Fakta Unik Enting-Enting, Camilan Legendaris Khas Salatiga yang Sudah Ada Sejak Tahun 1928
Proses pembuatannya bisa dikatakan tanpa mesin alias masih menggunakan tangan manusia.
Proses pembuatannya bisa dikatakan tanpa mesin alias masih menggunakan tangan manusia.
Fakta Unik Enting-Enting, Camilan Legendaris Khas Salatiga yang Sudah Ada Sejak Tahun 1928
Kota Salatiga disebut menjadi kota terindah se-Jawa Tengah. Berada di lereng Gunung Merbabu, Kota Salatiga memiliki hawa yang sejuk.
Tak hanya kesejukannya, Salatiga juga menawarkan kekayaan kulinernya yang tak hanya enak, namun juga legendaris dan bersejarah.
-
Apa itu SalingJaga? Salah satunya melalui inovasi SalingJaga, yakni program asuransi jiwa syariah dari Kitabisa yang berlandaskan tolong-menolong antaranggota. Sehingga dengan program ini sesama anggota SalingJaga bisa berbagi melalui sistem patungan bila ada yang terkena musibah.
-
Apa itu Oplet di Salatiga? Oplet menyimpan banyak romantika sebagai alat transportasi gaya lama di Kota Salatiga. Oplet biasanya identik dengan transportasi massal di Jakarta masa silam. Namun siapa sangka jika mbah buyut angkot ini ternyata juga populer di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
-
Kapan Oplet muncul di Salatiga? Mengutip buku “Salatiga Sketsa Kota Lama” karya Eddy Supangkat, Minggu (20/8), kendaraan Oplet jadi transportasi umum warga Kota Salatiga pada 1970-an.
-
Kapan Bandara Ngebul di Salatiga mulai ramai? Disebutkan bahwa pendaratan itu banyak berlangsung di medio 1940-an.
-
Apa yang menjadi daya tarik utama dari bunga Tabebuya di Salatiga? Berbagai warna dari bunga itu bermunculan, mulai dari kuning, putih, hingga merah muda. Sekilas pemandangan itu mengingatkan akan keindahan bunga sakura yang sedang mekar di negeri Jepang.
-
Bagaimana Oplet di Salatiga mengangkut penumpang? Vitalnya oplet sebagai transportasi dari kampung ke kota amat diminati masyarakat di sana. Bahkan, sopir-sopir sampai harus nekat memaksa penumpangnya masuk ke dalam oplet agar warga bisa terangkut banyak.
Salah satu kuliner bersejarah di Salatiga adalah enting-enting. Makanan yang sudah ada sejak tahun 1928 ini tergolong unik karena proses pembuatannya bisa dikatakan tanpa menggunakan mesin, alias masih menggunakan tangan manusia.
Produksi makanan ini sekarang dipegang oleh generasi keempat. Bahkan beberapa pegawai di sini sudah bekerja cukup lama. Nama produknya Enting-Enting Duaolo Salatiga. Pabriknya berada di Jalan Kalibodri Nomor 39.
Sejarah makanan ini berawal dari seorang penjaga Kelenteng Ho Tek Bio bernama Khoe Tjong Hook. Pada saat itu ia ingin menambah penghasilan di samping menjaga kelenteng. Ia kemudian membuat makanan khas Tionghoa berbahan dasar kacang merah.
Penjualan bermula dari pengunjung kelenteng yang mau beribadah. Karena dirasa enak, akhirnya dari mulut ke mulut enting-enting itu menjadi terkenal.
Pada tahun 1930-an, enting-enting itu mulai diproduksi lebih banyak dan diperjual belikan secara umum sampai saat ini. Selain para pengunjung kelenteng, ternyata camilan itu juga digemari oleh orang-orang berkebangsaan Eropa yang tinggal di Salatiga. Camilan itupun mulai menemani kebiasaan orang-orang Eropa dalam tradisi minum teh dan kopi di pagi hari.
Para pekerja di tempat itu ada yang sudah bekerja cukup lama. Saat kanal YouTube Jejak Siborik mengunjungi pabrik itu, ia bertemu dengan seorang ibu-ibu yang sudah bekerja di sana selama 30 tahun.
Di toko itu, Jejak Siborik bertemu Mas Ian selaku pemilik usaha enting-enting tersebut. Mas Ian mengatakan, usaha enting-enting itu mulai ramai pada masa generasi kedua. Usaha itu pernah mengalami masa sulit pada saat krisis moneter tahun 1998.
“Jadi generasi ketiga mulai menanjak. Bisa dibilang dari nol lagi,” kata Mas Ian.
Bahan baku pembuatan enting-enting itu adalah kacang. Biasanya kacang yang dipakai kacang lokal. Tapi kalau kacang lokal habis, mereka biasa impor kacang dari India.
“Karena kita ambil kacang yang besar-besar. Kalau terlalu kering, terlalu kecil, terlalu basah, kita nggak pakai,” kata Ian.
Mas Ian mengatakan, produknya dijual ke berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Untuk ekspor, Ian merasa belum sanggup. Perlu dua sampai tiga kali lipat lagi agar produknya bisa memenuhi target barang yang bisa diekspor. Untuk pemasaran, produk enting-enting itu masih dijual secara offline.