Cerita Badut Jalanan Bertahan Hidup di Jalanan Kota Serang, Jatuh Bangun Cari Nafkah di Tengah Larangan Pemerintah
Lelahnya fisik seolah hilang, setelah hasil mengamen mereka belanjakan untuk makan.
Terik di siang itu tak diindahkan beberapa pengamen berkostum badut di kawasan lampu merah, Jalan Bhayangkara, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang. Demi menyambung hidup, mereka rela berjalan dari satu mobil ke mobil lainnya yang berhenti sejenak untuk mengais koin receh Rp500 hingga Rp1.000.
Meski tak seberapa, rasa syukur tetap mereka ucapkan karena jika dikumpulkan bisa digunakan setidaknya untuk memenuhi kebutuhan di rumah. Lelahnya fisik seolah hilang, setelah hasil mengamen mereka belanjakan untuk makan.
-
Kapan Jalan Tol Semarang-Batang diresmikan? Pada 20 Desember 2018, Jalan Tol Semarang-Batang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Jembatan Kalikuto bersama dengan ruas tol Pemalang-Batang dan Salatiga-Kartasura.
-
Kenapa jalan raya di Bulan penting? Tanah merupakan risiko yang signifikan bagi misi bulan karena dapat mempengaruhi sistem kendaraan eksplorasi. Salah satu solusi untuk mengurangi masalah ini adalah pembangunan jalan dan landasan pendaratan di Bulan
-
Kenapa kepadatan kendaraan di Gerbang Tol Kalikangkung berdampak pada ruas tol Semarang? Kepadatan kendaraan yang keluar dari gerbang Tol Kalikangkung berdampak pula pada kepadatan arus kendaraan di ruas tol dalam kota Semarang. Antrean kendaraan cukup panjang terlihat mulai dari ruas tol Manyaran hingga Jatingaleh.
-
Dimana Jalan Tol Semarang-Batang terletak? Jalan Tol Batang-Semarang merupakan jalan tol yang membentang sejauh 75 kilometer antara Kota Semarang dan Batang.
-
Bagaimana jalur kereta api di Padang Panjang di bangun? Mereka meminta insinyur dari Inggris untuk merancang jalur kereta dengan geografis di Minangkabau yang cenderung banyak bukit dan lembah.
-
Apa sebenarnya petilasan yang berada di tengah jalan di Kampung Karamat? Sebuah gundukan besar menyerupai bukit berada di tengah jalan Kampung Karamat, Desa Cigintung, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Seperti terlihat di kanal YouTube Cahya to Chanel, Kamis (21/9), gundukan dengan pohon yang tinggi menjulang itu merupakan situs peninggalan dari seorang prajurit wanita di zaman Kerajaan Tembong Agung pada abad ke-8 silam.
Pekerjaan ini bukan tanpa risiko. Para badut pengamen ini pun menyadari hal itu, seperti terserempet mobil atau tertabrak motor. Namun bukan semata ini yang mereka takutkan, melainkan sanksi tegas dari pemerintah setempat atas laranan mengamen dan mengemis di lampu merah.
“kalau ngamen di lampu merah itu memang resikonya besar, ketabrak mobil dan ada larangan juga dari pemerintah,” kata seorang pengamen badut jalanan di Kota Serang, Ari, mengutip SCTV Banten, Rabu (25/9).
Tak Lelah Berkeliling Kota
Ari sendiri, lebih memilih berkeliling dibanding mengkhususkan mengamen di lampu merah. Menurutnya, menyambangi rumah ke rumah hingga toko ke toko membuat pendapatannya lumayan. Sehari-hari, ia mengenakan kostum hewan beruang dengan bobot yang cukup lumayan.
“Sehari-harinya mah, saya keliling aja kaya di rumah makan, warung jadi nggak fokus di lampu merah. Sorenya saya ke perumahan,” katanya
Hanya Bisa Mengamen
Pengamen jalanan berkostum badut lainnya, Hamdi juga memiliki semangat yang sama dengan Ari. Ia rela menerjang teriknya matahari Kota Serang demi mengumpulkan uang recehan yang diberi oleh pengguna jalan. Saat ini, hanya pekerjaan mengamen berkostum badut yang bisa ia lakukan.
- Cerita di Balik Manisnya Kue Cubit, dari Dapur Biarawati Belanda hingga Jadi Jajanan Khas Jakarta
- Cerita Lucu Singkat Bahasa Jawa, Bikin Susah Tahan Tawa
- Cerita Lucu Terciptanya Ikat Kepala Khas Kota Bontang: Lindungi Kepala Pejabat yang Botak
- 8 Cerita Sunda Lucu Bikin Ngakak, Menghibur dan Mengocok Perut
“Saya ngamen pakai salon manual, terus keliling sampai stasiun Serang, jalan terus. Jadi kita, kepingin makan ya gimana,” kata Hamdi.
Berasal dari Luar Kota
Sebagai kota besar, Serang dianggap bisa menjadi sumber penghidupan bagi para pengamen jalanan berkostum badut ini. Apalagi, beberapa di antaranya merupakan perantau seperti Hamdi.
Dirinya mengaku, bahwa ia berasal dari Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Ia pun tak masalah harus merantau jauh dari tempat tinggalnya, asalkan pundi-pundi rupiah bisa didapatkan dengan halal.
“Tempat tinggalnya di Malingping (Lebak), sono,” tambah Hamdi.
Tetap Patuhi Aturan Pemerintah
Baik Ari atau Hamdi turut tersadar bahwa pekerjaannya dianggap merusak keindahan kota. Mereka juga dihadapkan akan risiko tertangkap jika suatu saat diadakan penertiban oleh pemerintah setempat.
Ini terkait adanya peraturan Wali Kota Serang, Nomor 41 Tahun 2017 tentang Tentang Pencegahan, Pemberantasan Dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat melalui beberapa poin pasal yang tertulis.
Merujuk jdih.serangkota.go.id, salah satu poin yang ditekankan dalam peraturan tersebut adalah larangan mengamen dan mengemis termasuk di kawasan jalanan. Ini yang membuat mereka akhirnya membatasi jam bekerja mereka, mulai dari pukul 09:00 WIB sampai pukul 13:00 WIB siang.