Kisah Makam Sunan Gunung Jati yang Hampir Dibom Belanda, Dipicu Perlawanan Rakyat
Cara Belanda mempertahankan daerah Cirebon pun terkadang dilakukan dengan nekat. Salah satunya dengan berencana membumihanguskan kompleks makam Sunan Gunung Jati pada tahun 1818. Padahal kompleks makam ini begitu dihormati oleh masyarakat setempat.
Cirebon menjadi salah satu wilayah yang tak luput dari incaran Belanda di masa penjajahan. Berlokasi di wilayah pantai utara Jawa Barat, daerah yang kini mendapat julukan sebagai Kota Udang ini dikenal memiliki daya pikat lewat bisnis industri dan perdagangan.
Cara Belanda mempertahankan daerah Cirebon pun terkadang dilakukan dengan nekat. Salah satunya dengan berencana membumihanguskan kompleks makam Sunan Gunung Jati pada tahun 1818. Padahal kompleks makam ini begitu dihormati oleh masyarakat setempat.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Bagaimana kabar terbaru dari seleb dadakan yang meredup? Meskipun popularitas mereka meredup, beberapa dari mereka tetap aktif di media sosial dan masih memiliki pengikut yang setia. Namun, sebagian lainnya * * * * * Kelima seleb dadakan ini viral karena keunikan mereka, baik dari gaya bicara, penampilan, atau konten yang mereka buat. Namun, popularitas mereka yang meredup bisa disebabkan karena kurangnya konten yang menarik, kejenuhan publik, atau munculnya tren baru.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
Rencana Belanda menghancurkan makam Sunan Gunung Jati ini disebabkan perlawanan yang terus dilakukan rakyat Cirebon dengan memanfaatkan kunang-kunang untuk mengecoh pergerakan. Seperti apa kisahnya? Berikut informasi selengkapnya.
Bermula dari Pemberontakan Rakyat Cirebon
Makam Sunan Gunung Jati
©2015 Merdeka.com
Penghujung tahun 1818 menjadi salah satu momen bersejarah di Residen Cirebon. Saat itu masyarakat setempat sudah mulai memberontak atas kebijakan Belanda yang sewenang-wenang.
Pemberontakan besar yang terjadi sepanjang tahun 1802 hingga 1818 didasari karena Pangeran dari Keraton dan kaum Ulama di Cirebon menghendaki Belanda agar tak memasuki wilayahnya.
Berdasarkan catatan sejarah, terdapat dua kali pemberontakan besar yakni di tahun 1802-1812 yang dipimpin oleh Bagus Rangin dan periode tahun 1816-1818 M yang dipimpin oleh Bagus Jabin dan Bagus Serit.
"Para pejuang di peristiwa pemberontakan rakyat Cirebon melakukan penyerangan dengan menggunakan strategi gerilya yang berbeda-beda. Hal itu membuat pihak kolonial tidak mudah membaca pergerakan. Salah satu yang memancing kekesalan Belanda adalah strategi kunang kunang untuk mengecoh Belanda" tulis Budayawan Cirebon, Opan Safari dalam catatan pemberontakan rakyat Cirebon (2015), melansir laman historyofcirebon.
Belanda Kehilangan Uang 150.000 Gulden
Akibat dari dua pemberontakan besar tersebut, pasukan Belanda mengalami kerugian hingga 150.000 Gulden.
Saat itu Nicholaus Engelhard, seorang Gubernur Pantai Timur Laut Jawa yang ditugasi untuk mengatasi permasalahan tersebut merasa kewalahan. Ia kemudian melapor ke rekannya yakni Simton Hendrik Rose dan Letnan Kolonel Gauf sebagai komandan ekspedisi di wilayah Utara Priangan.
Keduanya kemudian melakukan serangan yang lebih masif, dengan mengerahkan senjata hingga pasukan khusus untuk memukul mundur sekitar 40.000 pasukan pribumi Cirebon.
Puncaknya adalah ketika Belanda terpaksa kehilangan seluruh pabrik gulanya di wilayah Cirebon, usai dibakar dan dibabat seluruh kebun tebunya.
Strategi Gerilya Kunang Kunang
Menurut Opan, strategi suluhan menjadi salah satu taktik rakyat dan santri Cirebon yang ditakuti Belanda. Pasalnya, dalam strategi itu mereka memanfaatkan ratusan kunang-kunang di tengah malam untuk mengecoh pasukan Belanda.
Saat itu mereka juga melakukan grilya di hutan hutan, sehingga pergerakannya sulit dibaca dan Belanda memilih jalur perundingan demi menekan kekalahan.
Sebelumnya para sultan dan bupati yang daerahnya terletak di kawasan pemberontakan diperintahkan untuk mengirimkan pasukan, demi menghentikan pemberontakan.
Pasukan dari Sumedang dan Cirebon yang ditugaskan untuk mengepung daerah perlawanan dari arah Timur dan Selatan akhirnya membangun markas di Darmawangi dan Tomo serta menjaga daerah sepanjang Sungai Cimanuk.
Selain itu, pasukan dari Subang dan Karawang ditugaskan untuk mengepung dari arah barat dan utara sehingga Belanda tak bisa bergerak.
Pemimpin Pemimpin Cirebon Ditangkap
Simton Hendrik Rose dan Letnan Kolonel Gauf kemudian ditarik mundur oleh Nicholaus Engelhard dan meminta menghentikan peperangan melalui perundingan.
Dari sana, ditetapkan sebuah kebijakan bahwa Pemerintah Belanda akan memperbaiki keadaan rakyat dan orang China tidak akan diperbolehkan lagi tinggal di pedalaman Cirebon. Selain itu para pemimpin pemberontak harus menyerahkan diri sebelum tanggal 17 Agustus 1806.
Namun, salah satu pemimpin perang rakyat Cirebon, Bagus Rangin menolak menyerahkan diri dan memilih kabur untuk menyiapkan penyerangan lain. Saat itu dirinya kembali menyiapkan pasukan untuk melaksanakan perang terbuka.
Beberapa tahun setelahnya terjadi perang terbuka, termasuk penyerangan gerilya yang terjadi secara tiba-tiba hingga puncaknya terjadi pada 16-29 Februari 1812 lewat meletusnya perang Bantar Jati. Perang tersebut akhirnya dimenangkan Belanda, usai Bagus Rangin tertangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 27 Juni 1812.
Rencana Pengeboman Makam Sunan Gunung Jati Untuk Redam Amarah Warga
Sempat berhenti selama empat tahun, pada 1816 sampai 1818 pemberontakan kembali terjadi dan dipimpin oleh Bagus Jabin dan Bagus Serit. Peperangan itu terus meluas hingga masuk ke wilayah Majalengka.
Sebelumnya, Bagus Jabin dan para pasukannya berhasil menjebol penjara Palimanan dan membebaskan rekan-rekan mereka hingga membakar jembatan-jembatan di kawasan tersebut. Keadaan yang semakin tak terkendali membuat pihak Belanda kian kewalahan.
Mereka mengutus sejumlah residen, bupati, hingga tokoh agama setempat untuk mencari jalan damai. Namun sejumlah bupati serta residen justru mati terbunuh. Para pemimpin pemberontakan pun akhirnya dihukum mati, dan memicu pemberontakan lain hingga Belanda mengeluarkan ancaman akan mengebom makam Sunan Gunung Jati sebagai strategi penghentian perang.
Berdasarkan catatan Rahayu, 2016:172, upaya tersebut merupakan strategi Belanda dalam menakut-nakuti warga serta pasukan pejuang rakyat Cirebon dalam menghentikan pemberontakan yang terus berlanjut di akhir 1818.