Kisah Masjid Jami Kalipasir Tertua di Tangerang, Pilarnya Pemberian Sunan Kalijaga
Menurut kepercayaan ulama setempat, tiang tersebut adalah bentuk dukungan dari sunan agar pusat dakwah di Tangerang bisa berdiri. Konon, tiang tersebut tidak didirikan menggunakan tenaga tangan maupun alat, melainkan dengan kekuatan yang dimiliki Sunan Kalijaga.
Bangunan rumah ibadah berdinding keramik berwarna coklat itu bernama Masjid Jami Kalipasir. Terletak di di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten, lokasi tersebut jadi masjid tertua di Tangerang. Pilar bangunan di sana dikabarkan pemberian dari Sunan Kalijaga.
Informasi ini dituturkan oleh Ketua DKM Masjid Kalipasir, Syarodji. Dituturkannya, bahwa bangunan yang berdiri di tahun 1400-an itu terdapat empat buah tiang sebagai penyangga. Salah satu di antaranya merupakan pemberian dari Sunan Kalijaga.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
Menurut kepercayaan ulama setempat, tiang tersebut adalah bentuk dukungan dari sunan agar pusat dakwah di Tangerang bisa berdiri. Konon, tiang tersebut tidak didirikan menggunakan tenaga tangan maupun alat, melainkan dengan kekuatan yang dimiliki Sunan Kalijaga.
“Alhamdulillah di Masjid Jami Kalipasir ini terdapat peninggalan yang hingga saat ini masih tersisa dan kokoh yakni empat tiang penyangga, di mana salah satunya merupakan pemberian Sunan Kalijaga,” katanya, dikutip dari kanal YouTube The Story (10/4).
Sejarah Masjid Jami Kalipasir
©2023 YouTube Jelajah Masjid Kita/ Merdeka.com
Syarodji kemudian memaparkan terkait awal mula bangunan tersebut didirikan. Menurutnya, tidak ada angka pasti mengenai kapan masjid tersebut didirikan. Namun berdasarkan penelusuran ke berbagai manuskrip lawas di Cirebon sampai Sumedang, terdapat jawaban akan kapan masjid tersebut didirikan.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, masjid ini pertama berdiri di tahun 1412. Ketika itu, datanglah seorang penyebar agama Islam dari Kerajaan Galuh Kawali bernama Ki Tengger Jati.
Ia memiliki tujuan awal untuk mengenalkan agama Islam yang saat itu masih asing. Dirinya lantas mendirikan juga sebuah gubug sederhana berbahan batang dan daun kelapa di pinggiran Sungai Cisadane, yang merupakan lokasi masjid itu berdiri.
Kemudian di tahun 1576 bangunan masjid pun didirikan. Ini berdasarkan tingginya animo masyarakat setempat yang ingin mempelajari agama Islam. Bahkan keberadaannya yang di pinggir sungai membuatnya jadi tempat istirahat dan singgah pedagang dari luar daerah.
Bentuk Bangunan yang Unik
©2023 YouTube Jelajah Masjid Kita/ Merdeka.com
Dikutip dari laman Pemkot Tangerang, masjid itu lambat laun menjadi sentra keilmuan dan sejarah tentang agama Islam di Tangerang dan Banten. Tampak jelas, desain bangunannya yang juga memiliki keunikan selain pada empat pilarnya.
Di sana terdapat 11 kolom mirip ladam kuda (membentuk lengkungan setengah lingkaran) yang terbagi 5 di sisi selatan dan enam di sisi timur. Di atas lengkungan itu terpatri list dengan ukuran 2 sampai 3 cm dengan warna-warni.
Uniknya lagi, bagian menaranya memiliki bentuk pagoda dengan ketinggian mencapai 10 meter. Di puncaknya juga terdapat motif lengkungan sebagai tempat speaker untuk memanggil warga saat salat berjemaah.
Disampaikan Syarodji, pilar-pilar terutama yang terbuat dari kayu dan peninggalan wali sanga tersebut tidak boleh direvitalisasi. Keseluruhannya merupakan murni desain dari para pengurusnya yang merupakan raden dan aria (keturunan petinggi kerajaan setempat) dan tanpa campur tangan dari ahli bangunan.
Ada Makam Keluarga Imam Besar Masjidil Harom
Seperti terlihat, di bagian belakang masjid terdapat kompleks pemakaman tokoh-tokoh berpengaruh Kota Tangerang di masa lampau, seperti bupati pertama yang bernama Raden Akhyar Pena yang menjabat di tahun 1740. Lalu ada juga pengurus masjidnya di masa itu yakni Tumenggung Arya Romadhon dan Aria Tumenggung Sutadilaga di tahun 1823.
Kemudian turut dimakamkan di sana, sepupu ulama termasyhur internasional sekaligus Imam Masjidil Harom, yakni Hj Murtafiah yang merupakan keluarga dari Syekh Muhammad Nawawi Al Jawi Al Bantani di tahun 1813.
Selain itu, terdapat juga makam dari kalangan keturunan Kerajaan Pajajaran dan Raja Kasultanan Sumedang terakhir yakni Pangeran Geusan Ulun.
Ditambahkannya, para jemaah yang singgah sampai saat ini banyak yang dari luar kota. Biasanya mereka juga menyempatkan untuk berziarah di makam-makam kuno tersebut sembari melaksanakan salat di Masjid Jami Kalipasir.
Simbolkan Toleransi Beragama
Selain terkenal karena usianya yang sangat tua, Masjid Jami Kalipasir juga merupakan simbol toleransi beragama di Kota Tangerang. Ini bisa tampak dari harmonisnya ikatan antara masjid dengan Klenteng Boen Tek Bio yang juga berusia lawas.
Sejak dahulu, di sana tidak pernah ada selisih paham soal keyakinan maupun perbedaan-perbedaan yang ada. Keduanya selalu khidmat menjalankan ibadahnya dengan tetap khusyuk dan tentunya menampilkan sisi toleransi dan kekeluargaan.
“Jadi walaupun ada vihara di dekat masjid, kita bisa tetap berteman dan tentunya saling bertoleransi,” katanya.
Sampai saat ini Masjid Jami Kalipasir masih menjadi tempat untuk beribadah sekaligus mempelajari sejarah keislaman di Kota Tangerang maupun sebagian tatar Sunda.