Talempong dimainkan oleh satu hingga beberapa orang, dengan mengeluarkan suara dengungan yang berbeda-beda terhadap setiap pukulan menggunakan dua buah kayu oleh para pemainnya.
Selama ini, Talempong digunakan untuk berbagai acara adat, budaya seperti tarian, hingga pernikahan untuk menyambut kedua mempelai masuk saat akan ‘Baralek’ (resepsi).
-
Apa yang terjadi di Kota Padang? Hujan deras melanda sebagian besar kawasan Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) sejak Kamis (13/7) malam hingga Jumat (14/7) dini hari.
-
Siapa yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kota Padang? Bagindo Aziz Chan sendiri adalah tokoh penting bagi Kota Padang saat pihak kolonial Belanda menjajah wilayah tersebut.
-
Apa yang mengancam warga Pesisir di Padang? Dampak abrasi di Kelurahan Air Manis, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) kian nyata. Daratan hingga rumah penduduk terancam hilang menjadi ancaman serius akibat abrasi yang terus terjadi, paling parah dirasakan warga sejak enam tahun terakhir.
-
Bagaimana abrasi terjadi di Padang? Dampak abrasi di Kelurahan Air Manis, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) kian nyata. Daratan hingga rumah penduduk terancam hilang menjadi ancaman serius akibat abrasi yang terus terjadi, paling parah dirasakan warga sejak enam tahun terakhir.
-
Bagaimana banjir terjadi di Kota Padang? Hujan tidak berhenti dari Kamis (13/7) malam hingga Jumat (14/7) dini hari. Saat ini air di dalam rumah sudah setinggi 7 centimeter,” tuturnya.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
Talempong sendiri berbentuk lingkaran dengan diameter 15 hingga 17,5 meter, dimana pada bagian bawahnya terdapat lubang, sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol dan memiliki diameter. Biasanya, alat musik ini terbuat dari besi yang berwarna keemas-emasan.
Namun, hal berbeda akan kita jumpai apabila menjelajah ke Nagari Tanjung Bonai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, tepatnya di Jorong Pamusian. Disini, Talempong tidak terbuat dari besi, melainkan dari sebatang kayu.
Saat menuju ke Jorong Pamusian, dengan melewati medan yang cukup berat, masyarakat setempat menyebut alat musik tradisional yang cukup langka ini sebagai Talempong Kayu. Nama ini, sesuai dengan bahan yang terbuat dari alat musik khas Minangkabau tersebut.
Siang itu, kakak-beradik mencoba memainkan Talempong Kayu dengan sejumlah lagu asli tanah Minangkabau seperti Barak Mudo, dan Hujak Labek Dek Daun. Suara dengungan yang khas, dan tidak jauh berbeda dengan Talempong besi mengisyaratkan bahwa dari sebatang kayu dapat tercipta musik nan indah.
Ibu Rainas pun menceritakan, Talempong Kayu itu dia kenal semenjak masih berumur 5 tahun. Saat itu, dia dikenalkan dengan alat musik ini oleh sang nenek.
Dia sendiri mengaku tak menyangka, jika sebatang kayu dapat dijadikan alat musik, bahkan sebagai Talempong. Dia mengaku tertarik karena mendengar suara musik dari Talempong Basi (besi).
“Iko diajaan dek nenek dulu, jadi awalnyo suko, lamak se mandanga bunyi Talempong Basi, jadi minta nenek mambuekan (Alat musik ini dulu diajari nenek, jadi karena awalnya suka, enak mendengar bunyi dari Talempong Besi, jadi minta nenek untuk membuatkannya),” kata Rainas kepada Merdeka.com di Jorong Pamusian tersebut.
Karena, kegemarannya mendengar alat musik ini, sang nenek pun berinisiatif membuat sebuah Talempong, dengan bahan sederhana, yakni kayu. “Ndak manyangko lo dulu, partamo tuh, tanyato kayu bisa dibuek jadi Talempong, dan bunyi hampia mirip. {Saya tidak menyangka dulu, pertama itu, ternyata kayu dapat dibuat sebagai Talempong, dan bunyinya hampir mirip),” jelas Rainas.
Rainas pun mengaku bahwa dia telah mengenal Talempong Kayu ini dari sang nenek sejak 42 tahun yang lalu. Selama 42 tahun, dia pun telah mengajari adik dan saudaranya untuk mengenal bagaimana permainan dari sebuah Talempong Kayu.
Permainan Talempong Kayu sejatinya tidak jauh berbeda dengan Talempong Basi. Namun, jika melihat Talempong Basi bisa dijejerkan dua ruas, berbeda halnya dengan Talempong Kayu yang dijejerkan hanya sebatang kayu pada setiap ruas di tempatnya.
Masalah jumlah, memang Talempong Kayu hanya memiliki enam batang kayu, namun tak membuatnya kehilangan ciri khas. “Dari dulu nenek maajaan yo anam kayu ko, emang segitu dari dulu. (Dari dulu diberitahu dan diajarkan nenek dengan enam kayu ini, emang dari dahulu segitu jumlahnya),” kata Rainas.
Suara yang dihasilkan dari setiap batang kayu pun berbeda-beda. Mulai dari batang kayu pertama menghasilkan suara paling rendah, ibarat nada ‘Do’ dan terus naik hingga batang kayu terakhir, atau keenam.
“Kalau bunyinyo babeda, kalau iko (paliang ketek) bunyi nyo paliang randah mulai dari kanan, sampai kaateh atau ka kiri paliang tinggi. (Kalau bunyinya berbeda setiap kayu, kalau kayu pertama bunyinya paling rendah mulai dari kanan, sampai keatas atau ke kiri itu semakin tinggi),” sebut Rainas.
Perbedaannya suara yang dihasilkan dari Talempong Kayu dibandingkan Talempong Basi hanya pada kekuatannya. Jika Talempong Basi dapat menghasilkan suara yang lebih besar, karena terbuat dari besi, sedangkan Talempong Kayu lebih kecil karena terbuat dari kayu.
Soal permainan Talempong Kayu ini, tidak dapat dimainkan hanya dengan satu orang, melainkan minimal dengan dua orang. Menurut Rainas, karena setiap orang yang memainkan Talempong Kayu memegang dua kayu pemukul, dan jarak antara batang kayu satu dengan lainnya cukup jauh.
“Tamasuak, karano satiok batang kayu itu beda-beda bunyinyo, sudah tu, pas mamukuahnyo harus capek lo, jadi harus diimbangi dek duo pemain. (Termasuk, karena setiap batang kayu itu berbeda-beda bunyinya, setelah itu, saat memukul juga harus cepat, jadi harus diimbangi oleh minimal dua pemain),” sebut Rainas.
Kayu yang digunakan untuk membuat sebuah Talempong Kayu juga tak sembarangan, namun kayu itu mudah ditemukan. Talempong Kayu sendiri terbuat dari batang kayu ‘Sapek’ (sebutan masyarakat setempat).
Awalnya kayu ‘Sapek’ digergaji menjadi dua bagian, ibarat kayu bakar. Lalu kayu itu dipahat sesuai dengan nada yang ingin dihasilkan. Pahatan pada setiap batang kayu berbeda-beda, ada yang hanya dipahat sedikit, dan ada yang dipahat cukup dalam.
“Alah digergaji dan dipahek, beko langsung dijamua di matohari angek. (Setelah digergaji dan dipahat, nantinya langsung dijemur di matahari panas),” kata Rainas.
Setelah membuat batang kayu menjadi Talempong, barulah dibuat ‘rumah’ dari Talempong Kayu tersebut. Sebutan rumah ini, merupakan tempat ditaruhnya batang-batang kayu yang akan dijadikan Talempong tersebut.
Rumah dari Talempong Kayu ini juga terbuat dari kayu dengan benang seperti karet sebagai penyangga setiap satu batang kayu. Penyangga ini berfungsi untuk menghasilkan suara saat Talempong Kayu itu dipukul.
“Yo, kalau ndak ado rumahnyo, ndak bisa babunyi nyo doh, harus ado rumahnyo. (Ya, kalau tidak ada rumahnya atau tempatnya, alat ini tidak berbunyi, harus ada rumahnya),” ujar Rainas.
Berbicara soal ‘Alek’ (acara), apakah pernah Talempong Kayu ini dimainkan pada acara kegiatan maupun resepsi pernikahan, dia mengaku tak pernah. Karena, selama ini dia hanya mengaku hobi dan ingin terus melestarikan Talempong Kayu tersebut ke anak cucunya.
Sejauh ini, dia mengaku tak ada perhatian khusus dari pemerintah untuk melestarikan alat musik Tradisional yang langka asli dari tanah Minangkabau ini.
“Iyo, kalau dikecekan unik, yo unik, kalau ndak salah ambo, cuma ado di tigo daerah di Sumbar ko. Yo, pastinyo kami berharap perhatian pemerintahlah, salamo emang alun ado soalnyo, kami raso iko langka, dan ambo sendiri akan melestarikan iko kamukonyo, itu mungkin harapan dari kami. (Iya, kalau dibilang unik, ya unik, kalau tidak salah saya, alat ini cuma ada di tiga daerah di Sumbar. Ya, pastinya kami berharap perhatian dari pemerintah, selama ini memang belum ada hal itu, kami rasa ini langka, dan saya sendiri akan melestarikan alat ini kedepannya, itu mungkin harapan dari kami),” harapan dari Rainas.
Begitulah cerita menarik dari Nagari Tanjung Bonai, Kabupaten Tanah Datar. Sumatera Barat yang kaya akan budaya semestinya dapat melestarikan salah satu alat musik Tradisional langka ini. Talempong Kayu sendiri dapat menjadi ikon baru tersendiri bagi Sumatera Barat, karena dari sebatang kayu maka terciptalah nada ‘nan’ indah.
(mdk/fik)