Teror Polisi Rahasia
Dienst alias Dinas Intelijen Politik di Hindia Belanda. Musuh nomor satu kaum pergerakan.
Penulis: Arsya Muhammad
Mereka mengawasi orang-orang yang dianggap berbahaya, siang dan malam. Menguntit targetnya ke mana pun pergi. Menyelinap dalam rapat-rapat para aktivis. Memantau dan menguping apa saja yang dibicarakan di sana.
Tak ada yang lolos dari pengawasan mereka. Satu catatan saja sudah cukup untuk membuat seseorang dipenjara, atau dihukum lebih berat lagi.
Itulah PID atau Politieke Inlichtingen Dienst alias Dinas Intelijen Politik di Hindia Belanda. Musuh nomor satu kaum pergerakan. Polisi rahasia ini menjadi alat pemerintah kolonial yang efektif untuk menekan pergerakan nasional Indonesia yang saat itu baru mekar.
“Alat represif yang sangat efisien dari pemerintah kolonial adalah PID atau Politieke Inlichtingen Dienst,”
tulis sejarawan Ong Hok Ham dalam buku Runtuhnya Hindia Belanda.
-
Kapan organisasi Hansip dibentuk di masa pemerintahan Hindia Belanda? Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip) dibentuk sejak pemerintahan Hindia Belanda untuk menghadapi serangan dari Jepang sekitar tahun 1939.
-
Kapan Indonesische Persbureau didirikan? Sejarah jurnalisme dan pemberitaan di Indonesia mulai berkembang pada November 1913.
-
Kapan Daendels menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda? Ia menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 5 Januari 1808 sampai 15 Mei 1811.
-
Mengapa Teuku Nyak Arif menentang pemerintahan Hindia Belanda? Kedatangan Jepang ke Aceh bukanlah berita baik. Mereka melakukan peperangan melalui propaganda dan melahirkan partai-partai politik. Tak heran Muhammadiyah hingga PUSA mengalami kemunduran dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Saat kemunduran tentara Jepang dalam perang Asia Timur Raya, momen ini dimanfaatkan pemerintah untuk mendirikan Dewan Penasihat Daerah Aceh atau Atjeh Shu Sangi Kai yang dipimpin oleh Nyak Arif.
-
Siapa saja yang terlibat dalam pembentukan Indische Partij? Indische Partij didirikan pada tahun 1912 oleh sekelompok intelektual Hindia Belanda yang dipimpin oleh Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Soewardi Soerjaningrat.
-
Mengapa Indische Partij dibentuk? Adanya diskriminasi dan rasisme antara keturunan Belanda asli dengan orang Eropa campuran yang berasal dari hasil perkawinan antara orang Belanda dengan orang Indonesia merupakan hal yang mendasari pendirian Indische Partij ini.
Kehadiran PID makin memperkuat citra Hindia Belanda sebagai negara polisi atau rezim polisi.
Tahun 1927, setelah penumpasan pemberontakan Partai Komunis Indonesia, ada sedikitnya 1.300 tahanan politik di Digul dan tempat pembuangan lainnya.
Sejarah berdirinya Dinas Intelijen Politik
PID didirikan 6 Mei 1916. Setidaknya ada dua alasan dinas intelijen khusus ini didirikan. Faktor eksternal adalah Belanda khawatir akan invasi dari negara lain terhadap negara jajahannya di Hindia Belanda. Agresifnya Jepang di Asia juga menjadi salah satu yang diwaspadai.
Faktor internal adalah berkembangnya gerakan revolusioner dan organisasi modern di Hindia Belanda yang dipandang bisa membahayakan kedudukan pemerintah kolonial. Hal ini ditandai dengan munculnya Sarekat Islam (SI), Indiche Partij dan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).
Perlawanan melalui surat kabar, pengerahan massa dan aksi mogok seperti ini tak ada di masa-masa sebelumnya. Pemerintah kolonial kaget dan sama sekali tidak siap. Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum mendirikan PID karena lembaga-lembaga lain dinilai tidak siap menghadapi fenomena baru ini.
PID berubah nama menjadi Algemene Recherche Dienst (ARD-Dinas Reserse Umum) pada 24 September 1919 setelah sebelumnya PID sempat dibubarkan pada 2 April 1919. Meskipun demikian di kalangan para pegiat pergerakan dan pers, mereka lebih mengenal nama PID dibandingkan ARD.
“Sekalipun PID dibubarkan, popularitasnya tidak serta merta hilang, justru pada tahun-tahun 1920an, nama PID begitu populer dan terdengar sangat angker di telinga pemimpin-pemimpin pergerakan,”
tulis Allan Akbar dalam buku Memata-Matai Kaum Pergerakan, Dinas Intelijen Politik Hindia Belanda 1916-1934 yang diterbitkan Marjin Kiri.
- Kisah Polisi Jujur, Jenderal Hoegeng dan Ketegangan dengan Soeharto
- Peran Kantor Pos Pertama Indonesia di Kota Tua Jakarta, Dulu Dipakai untuk Memantau Wilayah Jajahan
- Pesan Jenderal Intel ke Taruna Akpol: Ikhtiar Hingga Garis Batas lalu Biarkan Doa & Takdir Bertarung di Langit
- Sejarah Indonesische Persbureau, Kantor Berita Indonesia Pertama yang Didirikan Bumiputera
Nama PID sudah terlanjur menjadi momok kaum pergerakan sehingga namanya terus digunakan untuk menyebut agen-agen kolonial ini.
Tugas ARD tidak jauh berbeda, Di bawah lembaga kepolisian, pemerintah Hindia-Belanda menggunakan dinas intelijen politik untuk menangani segala kegiatan yang dirasa mengancam legitimasi pemerintah dan gangguan ketertiban umum.
Secara struktural, ARD berada dalam wilayah kerja kepolisian di bawah yurisdiksi Jaksa Agung. Semua informasi yang diperoleh ARD menjadi landasan bagi Jaksa Agung untuk melakukan tindakan.
Dinas intelijen politik memiliki cabang di kota-kota besar di Jawa, seperti Batavia, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Setiap kota memiliki nama yang berbeda.
Di Batavia, disebut dengan Politieke Recherche, di Bandung dikenal Afdeeling Vreemdelingen en Inlichtingendienst, di Semarang dan Surabaya tetap bernama Politieke Inlichtingen Dienst.
Setelah reorganisasi polisi pada 1919, selain dibentuk ARD, dibentuk pula Gewestelijke Recherche (reserse wilayah), dinas investigasi tingkat daerah yang bertugas melakukan penyelidikan kegiatan politik di daerah-daerah, terutama di Jawa dan Madura
Agen Pribumi
Hal menarik adalah para anggota ARD yang berasal dari kalangan pribumi. Mereka berbeda dengan anggota kepolisian lainnya yang memakai seragam. Para anggota dinas intelijen justru mengenakan pakaian sipil, seperti orang biasa.
Di bawah Mantri Polisi terdapat agent (agen). Selain agen, ada pula informan-informan lepas yang lebih dikenal dengan spionnen atau mata-mata. Merekalah yang memasok informasi untuk ARD.
Mata-mata merupakan tenaga lepas dan dibayar sesuai dengan informasi yang diberikan. Biasanya mereka direkrut dari kalangan bawah dan bahkan kalangan preman
Siapa Saja Yang Diawasi?
Semua aktivis pergerakan tak lepas dari pengawasan PID. Jangankan para tokoh top pergerakan seperti HOS Tjokroaminoto, Tjipto Mangunkusumo, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Sjahrir, PID juga mengawasi orang-orang biasa yang jauh dari aktivitas politik.
HB Jassin yang saat itu masih berusia belasan tahun dan duduk di bangku sekolah sempat diciduk PID karena menulis kata ‘Indonesia’, dalam jawaban ujian ilmu bumi. Saat itu penggunaan kata yang lazim adalah ‘bumiputera’ . Padahal saat itu HB Jassin tak terlibat kegiatan apa pun. Kata Indonesia dia dapatkan dari membaca beberapa surat kabar.
Seorang guru juga pernah diperiksa PID karena dianggap menggelar drama yang antikolonial. Padahal dia mengaku tidak ada niat melawan Belanda.
PID juga mengawasi penerbitan buku dan aktivitas pers secara ketat.
Dimarahi Ibu Inggit
Walau PID ini menakutkan dan membuat ratusan aktivis pergerakan dipenjara atau dibuang, tetap terselip beberapa kisah menarik.
Inggit Garnasih, istri Sukarno pernah memarahi PID yang datang ke rumahnya. Inggit memelototi PID yang menggeledah barang-barang milik Sukarno, memastikan tak ada barang lain yang dibawa.
Sukarno dan para aktivis PNI pernah mengadakan rapat di komplek pelacuran. Hal ini dilakukan untuk mengelabui PID. Mereka datang sendiri-sendiri atau berdua sehingga tidak mencolok. Saat dipanggil mereka mengaku ke lokalisasi untuk pelesiran, bukan untuk rapat.
Sukarno juga pernah ‘menggocek’ anggota PID yang membuntutinya. Dia sengaja tiba-tiba lari lewat pematang sawah. Sukarno tahu agen polisi dilarang meninggalkan sepeda dinasnya sembarangan.
Karena itu agen PID tersebut terpaksa menggotong sepedanya sambil mencoba mengejar Soekarno yang lari di pematang sawah. Sukarno tertawa puas melihat hal itu.
PID hilang seiring dengan jatuhnya Hindia Belanda ke tangan Jepang tahun 1942. Namun agen-agen PID kemudian banyak direkrut masuk Kempetai oleh militer Jepang. Cara-cara penyelidikan ala PID ini masih digunakan untuk menekan perlawanan para aktivis.